Sehun menatap Luhan sekilas, memberi anggukan singkat, kemudian mengalihkan perhatiannya kembali ke panggung.
Tangan Luhan menggenggam tas dipangkuannya dengan erat. Bahu Sehun menyentuh bahu Luhan saat pria itu bergeser di kursinya dan Luhan merasakan seolah-olah api menyulutnya dari sentuhan kecil itu. Sebelumnya tidak pernah seburuk ini. Luhan biasa berjalan bersama Sehun, berbicara dengannya, berbagi tempat duduk di acara amal, lelang dan opera, bahkan bergurau dengannya, meskipun kehadiran Sehun terasa menyenangkan sekaligus menyesakkan, tapi itu tidak pernah secara fisik menyakitkan baginya.
Luhan ingin berbalik dan mempertemukan bibirnya dengan bibir Sehun, Luhan ingin menekan tubuhnya ke dekapan pria itu dan merasakan pipi Sehun di pipinya. Kerinduan itu begitu menyakitkan sampai Luhan menggigil karenanya.
"Dingin?" Sehun berbisik.
Luhan mengatupkan rahangnya. "Tidak sama sekali," gumamnya.
Dengan santai Sehun menyandarkan lengannya ke belakang kursi Luhan. Luhan membeku di tempatnya, nyaris tidak berani bergerak, bahkan untuk bernapas sekalipun. Kejadian ini seperti saat sore hari di depan toko mainan. Apakah Sehun tahu bahwa berada dekat dengannya merupakan siksaan bagi Luhan? Mungkin Sehun memang mengetahuinya dengan baik. Sehun akan menemukan cara baru untuk menyiksa Luhan, untuk membuat Luhan membayar semua hal buruk yang dia pikir telah Luhan lakukan.
Luhan menutup matanya dan mengerang tanpa suara. Melupakan pertunjukan opera indah di depannya. Luhan begitu sengsara hingga dia duduk dengan kaku dan tidak mendengar apapun. Yang bisa dia pikirkan hanyalah bagaimana cara melarikan diri.
Luhan mulai bangkit dan tangan Sehun yang besar menangkap bahunya kuat.
"Tetaplah di tempatmu," katanya dengan kasar.
Untuk sesaat, Luhan ragu. Namun, yang dia inginkan hanyalah melarikan diri sekarang juga. "Aku harus pergi ke kamar kecil, jika kau tidak keberatan," Luhan berbisik di dekat telinga Sehun.
"Oh."
Sehun menghela napas berat dan menggerakkan lengannya, bergeser untuk membiarkan Luhan lewat. Luhan meminta maaf sepanjang baris penonton yang dia lewati. Begitu dia berhasil sampai ke lorong, Luhan merasa aman. Dia tidak menoleh ke belakang saat berjalan dengan anggun dan cepat ke belakang teater dan masuk ke lobi.
Sangat mudah untuk melesat keluar pintu dan memanggil taksi. Luhan naik ke taksi yang pertama berhenti, memberi alamatnya, dan duduk kembali dengan desahan lega. Dia berhasil. Dia aman.
....
Luhan pulang ke rumah dengan keadaan lebih menyedihkan dari sebelumnya, Luhan berganti baju tidur dengan jubah putih sutra dan membiarkan rambutnya tergerai sambil menghela nafas panjang. Luhan tidak bisa menyalahkan temannya, Wendy, atas kejadian hari ini. Bagaimana mungkin ada orang yang tahu bahwa Sehun memutuskan untuk menonton opera untuk kedua kalinya pada malam ini? Tak dipungkiri, itu memang pukulan takdir yang kejam. Luhan telah menantikan pertunjukan ini, namun kehadiran Sehun justru merusak semuanya.Luhan membuat kopi, meskipun sudah larut malam, dan duduk di ruang tamu untuk meminumnya ketika bel pintu berbunyi.
Itu mungkin Kai, pikir Luhan. Dia belum mendengar kabar dari lelaki berkulit eksotis itu hari ini, dan Kai mungkin mampir untuk memberitahunya tentang keadaan kakak tirinya. Luhan pergi ke pintu depan dan membukanya tanpa berpikir.
Sehun berdiri di sana dengan ekspresi marah di wajahnya.
Luhan mencoba untuk menutup pintu, tetapi satu kaki Sehun yang besar menghalangi bahkan sebelum Luhan sempat bergerak. Sehun membiarkan dirinya masuk dan menutup pintu di belakangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BELOVED
FanfictionSejak pertama bertemu, Luhan jatuh hati pada Oh Sehun. Tapi Sehun sudah menikah. Tak ingin merusak rumah tangga Sehun. Luhan akhirnya setuju menikah dengan sahabat Sehun, Johnny. Namun, ternyata pernikahan Luhan dan Johnny hanya bertahan satu bulan...