[𝟎] Prolog

408 39 3
                                    

Aku membenci WICKED, lebih dari kebencianku pada telur dan bau darah yang menyengat. Perasaan itu sudah tertanam sejak usiaku masih lima tahun. Masih kuingat jelas saat dimana mereka menyiksaku dengan pain simulator berulang-ulang hanya agar aku melupakan nama Katherine. Meski itu tak berhasil, tapi alat itu berhasil membuatku lupa akan wajah keluargaku. Ayah, Ibu, kakak lelaki, serta adik perempuanku. Mengingat mereka pun, malah menimbulkan perasaan tidak nyaman dalam diri.

Namun, sekarang aku punya kesempatan untuk berjumpa dengan kakak lelakiku. Bertemu kembali dengan ingatanku yang benar-benar utuh. Aku tidak akan menyianyiakan peluang emas ini, meski kutahu resikonya adalah kematian.

Kakiku tidak berhenti berlari sejak aku meninggalkan Berg--dan Minho yang panik melihatku pergi. Suara dentuman terdengar dari arah barat; hasil ledakan dari granat lemparan para pemberontak. Tembakan beruntun pun tak ragu diberikan oleh orang-orang berseragam itu sebagai bentuk pertahanan.

Aku berhenti di sebuah mobil yang terparkir sembarangan di jalan saat ledakan kedua dilontarkan. Kepalaku tiba-tiba berdenyut dan napasku tersenggal-senggal. Mungkin efek samping karena sudah lama tidak berlari lagi. Untuk beberapa saat, aku memejamkan mata dan mencoba membuat diriku merasa lebih tenang.

Sampai teriakan seseorang yang kukenal mengganggu meditasi singkatku.

Aku menoleh ke sumber suara, melihat Minho yang juga berlindung di balik mobil berjarak beberapa meter tempatku. Meski penerangan minim, aku bisa melihat wajahnya yang merah dengan dihiasi bulir-bulir keringat. Jelas sekali dia langsung berlari menyusulku sesaat setelah melihatku pergi.

"KATE!" Minho kembali berseru. "Cepat kembali ke Berg sekarang juga, Slinthead!"

"TIDAK MAU!" balasku.

"Kate, tolonglah." Minho memelas. "Ingat dengan keadaanmu!"

Perkataan Minho mengusik pikirannya. Semuanya jadi campur aduk, bertabrakan satu sama lain. Tiba-tiba aku merasa dungu, benar-benar tak tahu apa yang sebenarnya kulakukan. Mencelakakan diri sendiri demi bertemu saudara?

Pada akhirnya aku memutuskannya dengan cepat. Dengan sedikit terhuyung, aku beranjak meninggalkan tempat itu dan kembali berlari tanpa memperdulikan Minho yang sudah susah payah menyusulku. Suatu saat nanti, aku akan menyesali perbuatanku padanya di hari itu.

Suara letusan dan tembakan mulai tidak terdengar saat aku mendekati stasiun, bahkan hampir hening. Suasana ini mengingatkanku pada tempat pemakaman, walau aku tak yakin pernah ke sana. Keadaan di sekitar stasiun pun tidak terlalu buruk, tidak ada mobil-mobil atau bangunan yang terbakar. Pertempuran tak terlalu mempengaruhi daerah ini.

Aku melangkah menaiki tangga menuju ke depan stasiun sambil memegangi kepalaku yang kembali berdenyut-denyut. Kupikir itu adalah yang paling buruk. Sesuatu terjadi, mendadak pandanganku mulai memburam. Seluruh penglihatanku seperti berputar cepat ditambah telingaku juga berdenging.

Keadaan semakin memburuk. Aku berhasil menginjak lantai atas, tetapi setelahnya tubuhku lunglai seperti kehilangan penyangganya. Badanku ambruk, tetapi bukannya jatuh terguling di tangga, tubuhku malah ditangkap oleh seorang pria berahang kotak dengan rambut cokelat. Wajahnya begitu asing, tetapi senyum yang dia berikan terasa familiar bagiku.

Senyum itu menjadi ingatan terakhirku. Sebelum kehilangan kesadaran, aku mendengarnya berbicara sesuatu yang sangat aneh.

"Semoga kau bisa memperbaiki semuanya, mo--"

⧫︎⏳⧫︎

⧫︎⏳⧫︎

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 01, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Fixing the Past: Rush ● minho⁽⁰¹⁾Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang