“But you my Amore, Amira.”
°°°°°
“Long time see, my little kitten.”
Deg!
Degup jantung Belva berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Ia meremat erat map yang ada dalam dekapannya. Perasaannya sungguh tak karuan.
Belva menatap mata tajam dominan itu. Seperkian detik Belva menatap Adrian, kini tatapannya teralihkan ke arah lain.
Bodoh.
Dalam hati ia meruntuk bodoh. Kenapa ia tidak mengikuti ucapan kakaknya. Mengapa ia malah membentaknya dan membuat kakaknya sakit hati?
“Memandang apa, kitten? Apakah benda mati di sini lebih menarik dariku?”
Perkataan itu tidak membuat Belva memandang kembali Adrian. Gadis itu beranjak dari duduknya. Gadis itu menghela nafas dan dengan pandangan menunduk.
“Mohon maaf, Tuan Davender. Sepertinya saya tidak jadi melamar pekerjaan di sini. Dengan ini, saya mengundurkan diri, terima kasih.” Belva kemudian melangkahkan kaki hendak meninggalkan ruangan tersebut.
Akan tetapi, sesuatu dengan cepat menariknya hingga punggung kecilnya menubruk dada bidang yang kokoh. Sesuatu itu melingkar dengan erat di pinggang ramping Belva, membuat empunya mampu menahan nafas.
Hembusan nafas kasar terasa di tengkuknya. Belva terpejam dengan netra yang memanas. Ingin memberontak dan berteriak. Namun naas, tubuhnya kini hanya mampu terpaku kaku.
“Where are you going?” bisik suara bass itu tepat di telinga Belva.
“——I’m here, kitten.” bersama dengan ucapan tersebut, pinggang Belva di remat kuat oleh tangan kekar yang bersarang pada pinggangnya.
Setetes bulir kristal lolos dari netra cantik yang terpejam. Isakan kecil terdengar. Adrian melabuhkan satu tangannya pada pipi Belva. Tangan itu dengan tiba-tiba mencekam pipi Belva dengan kuat, yang tentu saja membuat Belva tersentak kaget.
“Don’t cry, Amira.” Bukannya menghentikan tangisan, gadis itu malah semakin keras menangis, membuat Adrian semakin mengencangkan cekraman tangannya pada pipi Belva.
“Amira,” geram Adrian.
“A––adri–an, s–stop it,” ujar Belva terbata.
“You started first, Amira,” sahut Adrian sembari menghirup wangi yang begitu ia rindukan.
“I’m sorry, please. L––lepasin, s–sak–hitt hiks.” Tangan mungilnya menggapai tangan Adrian yang berada di pipinya. Dia mencoba melepaskannya, namun nyatanya sia-sia. Tenaga Adrian lima kali lipat lebih kuat di banding dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ex Posessive
Ficção AdolescenteBlurb Tentang sebuah rasa yang dilandasi oleh obsesi. Tentang penyesalan yang tak kunjung hilang. Dan tentang kekecewaan yang mendalam. Adrian Devander. Pria dengan segala kesempurnaan. Ketampanan, kekayaan dan kejayaan. Dia pemilik segalanya. Namun...