Saka menatap dirinya pada cermin di kamarnya. Ia telah siap untuk berangkat ke sekolah. Namun, ia harus sarapan terlebih dahulu. Karena jika tidak, mamahnya pasti akan mengomelinya pagi-pagi.
Sebelum keluar dari kamarnya, ia mengambil tasnya yang tergantung di dekat lemari pakaiannya. Lalu saka berhenti sejenak di depan pintu. Ia merasa tidak nyaman dengan seragamnya yang terlihat sangat rapih dan sopan.
"Ini leher gue berasa kecekek dah. Gak usah pake dasi kayak biasanya aja lah. Ini baju gue keluarin juga lah. Eh gak usah lah kalo baju." Setelah melepas dasinya lalu ia masukkan dasi itu ke dalam kantong celananya. Lalu ia segera berjalan turun ke bawah untuk sarapan.
Entah kenapa hari ini Saka berusaha untuk terlihat rapih tidak seperti biasanya. Namun tetap saja ia susah untuk melakukannya, seperti dasi yang ia lepas kembali. Tetapi bajunya kini tidak ia keluarkan seperti biasanya.
"Pagi semua." Sapa Saka kepada keluarganya.
"Sini duduk! Mamah masak nasi goreng spesial nih."Mendengar ucapan mamahnya, Saka segera duduk di meja makan.
"Dasi Lo kemana? Kebiasaan banget sih. Sekolah tuh yang rapih! Eh, itu tumben baju gak keluar-keluar." Ucap Amanda. Kakak beradik ini pasti selalu ada saja yang berulah untuk sekedar cek-cok. Entah kakaknya yang mulai atau malah sebaliknya.
"Berisik lo. Suka-suka gue lah. Yang penting gue gak kayak mantan pacar Lo waktu SMA. Yang kalo sekolah gak cuma dasi yang dilepas, baju dikeluarin terus kancing baju dilepas semua. Mentang-mentang pake kaos dalemnya. Ter-"
"Ngomong lagi mulut Lo gue sumpel piring sekarang juga!" Ucap Amanda yang memotong omongan Saka. Apa-apaan adiknya itu? Jika menjawabnya bisa saja. Pake bawa-bawa mantan, itu sudah masalalunya. Masalalu biarlah masalalu kan? Tidak perlu diungkit-ungkit kalau tidak diperlukan.
"Gak usah bawel!"
Kesya tidak habis pikir dengan dua anaknya itu. Untung saja reno, papahnya itu ke kantor pagi-pagi sekali. Kalau tidak, mereka sudah pasti kena ceramahan pagi seperti biasanya. "Kalian ini, mamah pusing deh dengernya. Mau sarapan atau mau adu mulut sih?"
Mereka pun melanjutkan sarapan dengan hening, sesekali terdengar suara sendok yang bersautan. Lalu setelahnya terdengar suara teriakan dari luar yang memanggil nama Saka.
"Saka!!! Saka!! Maen Yoo!!"
"Saka!! Bolos Yoo!"
Saka hapal betul suara siapa itu, bahkan bukan hanya Saka tetapi orang-orang dirumahnya pasti tahu siapa pemilik suara-suara itu.
"Temen kamu tumben nyamper?" Tanya Kesya kepada anak bungsunya itu.
"Makanya itu mah, Saka juga bingung. Biasanya juga berangkat sendiri-sendiri ke sekolah." Jawab saka.
"Yaudah, ajak masuk sama sarapan bareng sekalian!"
"Siap mah."
Saka segera berdiri dan berjalan ke depan rumahnya. Ia heran ada apa dengan teman-temannya itu? Apa mereka kesambet? Ah, tidak mungkin.
Sampai di depan pagar rumahnya, benar saja ia melihat dua temannya yang sudah melambai-lambaikan tangan seperti orang yang sudah lama tidak bertemu. Lalu Saka membuka pintu pagar rumahnya itu segera.
"Pagi Saka." Sapa teman-temannya itu bersamaan.
"Ngapain lo pagi-pagi udah di depan rumah orang?" Tanya Saka ketika pagar rumah sudah terbuka.
"Yaelah sak, temen sendiri nih." Ucap Iyan.
"Tau lo! Kita tuh baek ya, pagi-pagi udah nyamper lo. Karena kita gak mau lo telat ke sekolah. Eh, ini malah diginiin. Gak suka gue sumpah. Gak like, gak like." Galang dengan raut kesalnya yang dibuat-buat.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALINSAKA
Teen FictionAlina Ravina, seorang siswi SMA yang selalu tampil dengan kesederhanaaanya. Ia menyukai seorang siswa laki-laki dalam diamnya. Dalam pendiriannya, ia tidak berharap banyak tentang rasanya itu. sekedar menyapanya saja itu sudah cukup. Terlebih lagi...