Alina pergi sejauh yang ia bisa. Ia berlari keluar pagar rumahnya, berjalan entah ke mana, dengan perasaan kecewa yang tak bisa digambarkan olehnya. Pertama, Anand melukainya hari ini dengan sikapnya yang tak biasa, dan sekarang fakta mengejutkan ini... Papa bukan ayah kandungnya! Entah siapa ayah kandungnya sampai keluarganya membohonginya dan memperlakukannya seperti orang bodoh.
"Masih mencintainya, huh?"
Mama Anne merujuk pada Bu Hani, ibu Anand... Ibu? Papa pernah-atau masih mencintai ibu Anand? Rahasia apa yang selama ini mereka sembunyikan dari Alina? Mengapa mereka tak pernah memberitahu Alina yang sebenarnya? Apakah sikap Anand yang kasar padanya... ada hubungannya dengan ini?
Apakah Anand tahu bahwa dia bukan anak Papa-Pak Ivan-dia? Ah, aku bahkan tidak bisa menyebutnya atau memanggilnya Papa lagi, keluh Alina dengan langkah cepat yang tak terarah. Selama ini Anand tidak pernah mencintaiku. Barangkali.. Aku tidak mau berpikir sinis, tapi bukankah salah satu dia mau menerimaku karena aku anak dari keluarga terpandang? Setelah dia tahu aku bukan anak dia, Anand memilih untuk meninggalkan aku?
Bisa saja, kan? Tidak, tidak mungkin. Anand bukan tipe yang materialistik. Iya dia dingin. Iya dia datar. Tapi materialistik?
Pada saat yang sama ponsel Alina berbunyi. Mama Anne meneleponnya, yang langsung ditolak oleh Alina. Saat ini dia butuh waktu untuk sendiri.
Kakinya belok ke kedai kopi terdekat dari rumahnya. Dia duduk di sana, memesan secangkir kopi hitam pada pelayan, kemudian ia kembali memikirkan apa saja yang baru didengarnya. Kalau betul dia bukan ayah kandungku, lalu siapa? Ah, apakah betul begitu? Almarhumah Mama begitu lemah lembut, penyabar, dan rasanya tak mungkin almarhumah Mama berselingkuh dari dia. Yang kutahu selama ini, dia yang mengkhianati Mama dengan Mama Anne.
Mungkinkah semua itu bohong?
Aaagh, aku tidak tahu mana yang benar, keluh Alina putus asa. Mereka bahkan bisa bungkam padaku dari kenyataan yang besar ini. Apa yang bisa kupercayai sekarang? Siapa yang bisa kutanyai?
Dirasakannya ponselnya bergetar lagi. Kali ini Anand yang menelepon. Alina menggeleng. Tidak, dia tidak bisa bicara dengan siapa pun. Ia merasa menggigil. Dadanya panas. Di dalam hatinya ia merasa pilu. Alina kira Anand hanya sekali saja meneleponnya, tapi ternyata pria itu terus-terusan melakukannya. Terpaksa Alina mengangkat.
"Di mana kamu?" Terdengar suara Anand yang dingin seperti biasa. "Aku mau minta maaf soal tadi pagi. Tidak seharusnya aku memperlakukanmu begitu."
"Seharusnya dari awal aku nggak kenal sama kamu." Begitu kan yang dikatakan Anand tadi, pikir Alina. Dia bukan seperti orang yang sedang emosi. Cara matanya menatapku sangat nyata dan aku merasakan penyesalannya.
"Alina? Kamu dengar aku, kan?"
"Jangan telepon aku lagi," jawab Alina parau. "Aku mau sendiri. Dan aku juga tahu kamu perlu sendiri juga. Sebaiknya kita jangan berkomunikasi dulu."
"Alina, maafkan aku. Aku benar-benar tidak bermaksud bersikap kasar dan menghina ayahmu," sahut Anand. Nada suaranya berubah menjadi memelas. "Kamu sudah sampai rumah? Hari ini mau ke mana? Aku antar. Hari ini aku cuti."
Kenapa dia tiba-tiba bersikap begini, pikir Alina curiga. Aku tahu dia paling ogah bertemu denganku. Apakah dia punya rencana buruk? Ah, kenapa aku jadi mudah sinis begini? Tapi bukankah wajar, setelah apa yang orang-orang di sekelilingku membohongiku?
"Kamu nggak dengar aku? Aku mau sendiri!" bentak Alina berang.
Alina tidak mau mendengar apa-apa lagi, oleh karenanya dimatikannya ponselnya segera. Dia benar-benar kalut saat itu. Pikirannya tidak bisa berjalan dengan normal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bye, Love #Completed
Romansa"Kenapa kamu tidak bisa mencintai aku, Anand?" tanya Alina putus asa. "Kamu.. Kamu akan menyesal jika kamu meninggalkan aku, karena hanya aku yang bisa mencintai dan menerima kamu!"