Di dalam rumah sudah ad lilin2 kecil di beberapa sudut ruangan. Dia memberi kejutan candylight dinner. Aku kira dia bukan tipe cewek romantis. Entah apa yg dia inginkan waktu itu. Dan entah sejak kapan dia menyiapkannya. Tentu saja aku takjub.
Pintu rumah dikuncinya. Kami duduk berhadapan. Dia menyuruhku menuang minuman bersoda di gelas kristalnya. Prilly tersenyum. Wajahku memerah menatapnya. Ya Allah, betapa cantiknya istriku.
Aku tak akan melupakan begitu sja. Dia memakai gaun hitam berbeludru. Dilehernya melekat kalung mutiara berkilau. Lipstik merah dibibirnya terpantul cahaya lilin, basah. Rambutnya tergerai indah seperti rajutan sutra. Dan matanya yg indah, nyaman dipandang. Bedak di wajahnya juga tipis, tdk menor, alami, cantik. Aku tak bisa smbunyikan kekagumanku.
"Kapan terakhir kali kamu nge-date?"
"Belum pernah."
Dia terkekeh meledek, "sudah kuduga. Kamu ini pemuda unik. Jarang aku nemu pemuda seperti kamu."
"Ya. Populasi pria culun seperti aku memang di takdirkan hidup sedikit dibumi ini.
Dia menggeleng menutupi bibirnya dengan tangan.
"Kamu nggak culun. Hanya saja lugu. Kamu lugu, li. Kamu pria yg belum bnyak terjamah kerasnya arus globalisasi. Kamu beruntung hidup di pinggiran kota, dididik ayah ibu yg penuh cinta, dengan lingkungan yang agamis. Aku cemburu padamu."
"Cemburu?"
Dia menghabiskan tegukannya. "Aku cemburu nggak bisa lagi ngerasain cinta orangtua. Sejak aku berumur empat belas tahun, papa dan mama lebih sering mengurusi bisnis mereka.
Aku seperti hidup sendiri." Dia mulai ceritanya. Aku mendengarkan.
"Setidaknya kamu udah merasa dewasa waktu itu." Dia menggeleng. "Aku masih ingin dimanja. Di rumah ini, aku merasakan kebahagiaan orngtuaku. Papa yang mengajari mengaji, mama yg mengajari menyelesaikan pekerjaan sekolah. Aku rindu saat2 itu." Tiba2 saja air matanya tumpah. Aku menjulurkan sapu tangan untuknya. Dia mengambilnya.
"Lanjutkan ceritama!"
"Saat mama memutuskan untuk bekerja, keluarga kami mulai nggak harmonis. Mama seperti wanita yg nggak ku kenal. Dia lebih memilih urusan kantor ketimbang papa dan aku. Aku mulai semakin melebarkan hubunganku pada mama. Itulah kenapa alasan nya aku lebih dekat ke papa."Aku menuang soda stroberi ke gelasnya lagi. "Apa karna itu juga kamu masih dendam sama mama?"
"Mungkin saja. Ada sesuatu yang masih melekat di benakku. Aku belum bisa begitu saja melepas masa laluku. Dan aku menganggapnya karana mamakulah yg mengacaukan keharmonisan keluarga kami. andai saja mama waktu itu nggak jadi wanita karier, dia..."
Aku menyela. "Masa lalu nggak perlu di ungkit lagi. Biarlah masa lalu cukup dijadikan pelajaran. Kamu hidup di masa sekarang. Bukan masa lalu."
"Kamu nggak tau gimna perasaan aku. Jangan sok menggurui, deh!" Celetuknya.
"Aku nggak sok menggurui. Aku juga ngerasain, perih punya kenangan manis di masa lalu. Dan mau nggak mau, aku harus meninggalkannya. Masa depan nggak bakal menunggu kita. Kita yg harus mengejarnya, untuk kehidupan yg lebih baik."
Kami saling pandang. Matanya berkaca. Aku mengambil tisu. Dan entah, gerak refleks aku atau bgaimna, aku menyapu air mata dipipinya.
"Thanks, li. Kamu manis."
Aku tersenyum. Dia membalas senyum. Ada getar hati yg membuat jalinan kami semakin dekat, semakin aneh, semakin susah di diskripsikan.Dia beranjak dari tempatnya. "Aku panasin makanan dlu. Tunggu aja kamu di situ!"
Aku tak menurutinga. Aku beranjak ke tempat VCD player. Disana bnyak tumpukan CD sheila on seven. Aku putar CD album 7 desember.Dia kaget. "Hey! Kamu muter lagu sheila on seven?!" Celotehnya sambil melangkah ke meja dan menggotong dua piring nasi goreng.
Aku tersenyum. "Maaf kalo kamu nggak nyaman, aku fans beratnya SO7."
"Nggak perlu minta maaf. Aku juga fans kok."
Suasana kian mencair di iringi lagu yang mendayu dan nyala api lilin yg menari. Kami makan berdua saling berhadapan. Dan saat lagu itu muncul...
"Jangan puter lagu ini!" Pekiknya tiba2.
"Kenapa? Hingga ujung waktu, bagus kok!"
"This song reminds me to my ex boy!"
"Padahal, ini salah satu lagu favorit aku." Aku tersenyum.
"Stop it please! Ganti yang lain!"
Aku menghiraukannya. Dia uring-uringan. Aku hanya bisa tertawa.