6. Kotak Bekal

2 1 0
                                    

Pagi-pagi buta, Senja sudah berdiri di depan kelas sembari memperhatikan koridor sekolah yang masih sepi. Ia tengah menunggu kedatangan seseorang, siapa lagi kalo bukan pujaan hatinya.

Tak lama kemudian, yang ditunggu pun datang dan Senja pun menyambutnya dengan antusias.

Senja sudah memperlihatkan senyuman paling manis, namun Jingga malah melewatinya begitu saja. Menyebalkan.

"Jingga?"

Yang dipanggil lantas berhenti kemudian menoleh ke belakang. Senja tersenyum kemudian berlari kecil untuk menghampiri lelaki itu.

"Selamat atas kemenangannya di turnamen kemarin," ucap Senja.

"Thanks," balas Jingga seadanya.

"Eh, tunggu!"

"Apalagi sih?" tanya Jingga malas.

"Hng.. makasih. Kemarin lo udah udah nyelametin gue dari bola basket."

"Itu memang tugas gue. Lo nggak usah kepedan deh. Kalo itu bukan lo, gue juga bakal ngelakuin hal yang sama," ucap Jingga kemudian pergi.

"E-eh, tunggu dulu!" Senja berlari mengejar Jingga kemudian berhenti tepat di hadapan lelaki itu.

"Tadi pagi gue masak buat lo, diterima ya?" Jingga menatap kotak bekal yang berada di tangan Senja.

"Nggak usah, gue udah makan."

"Gapapa, lo bisa makan pas istirahat."

"Nggak usah repot-repot," tolak Jingga.

"Nggak repot kok. Ayo dong, terima ya??"

Jingga menghela napas kemudian mengambil kotak tersebut, "Dah, puas lo sekarang?"

Senja tersenyum penuh arti, "Makasih."

"Sama-sama," balas Jingga datar kemudian pergi meninggalkan gadis itu.

Senja benar-benar bahagia karena Jingga mau menerima bekal darinya, itu merupakan kemajuan yang cukup signifikan.

Senja pun tak lupa menceritakan momen tersebut kepada dua sahabatnya dan respon gadis-gadis itupun sama seperti dirinya.



"Semoga dia suka deh," ucap Senja.

"Pasti suka lah, masakan lo kan enak," ucap Zahra.

"Iya, kemarin aja gue sampe ketagihan sama ayam kecap lo." Dita menimpali.

Senja tersenyum, semoga saja lidah Jingga sama dengan lidah teman-temannya.

"Woi, ini kotak makan lo kan?" Sontak ketiganya menoleh pada Purnomo yang tiba-tiba nimbrung bersama gadis-gadis itu.

"Kok kotaknya bisa sama lo?" tanya Dita.

"Tadi dikasi Jingga, gilaseh masakan siapa nih? Enak banget anjirr!" seru Purnomo.

"Lo yang makan?!!" tanya Zahra.

"Iya, hehe." Senja menghela napas kemudian mengambil alih kotak tersebut dari Purnomo.

"Oh, lo yang masak ya? Gila, besok-besok sabi nih dimasakin lagi," ucap Purnomo tak tau malu.

"Heh, bilangin sama temen lo yang namanya Jingga itu ya, Senja udah capek-capek masak buat dia! Hargain dikit kek!" kesal Zahra.

"Oke, nanti gue sampein ke orangnya." Purnomo mengacungkan jempol.

"Nggak usah gitu juga kali Ra," ucap Dita. "Ayo sekarang kita labrak aja tu cowok blangsak!"

"Gasskan lahh!!" seru Zahra menggebu-gebu.

"Jangan.. gapapa kok yang penting makanannya habis aja," ucap Senja.

"Nggak bisa gitu lah!! Gue nggak terima temen gue diginiin. Ayo, Dit!!"

Dita mengangguk kemudian pergi bersama Zahra, sementara itu Purnomo sudah kabur duluan untuk memberi tau Jingga agar lelaki itu bersiap-siap.



"Eh! Lur! Gawat ieu teh!!" seru Purnomo yang baru saja sampai di kelas.

Jingga yang tengah mabar dengan Jovan hanya menoleh sebentar kemudian melanjutkan permainannya.

"Napa?" tanya Jovan.

"Si Jingga mau dilabrak sama cewek-cewek ganas!!"

"Siapa anjirr?!!" Jovan terlihat sangat terkejut sampai mematikan game di ponselnya.

"Si Dita sama Zahra!!"

"Wah, mati lo Ga. Setau gue Zahra tu nak taekwondo!" seru Jovan.

"Bodo amat njir," balas Jingga dengan santai.



"HEH SEMPAK KADAL!!" seru Zahra.

Seluruh anak IPA 1 lantas memusatkan perhatian kepada Zahra yang datang seperti orang kesetanan.

Purnomo dan Jovan sudah bersembunyi di pojokan kelas sementara Jingga hanya bergeming menatap ponselnya.

"LO BUDEK YA?!" Zahra merampas ponsel milik Jingga.

"Lo ngomong sama gue?" tanya Jingga.

Zahra terkekeh, "Songong banget ni bocah."

"Sorry, gue nggak pernah merasa punya masalah sama lo."

"Heh, lo tau? Senja udah capek-capek masak buat lo, harusnya lo hargain dikit napa," ucap Dita.

"Gue nggak pernah nyuruh dia masak buat gue," ucap Jingga santai.

"Ya, tapi-"

"Udahlah." Senja tiba-tiba datang dan menghentikan teman-temannya itu. "Masalah kecil nggak usah di gede-gedein."

"Ini bukan masalah kecil Senja, ini menyangkut harga diri lo!" seru Zahra.

Senja tersenyum simpul, "Ayo pergi dari sini."

Zahra menghela napas, ia tidak habis pikir kenapa temannya satu itu begitu baik.

"Ayoo!" Senja akhirnya menyeret kedua sahabatnya itu keluar kelas.

"INGET YA SEMPAK KADAL! URUSAN KITA BELUM SELESAI!" teriak Zahra.

***

Jingga dan SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang