BAGIAN 4

2.4K 279 176
                                    

"Kamu tidak khawatir dengan Alina?" tegur istrinya yang sedari tadi memperhatikannya melamun sebelum tidur. Biasanya, Pak Ivan membaca buku sampai dini hari, tapi sejak Alina pergi dari rumah, yang dilakukan pria itu sebelum terlelap hanya memandang kosong ke tembok. "Dia sudah berhari-hari tidak pulang. Hari pernikahannya juga semakin dekat."

Tak digubris-gubris oleh suaminya, Anne memukul lengan suaminya keras. "Kamu dengar aku tidak?"

"Huh," gumam Pak Ivan malas. Dia sudah meminta anak buahnya untuk memastikan Alina baik-baik saja di rumah Anand. Ingin sekali Pak Ivan datang ke sana, menarik Alina keluar dan menonjok Anand, namun hal itu tidak bisa dilakukannya. Entah dari mana Alina tahu bahwa dia bukanlah ayah kandungnya-yang Pak Ivan yakini-Anand-lah yang memberitahu. Alina butuh waktu untuk menerima kenyataan ini, pikir Pak Ivan setiap merindukan Alina. Barangkali, Anand juga mengatakan mengenai skandalku dengan ibunya. "Anne, menurutmu dari mana Alina tentang kebenaran itu? Apakah menurutmu, dia tahu siapa ayah kandungnya?"

"Aku rasa tidak, bahkan almarhumah Hani juga tidak tahu kan siapa ayah Alina," jawab Anne datar. Ia kembali menunjukkan kekhawatirannya. "Kapan kamu mau menemui Alina? Dia tidak bisa lama-lama bersembunyi di rumah Anand, belum lagi kalau mereka melakukan hal yang tidak-tidak."

"Alina tidak akan melakukannya. Aku kenal sifatnya."

"Lalu kapan? Kalau pernikahan itu terjadi, kamu harus segera mengurus terkait ayah kandungnya yang akan menikahkannya," kata Anne lagi.

"Pernikahan itu tidak akan terjadi," jawab Pak Ivan tegas. "Aku tidak sudi membiarkan Anand masuk ke dalam kehidupanku, apalagi aku tahu niatnya sekarang untuk membalas dendam, bukan untuk membahagiakan Alina."

"Apa yang akan kamu lakukan?"

"Jangan pusingkan hal itu. Sebaiknya kamu minta Bibi membersihkan kamar Alina. Dia akan kembali secepatnya."

Waktu ke hari pernikahan sudah mepet. Pak Ivan tidak bisa mengulur waktu, oleh karenanya dia segera mengundang Anand ke kantornya. Mulanya Anand terdengar ragu untuk mengiyakan permintaan Pak Ivan untuk datang melalui telepon.

Pak Ivan menyodorkannya suatu dokumen. "Ini draf akta hibah saham saya padamu. Silakan ambil, dan tinggalkan Alina."

Sesaat Anand menyipitkan matanya. Dia tidak percaya demi kebahagiaan Alina, yang notabene bukan anak kandung Pak Ivan, Pak Ivan rela melakukan apa saja. Anand kemudian tertawa masam. "Ya, tentu saja. Anda pasti tidak rela berdekatan dengan anak kandung Anda, kan?"

Pak Ivan tidak menjawab hal itu. "Saya juga sudah mengusulkanmu untuk jadi Direktur Utama menggantikan saya. Setelah Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa, kamu akan sah menjadi Direktur Utama. Sebagai gantinya, saya ingin kamu berjanji di atas kertas bahwa kamu tidak akan mengganggu Alina lagi."

"Barangkali Anda lupa. Alina yang mengejar saya."

"Apakah kamu sama sekali tidak mencintai Alina?" tanya Pak Ivan tajam. "Setelah selama ini dia menyayangimu dengan tulus, apa yang kamu rasakan terhadapnya?"

Sejak Alina tinggal di rumahnya, sebenarnya Anand sudah merasakan sesuatu yang membuatnya bergejolak setiap saat. Hatinya senang ketika Alina pulang dari kerja. Matanya tak berhenti menatap Alina setiap Alina berada di dekatnya.

Namun hal itu tidak dikatakannya pada Pak Ivan. Untuk melukai hati pria di depannya, dia menjawab, "Saya merasa kasihan. Apakah dia tahu bahwa dia anak haram sama seperti saya?"

"Bajingan kamu," desis Pak Ivan berdiri dari duduknya.

"Tidak usah repot-repot memukul saya. Saya akan menepati janji saya untuk meninggalkannya," jawab Anand tenang. Dia meraih dokumen di atas meja Pak Ivan. "Draf ini akan saya review, takut-takut ada yang typo. Selamat siang, Ayah."

Bye, Love #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang