"Oke, tugas kali ini adalah tugas kelompok. Bapak yang pilihin anggotanya yaa" Satu kelas yang mendengar perkataan dari Pak Anar itu langsung mengeluh tidak terima. Mereka tidak ingin anggota kelompoknya dipilih, sepertinya.
Pagi ini, pagi yang cukup melelahkan. Semalam aku tidak memiliki waktu yang cukup untuk tidur karena terus memikirkan Gery. Memang cowok ini, menganggu saja. Kalau ditanya "kenapa kamu tidur larut?" Terus kujawab "karena mikirin Gery" Wah, itu benar-benar jawaban yang konyol, bukan? Tidak usah berbicara tentang Gery lagi,
Kelas langsung mulai rusuh karena mereka tidak ingin anggota kelompoknya dipilihkan. Aku sendiri lebih setuju dipilih saja. Biar adil. Karena kalau kita memilih anggota kelompok sendiri, bisa-bisa ada yang tidak mendapatkan kelompok karena terlalu banyak 'geng' dan mereka yang suka membeda-bedakan dalam berteman. Hal itu bisa saja terjadi.
"Iya, di pilihin sama Bapak aja ya. Nah tugasnya, kalian membuat drama" Perkataan Pak Anar yang lagi-lagi mendapat respon keluhan oleh teman-teman sekelas. Mereka malas, mungkin?
Sedangkan aku yang mendengar perkataan Pak Anar dari sini, hanya diam duduk sambil memainkan bolpoin menggunakan jari tanganku.
Sejujurnya, apa saja tugasnya, aku setuju. Asal tidak merepotkan saja contohnya seperti mencari pot bunga di toko alat tulis, atau memetik bunga di pohon kelapa, atau bahkan mengejutkan pohon pisang sampai jantungnya copot.
Maaf, tidak lucu ya? (Aku bercanda tadi).
Tetapi kalau di kasih tugas membuat drama, justru aku senang. Kenapa? Karena hanya drama saja, akting, tidak perlu belajar di jam pelajaran. Hanya menyaksikan teman sekelas bermain drama di depan kelas, begitupun sebaliknya.
Sangking ramainya suasana kelas yang tidak setuju dengan Pak Anar, akhirnya Pak Anar mempersilahkan masing-masing dari kami memilih kelompok sendiri. Oke, aku harap, semuanya mendapatkan kelompok dan tidak ada yang membeda-bedakan.
Siswa-siswi dikelas mulai rusuh. Ada yang pergi kesana-kemari hanya untuk mencari anggota kelompok, ada juga yang langsung menemukan kelompoknya, sedangkan aku masuk ke bagian yang masih berdiam duduk disini sambil celingak-celinguk.
"Tha, kita sekelompok ya?" Tanya Jonetta yang menghampiri tempat duduk ku disini.
"Ayo. Kalau kelompok drama, cewek cowok harus gabung kan?" Tanyaku sambil menatap sahabat di depanku ini.
Jonetta hanya mengangguk sambil mengambil kursi kosong yang berada di depanku lalu duduk disana--berhubungan pemilik kursinya sedang berada di meja lain untuk berdiskusi dengan anggota kelompoknya.
"Kalau Gery, gimana?" Tanyaku.
Jonetta dan aku mengalihkan pandangan ke arah Gery yang sedang asyik bercanda di pojok kelas.
"Kayaknya dia udah dapet kelompok, deh" Kata Jonetta.
"Iya, ya?" Aku mengangkat sebelah alisku, bingung.
"Kalau gitu, mau sekelompok Sella sama Zeya nggak? Kayaknya mereka belom dapet kelompok, tuh" Tanyaku sambil mengalihkan pandangan ke arah Sella dan Zeya yang masih celingak-celinguk, sepertinya belum mendapatkan kelompok.
Jonetta menghampiri mereka berdua yang berada cukup jauh dari tempat duduk ku untuk menanyai apakah mereka mau satu kelompok dengan aku dan Jonetta.
Kini waktunya untuk mencari anggota kelompok laki-laki.
Aku memutar tubuhku menghadap ke belakang.
"Anggi, udah dapet kelompok belom? Sekelompok mau nggak?" Tanyaku sambil menatapnya.
Anggi menatapku sekilas, lalu sepertinya ia tersenyum? Tanpa alasan?! Aku juga tidak tahu, aku tidak dapat mendeskripsikan ekspresi wajahnya.
Ah, kalau begini ceritanya, kalau tahu aku tidak usah menanyakannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/270469298-288-k193632.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
End to Start
Teen Fiction"Serupa, namun bukan berarti sama" Thalia, gadis berusia 15 tahun yang baru pertama kali merasakan jatuh cinta yang "sebenarnya" Berawal dari lelaki dengan paras menyerupai masa lalu Thalia yang tidak ingin ia lihat lagi. Thalia selalu dibuat kesal...