Sumarah part 1

79 4 1
                                    

19 Juni

Pukul 23.21

.

"Sekuat apapun usaha kita untuk mendapatkan apa yang bukan untuk kita, bukankah itu hal yang sia sia?
Karena menyadarkan diri sendiri perihal berharap adalah hal yang paling sulit untuk dilakukan."

Malam ini, Bandung lebih dingin dari biasanya. Entah karena cuaca atau karena aku tidak lagi mendapatkan pesan suaramu yang biasanya menghangatkanku, entahlah. Aku tidak ingin mengetahui keduanya, karena sebaik-baiknya luka adalah luka yang seharusnya tidak kita cari tahu.
Meskipun terkadang sulit menahan rasa ingin tahu, yang bahkan kita sendiri tahu jika hal itu akan menyakitkan bukan?
Menunjukan jika kita semua terlalu naif untuk terluka.

"Ah sudahlah, lupakan saja.
Anggap saja celotehku tadi hanyalah muntahan seorang pemabuk yang bahkan tidak pantas untuk kau dengar." ujarku, seraya sambil meminum teh yang sudah mulai dingin ini.

Mengelilingi kota ke setiap sudut yang pernah kita kunjungi, itu adalah hal yang paling aku hindari.
Setidaknya untuk saat ini, agar lukaku yang kemarin setidaknya tidak semakin sakit.
Itulah caraku untuk menghormati diri sendiri.
Tapi aku tidak bisa menghindar selamanya bukan?
Nyatanya tempat yang pernah kita kunjungi masih saja tetap ramai, sama seperti saat kita masih bersama, dahulu.

Ditengah keramaian ditempat yang paling sering kita kunjungi saat kita masih bersama, sayangnya tidak seramai suasana hatiku yang makin hari kian sepi setelah kehilanganmu.

"Tapi aku akan bangkit, bangkit dari rasa kehilangan yang aku alami saat aku kehilangan kamu." ujarku, didalam hati yang bahkan untuk menghapus pesanmu saja aku tak mampu.

Berusaha menghibur diri sendiri dengan kalimat yang bahkan aku sendiripun sedang menipu diriku sendiri, agar terlihat baik baik saja.

Menyedihkan, bukan?

SumarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang