9 | When Daddy is His Son's First Heartbreak

126 12 14
                                    

Katanya tidak akan pernah ada hal yang sempurna di dunia ini, maka dalam kesempurnaan Opa mendidik anak-anaknya, Theo hadir sebagai cela.

Dalam berbisnis, Opa memang tidak jarang bermain kotor, dia juga tidak sepenuhnya suci. Beberapa kali main dengan pemerintah, memanfaatkan banyak orang, memanipulasi banyak hal, melakukan tindakan hanya untuk keuntungan pribadinya, semua pernah Opa lakukan. Namun bedanya, Opa masih punya batas, sedangkan Theo tidak. Liar, layaknya binatang yang hidup di hutan belantara.

"Anjing banget si Theo ini, ngeribetin hidup gue aja," maki Jean ketika ia baru saja memutus sambungan telponnya. "Capek-capek Opa ngedidik anak, eh ni orang nggak tau main di mana, tiba-tiba dateng ngancurin keluarga. Kacau... kacau..."

"Sopan sedikit, Jean. Dia tetap Pakde lo yang harus lo hormati."

"Ogah," Jean membantah mentah-mentah. "Theottokhae ada di dunia bukan untuk dihormati. Kalau dia sendiri aja nggak bisa menghargai orang lain, maka biar gue yang bales nggak menghargai dia."

Seperti yang pernah Jean bilang, Theo adalah kerangkeng pertamanya yang membuatnya tidak bisa melakukan apa pun sebebas anak lainnya sejak ia kecil. Itu satu, yang lainnya? Masih banyak!

Alasan mengapa ia dengan relanya mengambil posisi sebagai penerus Opa adalah karena ia tidak sudi perusahaan keluarganya dijalankan dengan cara milik Theo keparat itu. Mereka memang punya satu visi, apalagi kalau bukan memperkaya diri yang mana merupakan alasan paling dasar mengapa seseorang berbisnis. Tapi Theo terlalu serakah. Apa yang dia lakukan bukan hanya memperkaya diri, tapi juga merampas hak orang lain dan membuatnya kaya sendiri.

"Lo inget kasus yang pernah dia lakuin dulu?"

Jo merespon pertanyaan Jean dengan anggukkan, menandakan lelaki itu tahu apa yang Jean sedang bicarakan. "Bulan Swalayan?"

Jean balas mengangguk. "Kalau sampai kasus itu terjadi lagi, gue nggak akan bisa memaafkan diri gue sendiri sebagai seorang yang juga merupakan bagian dari Tantono." Jean mengetuk-ngetuk jarinya ke atas meja kayu di hadapannya. "That's why. Kalau lo tanya, kenapa gue semudah itu bilang 'ya', itu karena gue nggak akan membiarkan orang itu bermain lebih liar lagi."

"Apalagi ke lo," tegas Jean sekali lagi.

Dulu pernah ada sebuah franchise swalayan yang amat jaya pada masanya. Namun, di mana dia sekarang? Jawabannya sudah mati, habis seluruhnya. Siapa yang membuatnya mati? Tentu saja Tantono Group, atau lebih tepatnya Theophillus Tantono. Lalu, ke mana pemiliknya? Juga sudah mati.

Sekarang bisa menebak, mengapa Theo itu sangat berbahaya?

Kalau sampai Theo benar-benar nekat menjadikan usaha Jo sebagai targetnya dan melakukan hal yang sama dengan apa yang ia lakukan maka Jean benar-benar akan menghabiskan laki-laki itu.

"Ah, pusing gue!"

Jean meremas rambutnya frustasi. Ia menghabiskan seluruh isi cangkirnya dengan sekali teguk, lalu bangkit dari duduknya.

"Mau ke mana lo?"

"Drink. Pusing!"

***

Ternyata tidak cukup sulit menemukan sebuah bar dekat sana. Jean menjatuhkan kepalanya ke atas meja. Tidak, dia belum juga mabuk. Jean dikenal sebagai seorang yang memiliki kadar toleransi alkohol yang cukup tinggi. Beberapa gelas yang berhasil ia tandaskan tidak cukup banyak untuk membuatnya hilang kesadaran. Ia hanya terlalu pusing, terlalu frustasi dengan apa yang saat ini ia pikirkan yang tidak tahu di mana ujungnya.

Mess UpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang