Senjani Andhara, gadis cantik yang akrab disapa Senja itu baru saja memasuki ruang kelas tepat ketika bel masuk berbunyi.
"Tumben lo dateng siang," ucap Azahra Yunanda, teman sebangku Senja.
"Telat bangun hehe," balas Senja cengengesan.
"Makanya jangan nonton drakor terus sampe pagi."
"Gue nggak nonton drakor kok," bantah Senja.
"Terus ngapain lo bisa telat bangun?" tanya Zahra.
"Semalem gue nge-stalk cowok."
"Hah? Seorang Senjani Andhara nge-stalk cowok? Kesambet apaan lo?"
"Nggak tau hehe," jawab Senja dengan polos.
"Siapa emangnya?"
"Namanya Jingga."
"What?!! Maksud lo Narajingga Akasa anak 11 IPA 1 itu??!!" pekik Zahra yang membuat semua mata tertuju pada mereka.
Senja menyenggol lengan sahabatnya, "Aduh, jangan keras-keras dong."
Spontan Zahra menutup mulutnya dengan kedua tangan. "Sorry sorry, habisnya gue syok."
"TEMEN-TEMEN, BU DEWI NGGAK MASUK JADI KITA FREE CLASS YUHHU!!"
Semua siswa sontak berteriak gembira karena free class masuk ke dalam kategori surga dunia bagi mereka.
"Yes free class!" seru Zahra. "Yaudah, tunggu apalagi buruan cerita."
"Cerita apa?" tanya Senja kebingungan.
"Itu soal lo suka sama si Jingga," bisik Zahra.
Senja tersenyum malu lalu mulai bercerita tentang kejadian di stadion tempo hari dengan menggebu-gebu.
"Setau gue, Jingga itu anaknya pendiem, cuek, dingin, jarang senyum," ucap Zahra. "Seriusan lo suka sama patung berjalan kayak gitu?"
Senja tersenyum malu-malu, "Kayaknya dia orang baik."
"Sebentar, Dita anak IPA 1 kan? Berarti dia sekelas dong sama Jingga?"
Senja menjentikkan jari, "Benar sekali."
"Yaudah, nanti minta tolong Dita aja buat nyomblangin lo sama Jingga," ucap Zahra. "Kantin yuk? Laper."
Senja mengangguk kemudian berjalan beriringan dengan Zahra menuju kantin.
Koridor sekolah tampak sepi dikarenakan jam belajar mengajar sudah dimulai dan kedua gadis itu berjalan menuju kantin dengan santainya.
"Eh, itu kelas Jingga bukan?" Zahra menunjuk ke arah lapangan.
Senja menoleh, senyuman melengkung di bibirnya ketika melihat Jingga di barisan siswa yang ada di lapangan.
"Samperin gih," suruh Zahra.
"A-apaan, liat tuh ada Pak Bambang," ucap Senja.
"Kalo nggak ada Pak Bambang emang lo berani nyamperin?"
"Hehe, nggak juga sih."
"Ah! Cupu lo!"
Senja tersenyum kecut kemudian membuang muka, entah kenapa ia menjadi kesal dengan sahabatnya itu.
"Ayo!" Senja terkejut setengah mati ketika Zahra menarik tangannya menuju lapangan.
"R-Ra, jangan gila deh!" seru Senja.
Tak menghiraukan sahabatnya yang memberontak, Zahra berhasil menyeret Senja sampai di lapangan. Dan saat ini, mereka sedang menjadi pusat perhatian puluhan pasang mata.
"Ngapain kalian disini?" tanya Pak Bambang, si guru olahraga yang tengah mengajar.
"Ini, Pak. Temen saya mau kenalan sama salah satu murid bapak."
Kaki Senja terasa lemas mendengar ucapan Zahra, ia ingin sekali kabur namun Zahra memegang tangannya erat-erat.
"Bukannya ini jam pelajaran? Ngapain kalian keluyuran?" tanya Pak Bambang alih-alih menanggapi ucapan Zahra.
"Bu Dewi nggak masuk, Pak. Kita kesini cuma mau kenalan aja kok, habis itu janji deh langsung balik ke kelas lagi," ucap Zahra.
Pak Bambang menghela napas pelan, "Nanti aja kenalannya pas istirahat. Sana balik ke kelas!"
Zahra mendengus sebal. Sementara itu, Senja hanya menunduk malu, sekalipun ia tak berani mengangkat dagunya.
"Yaudah, kalo gitu kita nggak akan pergi!" ucap Zahra.
"Udah, Ra. Jangan aneh-aneh," pelan Senja.
"Lo diem aja, kali ini pasti berhasil."
Senja menghela napas berat, hari ini ia akan berpasrah di tangan Zahra.
"Yaudah, cepetan," ucap Pak Bambang akhirnya. "Mau kenalan sama siapa?"
"Sama Jingga, Pak!"
Jingga yang tadinya santai-santai saja sontak terkejut mendengar namanya disebutkan, apalagi semua orang kini tengah menatap dirinya yang berada di barisan paling belakang.
"Ngapain kamu berdiri disana kayak patung? Cepat kesini!" perintah Pak Bambang.
"Saya nggak mau! Lagipula saya nggak kenal sama mereka," ucap Jingga dengan santai.
"Karena nggak kenal makanya dia mau kenalan, Jingga. Maju ke depan atau bapak kurangi nilai olahraga kamu?"
Jingga mendecak sebal dan mau tidak mau berjalan ke depan barisan.
"Cepat kenalannya, nggak usah lama-lama," ucap Pak Bambang.
Zahra mendorong Senja hingga gadis itu berdiri tepat di hadapan Jingga.
Senja meremas ujung roknya, jantungnya berdegup kencang seperti sedang menaiki roller coaster, padahal ia hanya berdiri di hadapan seorang lelaki yang semalam hadir dalam mimpinya.
"Jingga."
Senja melihat tangan Jingga yang terulur kepadanya, ragu-ragu ia menjabat tangan hangat itu, mematahkan segala rasa takutnya. "S-Senja."
Jingga segera menarik tangannya setelah Senja menyebutkan nama dan langsung kembali di barisannya semula.
"Udah kan kenalannya? Sana kembali ke kelas!" perintah Pak Bambang.
"Siap! Makasi, Pak!" seru Zahra kemudian mengajak Senja yang sudah seperti cacing kepanasan itu pergi dari lapangan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Jingga dan Senja
Teen FictionJingga itu cuek, tapi Senja suka. Entah apa yang dilihat Senja dari sosok Narajingga Akasa hingga ia rela menyerahkan seluruh dunianya pada lelaki itu. Bahkan ketika menghilang pun Senja masih setia menunggu kepulangan Jingga dengan segenap rasa ci...