chapter 2

909 14 0
                                    

jadi seperti itulah aku di takdirkan bertemu dengannya. namanya Prilly A Latuconsina, anak tunggal dari pasangan terpandang di solo, masih keturunan ninggrat keraton. dy memutuskan sekolah di salah satu sekolah swasta yg sngat masyhur di jepang. disana dy tinggal bersama neneknya, yg masih keturunan orng jepang. aku belum tahu bnyak tentangnya waktu itu.

ibunya seorng pegawai BPS tinggat atas yg selalu sibuk, jarang pulang kerumah. aku dan ayahku pernah sesekali menyambangi rumahnya untuk membicarakan pernikan itu. kami menunggu beliau selama 3 jam. kata pembantunya, ibu masyitah sedang meeting.

aku sempat melihat foto keluarga sukses itu ketika pertama kali ada di ruang tamunya. sosok bidadari putih mulus yg belu pernah ku lihat, berdiri diapit seorng lelaki seumuran ayahku. di sisi kirinya, berdiri seorng wanita bersanggul, berkebaya putih, berwajah cerah yang sangat anggun. aku sempat minder. aku tahu diri siapa aku, siapa ibuku, dan status sosial kami.

"prilly akan pulang ke semarang besok kamis. kemungkinan kita akan mengadakan akad nikahnya pada hari jumat," merdu suara si nyonya janda kaya itu pada kami.

"saya setuju. apalagi hari jumat adalah hari yang baik untuk mngadakan akd nikah." ayah tersenyum sambil melirikku yg waktu itu sering diam menatap seisi ruanh tamu yg mewah di sana.

mereka saling berbicara jauh tentang acara pernikahan, siapa sajakah orng yg akan di undang, termasuk mas kawinnya. tiba2 saja ibu masyitah menatapku dengan senyum mengembang.

"nak ali kerja apa, ya?"

tenggorokanku seperti tercekik mndengrnya. ayahku mnyenggolku. aku mnjawab terbata2, "sa-saya masih sekolah kelas 3 SMA, bu."

saat itu, wktu seakan terehenti, udara panas mngitari leherku. keringat dingin bercucuran semakin deras dari dahi. alis ibu masyitah dinaikan. dalam fantasiku, beliau seperti berubah mnjadi rubah yg sedang mngintaiku dan sekejap saja bisa mmbunuhku dengan sekali cekik.

suasana menjadi sepi. ibu masyitah tersenyum lebar. "saya tdk mempermasalahkan. tapi kembali kepada anak saya, ap di mau pak? tpi, semoga saja di mau menjalankan wasiat itu. dy sngat mencintai ayahnya ketimbang saya. maklumlah, sjak kecil dy sudah sngat akrab dngan suami saya."

kami pulang dengan perasaan yg tak mengenakan. pernikah itu sepenuhnya berada di tangan prilly, calon istriku. aku tahu diri. dy lebih kaya dari aku, mana mungkin mau denganku?

pernikan itiu tentu saja sudah terlihat "cacar dan gagal" dari awal. aku sudah yakin prilly pasti tak akan pernah mau menikah siri dengan pemuda dari pinggiran kota, hanya karena wasiat ayhnya.

aku menunggu selam seminggu hanya untuk suatu keputusan yg mungkin sudah di ketahui dari awal. keputusan itu akan membebaskanku dari segala ikatan. aku tdk akan prnah mnikah dengan seorng yg belum pernah sama sekali ku kenal.

ternyata tuhan punya kehendak lain seorng utusn dari ibu masyitah datang kerumah mngabarkan ji prilly akan segera pulang. prilly mnyetujui pernikahan siri itu. ayah ibuku bngga bukan main, mereka seakan tertawa di atas penderitaanku.

aku sempat tak habis pikir, bagaimana mungkin wanita seperti dia mau menikah denganku. aku menduga2, mungkin saja dia hanya ingin mmbahagiakan almarhum ayahnya dengan mnjalankan wasiat "terkutuk" itu.

jantungku semakin berdetak tak karuan. hari2 mnuju kiamat itu semakin cepat mnghampiri ku. tidur tak pernah nyaman. makan tak pernah enak. selalu saja momok itu menghantuiku. ayah ibuku sesekali mnggoda, "kamu bakal jadi mantu orng kaya, bakal punya istri cantik. persisi apa yg di impikan nenekmu."

aku jauh2 hari sudah memimpikan punya rumah sederhana, punya istri shalihah, punya 2 anakyang lucu dan berbakti pada orn tua. sedangkan prilly, aku mmbayangkan sebagai wanita penakluk. di balik paras cantiknya, mungkin saja mngandung sejuta bisa. dy mungkin saja akn mmperbudakku, mnganggapku sampah belaka. prilly jg bukan wanita berjilbab. tpi, kenapa ayah tetap ngotot ingin mnjodohkan ku dengannya?

sempat aku menanyakan pada ayahku perihal status prilly dan kualitas agamanya. ayah hnya menjawab, "bapak yakin wânita shalihah. anaknya didikan fatuhiyyah, tentu saja prilly dididik ala pesantren. tang sja li." aku hnya menurut.

hari ini kiamat itu sudah tiba, tepatnya malam jumat. aku sudah berdandan necis. para tamu dan keluarga mempelai wanita sudah datang denagn sedan-sedan mereka. sedangkan, dari keluarga kami tdk ad satupun yg memiliki mobil.

para hadirin, seskali menertawakan pakaianku wktu itu. jas hitam kebesaran ukuran dan peci yg sempit. di tambah waaku yg terlihat msih ingusan. mereka tak percaya jika sebentar lagi aku akan mnjadi suami bagi seorng wanita luar biasa yg kelak mngubah hidupku.

dia dtang diapit dua sepupu wanitanya. aku ingat betul, dy memakai kebaya putih bercork bunga melati. saat berjalan pelan, dia serbakan aroma mawar yg ringan tpi membekas dihidung, tak membuat kepala pening saat menghirupnya. wajahnya msih tertutup cadar sutra. rasa merinding tetap ada, apalagi rasa grogi. di tempatku, ad adat jawa akulturasi islam yg msih melekat jika acara pernikahan seperti itu. akua menyiapkan mas kawin berupa seperangkat alat sholat dan Al-Qur'an.

beberapa kali sempat aku melirik prilly berada di belakangku. dan orng2 msih mengitariku. acara di mulai ketika penghulu, paman prilly, berpidato sejenak tentang maslah pernikahan yg intinya menjelaskan pernikahan adalah sunah yg sngat dianjurkan oleh rasulullah.

penghulu memegangi tanganku tanganku yg semakin gemetar. kurasakan udara seketika berhenti. orng2 mmandangku dengan mata jarangnya, menunggu apa yg dilakukan si culun dihadapan mereka.

ijab kabul itu di ikrarkan dengan bahasa arab. paman prilly mengucap dan aku menjwab. kemudian, para sksi mnyahut sah. perlahan rasa takut itu hilang, jantungku berdesir lamban. saat itu juga aku legal memanggil nya istri.

aku belum berani menatap prilly dan menemuinya. justru wanita itulah yg mndatangiku dan mencium tanganku. aku sempat seperti kena setrum. melihat wajahnya secra langsung saja belum pernah. entah waktu itu aku rasakan, ketika dia mencium tanganku, dy adalah sebaik-baik wanita yg di pilih tuhan untukku.

dy menatapku secara langsung. subhanallah. salam sejahtera wahai bidadari bumi. aku memujinya dalam hati. matanya indah. alisnya serasi. bibirnya merah, manis, dan segar. pipinya chubby. hidungnya matang. lehernya panjang putih seperti polesan pualam. aku tak bisa bicara. pandangan kami saling berbenturan di udara. senyum kami saling beradu mesra dalam pandangan pertama.

dalam fantasiku, senyumnya lebih manis dari secangkir cokelat yg paling legit y pernah ku minum. aku memang beruntung bisa menjadi suami sirinya. meski mungkin aku masih mengambil jarak, karena dia tdk mungkin begitu saja mau mengakuiku sebagai suaminya.

begitulah kami bertemu untukpertamakali. aku kaku di hadapanya, lebih banyak diam, lebih bnyak menunggu respons, lebih pasif. aku tak tahu harus memulai kehidupan kami dari mana.

sesuai kesepakatan, prilly belum boleh tdr seranjang denganku sebelum aku bisa memberi nafkah harta untukny. dy pulang bersama keluarganya. sepatah kata sempat terucap saat dy berpamitan, "semoga kita bisa lebih saling mengenal. senang bisa bertemu denganmu ali."

dy tersenyum.khas senyumnya pejamkan mata, smiling eyes. aku sempat terpana. responsku hanya mengangguk. betapa bodohnya aku saat itu.

Jodoh pasti bertemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang