10. Walk You Home

2 1 0
                                    

Pada akhirnya Jingga menuruti perintah sang bunda untuk mengantarkan Senja pulang ke rumah karena diancam. Padahal lelaki itu sudah mengadu pada ayahnya, namun sia-sia saja hmm.

Jingga yang sudah kesal setengah matipun menyetir mobil secara ugal-ugalan yang membuat Senja senam jantung dadakan.

"Pelan-pelan Jingga, rumah gue nggak kemana-mana kok," ucap Senja.

Jingga mendecak sebal walau akhirnya menurunkan kecepatan mobilnya. "Ngerepotin aja tau nggak!"

"Maaf."

"Ya ya," balas Jingga kemudian fokus kembali pada jalanan.

"Di depan belok kiri," ucap Senja.

Tak ada tanggapan dari Jingga, namun lelaki itu mengikuti petunjuk Senja.

"Itu rumah gue." Senja menunjuk rumah berwarna cream di kiri jalan.

Spontan Jingga memperlambat laju mobilnya kemudian berhenti tepat di depan rumah yang ditunjuk Senja.

"Ini rumah lo? Kecil banget."

Senja terkekeh pelan, "Iya, mama gue mampunya cuma segini. Memang nggak sebesar dan semegah rumah lo."

"Lo deketin gue pasti karena gue kaya kan? Ngaku lo."

"Gue bahkan nggak tau kalo lo orang kaya," ucap Senja jujur.

"Alah, alesan."

"Nggak mau mampir dulu?" Senja mengalihkan pembicaraan.

"Nggak sudi gue nginjekin kaki di rumah lo!"

"Iya, nggak usah ngegas juga dong," ucap Senja kalem.

Jingga membuang napas kasar lantas memalingkan wajahnya.

"Lo lucu banget kalo lagi ngambek gini," goda Senja.

"Bacot banget! Sana keluar!"

Senja terkekeh pelan kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. "Tadi gue dikasi ini sama anak panti."

Jingga memperhatikan origami berbentuk burung yang ada di tangan Senja.

"Lo mungkin bisa beli semuanya dengan uang, tapi lo nggak akan pernah bisa beli ketulusan seseorang," ucap Senja kemudian meletakkan origami tersebut di dashboard.

Gadis itu tersenyum sebelum akhirnya membuka pintu mobil. "Makasi banyak ya udah nganterin gue pulang, bilangin makasi juga sama bunda. Kapan-kapan ajak bunda main kesini ya."

"Itu bunda gue, bukan bunda lo!" seru Jingga.

"Sebentar lagi kan bakal jadi bunda gue juga wlee!!" Senja tertawa kemudian cepat-cepat menutup pintu mobil sebelum terkena amukan Jingga.

Gadis itupun memperhatikan mobil pujaan hatinya sampai benar-benar menghilang di perempatan.



"Siapa tuh?"

Senja terkejut ketika ada yang menepuk pundaknya dari belakang, "Ya ampun, Juna!! Ngagetin aja!"

"Itu bukannya mobil yang kemaren ngotorin seragam gue?" tanya Juna.

Senja menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "A-ah, masa?"

"Iya, gue hafal bener plat nomornya. Emangnya itu siapa?"

"Itu temen gue hehe."

"Cowok?" tatapan Juna tampak mengintimidasi.

"Hng.. iya," balas Senja.

"Oh."

"Ngapain lo kesini?" tanya Senja mengalihkan pembicaraan.

"Ini, mau balikin buku fisika yang kemarin." Juna mengeluarkan sebuah buku dari dalam tasnya.

"Gue kira lo lupa, baru mau minta biaya sewa," goda Senja.

Juna terkekeh pelan, "Nggak lah. Btw, thanks ya."

Senja tersenyum kemudian mengangguk, "Nggak mau masuk dulu?"

"Nggak usah deh, kapan-kapan aja."

"Loh, Senja udah pulang? Itu temennya kenapa nggak diajak masuk?" Astri tiba-tiba keluar menghampiri dua remaja itu.

"Kapan-kapan deh ya tante, soalnya saya masih ada urusan," ucap Juna dengan ramah.

"Oh, jadi ini yang sering dibuatin bekal sama Senja?" goda Astri.

Senja langsung mendelik, sementara Juna nampak kebingungan.

"Gimana? Masakan Senja enak nggak?" tanya Astri.

"A-aduh, mama masuk aja ya," ucap Senja sembari mendorong mamanya untuk masuk ke dalam.

"Nanti main kesini lagi ya, Nak! Kita ngobrol-ngobrol lagi!" seru Astri.

Senja menghela napas kemudian menghampiri Juna yang masih mematung di tempatnya.

"Sorry banget ya Jun, mama gue emang gitu," ucap Senja.

"Gapapa," balas Juna santai. "Emangnya yang dimaksud mama lo itu siapa?"

"Hng.. bukan siapa-siapa hehe."

"Apa cowok yang tadi?" tanya Juna yang sayangnya tepat sasaran.

Senja pun bingung mau menjawab apa.

"Kayaknya bukan orang baik-baik. Jangan deket sama dia, gue nggak suka," ucap Juna kemudian beranjak pergi.

Senja masih bergeming di tempat, menatap Juna yang sudah pergi dengan motornya. Kenapa lelaki itu terlihat marah?

***

Jingga dan SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang