Tempat Kerja

5 0 0
                                    

Sesuai janji Ginan waktu itu, hari ini ia menjemput Rani di rumahnya pada Senin pagi. Seperti biasa Ginan mengenakan setelan jasnya yang berwarna hitam dan duduk di meja makan sedang menyantap roti goreng buatan Ibu Rani. Itu sudah menjadi kebiasaan bagi Ginan jika datang berkunjung untuk menjemput Rani. Bukannya ia tidak sopan dengan sarapan di rumah Rani, tapi memang Ibu Rani yang selalu memaksanya sejak tujuh tahun lalu sewaktu Ginan pertama kali menjemput Rani saat kuliah.

Rani datang dengan setelan formalnya. Khas orang berangkat kerja dengan blous dan celana bahan panjang berwarna hitam. Hari ini Rani menguncir rambut hitamnya. Ia duduk di samping Ginan tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Tanganya merahi roti gorang di salah satu pirin. Ia mengalihkan perhatiannya pada Ginan. Pria itu tampak sibuk dengan ponsel di tangannya.

"Kalo di meja makan jangan main HP"

Ginan mengalihkan pandangannya pada Rani.

"Sorry. Ada meeting dadakan hari ini" balasnya sambil mengambil segelas susu hangat.

"Susah ya jadi bos. Jadwalnya sibuk banget" balas Rani.

Ginan memberikan tanya sebagai jawabannya. "Sebagai bentuk usaha buat nabung di masa depan, Ran. Kamu gimana? Udah ada tabungan?"

"Tabunganku udah abis buat checkout barang online" balas Rani santai

"Uangnya ditabung, Ran. Jangan dihabisin mulu buat jajan"

"Ya, meskipun tabunganku cukup seengaknya kamu juga ikut nabung buat kebutuhan kamu sendiri" lanjut Ginan sambil menggoda Rani.

Rani mengernyitkan alisnya saat mendengar ucapan Ginan. Sebuah candaan lagi dilontarkan Ginan pada pagi hari.

"Ga usah takut uang lo gue pinjem. Ntar kalo gue keterima dan dapat gaji pertama, lo orang pertama yang gue traktir sate Ajo."

Rani mengambil mengambil susu hangat di sebelahnya dan kemudian berdiri. "Ayo berangkat"

**

Ginanan Gunawan merupakan seorang pemimpin perusahaan tekstil yang ada di ibu kota. Perusahaannya sedang berkembang sehingga jadwalnya semakin hari semakin sibuk. Meskipun perusahaan ini adalah perusahaan keluarga yang sudah ada sejak dulu, namun perkembangannya baru terasa selama tiga tahun ke belakang. Ginan berusaha keras untuk mengambangkan perusahaannya. Dilain tempat Rani dulu bekerja disebuah perusahaan media cetak. Ia bekerja dibidang pemasaran.

Ginan dan Rani bertemu pertama kali di kelas pengantar bisnis pada tahun 2014. saat itu mereka berdua adalah mahasiswa baru jurusan manajemen. Pada tahun ketiga Ginan memilih manajemen strategi dan Rani memilih manajemen pemasaran. Ginan lulus enam bulan dari Rani. Ia langsung bergabung dengan perusahaan keluarganya. Selama enam bulan lebih Ginan menjadi tangan kanan papanya, kemudian pada saat ia diangkat menjadi pimpinan, Rani mendapatkan gelar S1 nya.

Saat Rani lulus sebagai sarjana Ekonomi, ia ditawari Ginan untuk masuk ke perusahaannya. Saat itu Rani ingin sekali masuk ke perusahaan Ginan. Ia bisa langsung bekerja tanpa susah-susah  melamar pekerjaan dan tidak merasakan pengangguran. Tapi ibunya bilang beneran mau kerja sama Ginan? Ga mau berusaha dulu buat lamar ditempat yang lain? Kamu kan punya tempat kerja impian.

Setelah itu Rani memilih untuk tidak menerima tawaran Ginan. Ia mencoba melamar di perusahaan impiannya. Setengah tahun berjuang masuk ke perusahaan impiannya, Rani gagal. Tapi setelah kegagalannya ia mendapat sesuatu yang baru. Meski tidak bekerja di perusahaan impiannya, ia mendapat tawaran dari perusahaan pesaingnya. Sejak saat itu Rani bekerja di sana pada bagian pemasaran sesuai dengan keahliannya.

Setelah tiga tahun bekerja di sana, Rani memilih untuk resign dan mencari pekerjaan baru. Ketika ditanya Ginan kenapa ia resign, Rani bilang 'akhir-akhir ini gue ga nyaman kerja di sana, Nan. Lingkungannya jadi kurang cocok sama gue. Walaupun gajinya lumayan dan gue juga udah tahun ke empat, tapi kalau bikin gue bete terus setiap pulang kerja, mending ga usah deh, Nan. Kita ga perlu bertahan untuk sesuatu yang bikin kita ga nyaman'

Jawaban itu sangat sederhana menurut Ginan. Tapi anehnya Ginan setuju dengan apa yang dipilih Rani.

Ginan memarkirkan mobilnya di lobi kantor tempat Rani akan diwawancara. Ia melihat ke sekeliling halaman kantor dari kaca mobilnya.

"Kantornya bagus, Ran."

"Iya. Semoga aja gue bisa kerja di sini."

Rani melepas seat belt-nya dan meraih kaca depan mobil untuk melihat riasannya sekali lagi.

Rani membuka pintu mobil dan meraih tas yang ia letakkan di atas dashboard mobil. Tepat sebelum pintu tertutup, Ginan memanggil Rani pelan.

"Kenapa?"

"Jangan lupa doa, Rani."

**

Rani menatap arlojinya sekali lagi. Entah sudah berapa lama ia duduk di depan sebuah ruangan yang tadi ditunjukkan oleh satpam saat ia baru memasuki kantor. Rani pikir ia akan diwawancara dengan beberapa orang saja, namun ternyata dugaannya salah. Kira-kira sekitar sepuluh orang duduk berbaris bersamanya. Rani hanya berharap bahwa orang-orang ini melakukan wawancara dengan pilihan pekerjaan yang berbeda dengannya.

Setelah menunggu hampir dua jam, nama Rani akhirnya dipanggil oleh HRD yang bertugas mewawancarainya. Rani menghembuskan napasnya pelan untuk mengurangi ketengan yang dirasakannya. Sebelum berdiri Rani berdoa sejenak. Ia tidak minta diterima bekerja, tapi ia meminta untuk dilancarkan akan segala urusannya.

Semangat Rani. ucapnya sendiri.

Rani berjalan dengan langkah yakin ke ruangan HRD. Rani hanya berharap segala hal yang menunggunya di ruangan sana dapat ia ajak berkompromi, seperti pertanyaan-pertanyaan jebakan HRD misalnya.

Disisi lain Ginan membaca kembali MOU minggu lalu yang diserahkan oleh pihak pemasok bahan baku. Hari ini adalah jadwal penandatangannya MOU tersebut dan Ginan harus membaca dengan cermat sekali lagi agar keputusan ini dapat menguntungkan dua pihak.

Pintu ruangan Ginan diketuk sebanyak tiga kali. Ginan mengalihkan pandangannya pada pintu yang mulai terbuka. Seorang laki-laki berpakaian rapi menghampiri mejanya.

"Pimpinan PT. Puti Industri sudah datang pak. Mereka menunggu di ruang rapat."

Ginan menutup berkasnya dan mengangguk pelan. Ia berdiri dan mengambil jas yang tergantung di dekat kursinya.

"Panggil Pak Dio dan bilang ke dia untuk bawa bahan revisi. Saya tunggu di ruang rapat"

Laki-laki yang diberi perintah oleh Ginan itu langsung mengangguk dan izin keluar ruangan. Ginan meraih ponselnya yang tergeletak di samping laptop dan mematikan nada deringnya. Ginan selalu melakukannya setiap ia berniat membawa ponselnya masuk ke ruang rapat, atau yang lebih sering ia lakukan adalah meningkalkan ponselnya di laci meja yang ia kunci. Walaupun kadang-kadang ia diprotes oleh orang-orang yang menghubunginya mengatakan bahwa Ginan susah sekali dihubungi.

Ginan menatap jam yang tertera diponselnya. Sudah jam 11.08, Ginan menghela napas panjang karna ia yakin ini akan menjadi hari yang cukup panjang. Mengingat ada beberapa MOU yang harus direvisi dan harus dikaji ulang bersama dengan pihak kedua.

Beberapa saat berpikir, Ginan mengubah pilihannya. Ia membuka laci mejanya dan menaruh ponselnya di dalam. Kemudian ia menutup kembali dan mengunci lacinya, membiarkan notifikasi-notifikasi dari segala macam aplikasi memenuhi tab notifikasi termasuk pesan dan panggilan masuk. Lalu Ginan memakai jas yang sejak tadi ia pegang dan kemudian berjalan keluar menuju ruang rapat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 31, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rani dan Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang