Tiap minggu dia sering mengajakku jalan. aku turuti semua keinginannya sebisaku. dia pernah berkata, "aku ingin menikmati masa-masa terakhirku sebagai warga indonesia."
aku turuti kemana ia pergi. ke mal, tempat rekreasi, bahkan pantai. ternyata mengikuti gaya hidupnya pun aku tak bisa. dia hidup di gunung emas. aku hidup di lautan comberan.Terkadang, kami berdamai pada beberapa bagian. soal musik, pendidikan, kenegaraan, hingga kuliner. kami sama-sama punya hobbi yang lumayan unik. bersepeda pada pagi hari, suka menulis puisi dan lagu, bernyanyi bersama, suka buku-buku novel. dia bahkan ingin kami menyempatkan diri bersepeda bersama suatu hari nanti.
Begitulah kami memulai suatu hubungan. aku tidak menyebutnya cinta. tapi aku juga tidak menyebutnya biasa saja. dia istriku hanya dalam ikatan agama. tapi, aku merasa dia bukan siapa-siapa di dunia nyata. dia lebih banyak mengaturku, bahkan aturannya lebih ketat dari ibuku. aku harus tidur jam 9, harus minum susu, harus bangun subhu, dan harus rajin belajar.
Hingga pada hari penting itu..
"besok ujian akhir, kan? biar aku yang jemput kamu. malam ini jangan lupa banyak doa, banyakin belajarnya. jangan tidur malam-malam!" ceracaunya melebihi ibuku. aku hanya bisa menjawab iya, iya, dan iya. bahkan, malam harinya ia sempat kerumahku, mengajariku pelajaran yang diujikan. aku merasa malu.
Saat hari ujian ia semakin care padaku. tiap malam, dia juga datang ke rumah hanya untuk mengajariku pelajaran yang diujikan. dia memang smart. aku mengakuinya.
***
Rangkaian ujian menegangkan akhirnya berakhir, wajahnya terlihat semakin berseri. aku suka jika dia menunjukan wajah cerianya. kecantikannya berbalut keluguan, innocent, dan kepasrahan.
"gimana? bisa ngerjain?" dia tersenyum khas sipitkan mata.
"bisa dong. bahasa inggris." aku masuk ke mobilnya.
"oke. buat ngendorin syaraf-syaraf kamu yang udah tegang tiga hari ini, aku traktir kamu es cream coklat sepuasmu."
"es krim coklat? aku ngga suka"
"kamu harus suka!" dia memaksa ku.
"ta-tapi."
"ngga ada alasan! es krim cocok buat nenangin diri. coklat bagus buat menstimulus hormon bahagia."
Dia tersenym dan memacu mobilnya ugal-ugalan. di ice cream house, kami memesan berbagai macam menu hingga meja makannya tak cukup lagi untuk meletakan makanan yg dipesan. kami saling tertawa, saling bercanda. hari itu aku melepas semua bebanku. dan aku semakin senang melihat tawa lepasnya.
"dua hari lagi. kamu tahu apa itu?"
"tanggal 15 Oktober."
"pinter!"
"kenapa emang?" lengkingku.
Dia diam. aku makin bertanya-tanya. bahkan, dia belum memberi isyarat hari apa itu. jantung ku berdebar. mungkin hari itu hari nya harus kembali ke jepang.
"kamu nggak tahu?" dia membelalakan mata." aku bungkam menggeleng.
"hari ualng tahun istri sendiri aja ngga tau. payah."
Aku baru bernafas lega. meneruskan makan es krim.
"jangan lupa kasih aku kejutan! kalo nggak, awas ya!" pelototnya.
Aku sempat tersedak mendengar suaranya. "i-iya, iya!" dia tertawa melihatku batuk sengsara tersedak. "ya udah, kita pulang, Hiro!"
"hiro?!" aku seketika membeku mendengar dia memanggil nama aneh itu.