"Kamu yang rancang rumahnya?" tanyaku heran.
"Aku cuma rancang dalam rumahnya, bukan rumahnya!" katanya sembari membuang muka. "Aku bukan arsitek, aku gabisa bikin rumah" lanjutnya.
"Loh aku kira sama aja?"
"Haduh kamu ini, cowok-ku bukan sih? hah?"
Aku kembali tersenyum lalu menatap ke langit. Selimut yang kami pakai rasanya terlalu tipis untuk menciptakan rasa hangat yang berlebihan ini. "Sepertinya, aku emang benar-benar jatuh cinta sama kamu" kataku coba membuat suasananya lebih tenang. Aku gak berani menatapnya, wajahku pasti merah. Ahh, sudah lama aku gak ngerasain hal yang kayak gini. Punya pacar benar-benar menyenangkan yah!
Lima menit berlalu sampai kata-katanya memecah keheningan panjang di malam itu.
"Kenapa kamu cinta sama aku?" aku yakin dia mengatakannya sambil menatap ku dalam-dalam. Aku masih gak berani melihat kearahnya. lagipula, jarak kami terlalu dekat untuk saling bertatapan. Jadi kurasa, gak perlu, lah.
"Apa aku perlu alasan?"
"Perlu. Aku yang perlu dengar alasan kamu"
Kedengarannya dia ingin bicara serius kali ini. Aku mulai merasa gak nyaman. Aku segera keluar dari cengkraman selimut tipis yang mulai membuatku sesak nafas.
"Aku gak punya alasan" kataku singkat, kali ini, dengan membalas tatapannya sedalam mungkin. Gak sampai lima detik aku berbalik lagi menatap langit malam. Diiringi suara jangkrik. Kami kembali hening lagi.
"Tapi... kalau nantinya sampai...."
"AKUUU!!!" tiba-tiba kata-kata itu keluar begitu aja dari mulutku "AKU CINTA KAMU!"
"HEI AKU BELUM SELE...."
"DAN AKU GAK PERLU ALASAN UNTUK JATUH CINTA SAMA KAMU!! DAN AKAN TERUS BEGINI SAMPAI 200 TAHUN KEMUDIAN!!!"
Ahh, akhirnya aku kelepasan. Sekarang dia pasti menganggapku aneh. Aku meracau seperti itu, padahal lagi gak mabuk. Ahh, aku malu setengah mati. Wajahku pasti seperti kepiting yang baru di lempar ke air rebusan.
"Terimakasih. Walaupun, 200 tahun itu pastinya terlalu lama untuk kita berdua hahaha"
Aku terus berdiri menatap langit. Sesekali kulihat lampu-lampu kota yang ternyata lumayan juga kalau dari atas sini. Rasanya seperti ada di dalam film komedi romantis. Biasanya, setelah ini, aku si tokoh utama bakal ngomong hal-hal bego yang bikin kita berantem hebat.
"Kamu tau kan? aku ini minimalis. Keinginanku gak banyak. Aku cuma mau bisa hidup lebih lama, supaya bisa jatuh cinta sama kamu lebih-lebih-lebiiiih lagi" Ya, yang ini udah pasti gombal. "Dan, aku gak mau ada banyak piring di rumah kita nanti. Cukup untuk kita dan anak-anak aja"
"Hah? anak-anak?!" dia segera membungkus dirinya rapat-rapat dengan selimut tipis itu. Segitu gak maunya kah dia punya anak dariku?
"aku belum siap punya anak! aku bahkan belum siap nikah! lagian, 'anak-anak' itu terlalu banyak, 1 anak aja cukup kan?!
arghhhh mana bisa!" katanya dari dalam selimut. Suaranya seperti terkena efek peredam.
"Apanya?" apa aku terlalu polos sampai harus bertanya? aduh begonya keterlaluan.
"Maksudku, kalau ada tamu gimana? kalau tamunya lebih dari 2 atau bahkan 3?! masa iya gak kita tawarin makan??"
Wahh, ternyata dia sudah masuk kedalam permainan imajinasi liarku. Baiklah, aku lanjut.
"Kita bisa tanam pohon pisang!"
"pohon pisang?"
"iya! kalau ada tamu, kita bisa bikin liwetan pakai daun pisang! kalau sudah selesai tinggal buang. Daun kan gampang di urai, benar ga?"
"Ah, iya juga. Lalu, kalau daunnya habis?"
"Kita jangan terima tamu dulu! kita bilang aja lagi liburan ke hokkaido!"
"Ahahaha ngaco banget! aku mau ke Hokkaido!" Kamu juga mulai ngaco kan, pikirku. Menyenangkan sekali bisa mengajak orang masuk ke dalam kekacauan yang kita ciptakan.
"Oke! kita bulan madu kesana ya!" kataku yang mulai kelewat terbawa suasana.
"Ahahaha kamu emang ngaco ya orangnya. Aku suka.."
"Suka?"
"Iya, suka kamu. Sampai tahun 2220" wah, memang sih dia pakai gombalanku. Tapi, rasanya ada yang janggal.
Aku gak bisa menemukan kata atau rasa yang tepat untuk menggambarkan 'janggal' yang ku maksud. jadi aku hanya membalasnya dengan
"oke, kalau gitu, aku sampai 2221"
...........................
...........................
Satu tahun berlalu sejak percakapan kami di bawah langit malam yang begitu hangat. Aku masih bisa ingat rasanya berada dalam selimut tipis yang kami beli di toko oleh-oleh dekat perkemahan itu.
Malam ini, langitnya sama indahnya. Namun dinginnya minta ampun. Aku rasa bukan cuacanya yang semakin dingin, tapi tubuhku yang sudah menua 5 tahun lebih cepat dari yang seharusnya.
"Oiiii! kau bisa masuk angin loh kalau gak cepat balik ke mobil!" teriak kawan kantorku yang samar-samar tersapu angin malam.
"Yaa! rokonya masih panjang! Kenapa gak kalian aja yang kesini??" teriakku, aku gak yakin mereka dengar. Sebenarnya, aku juga gak ingin mereka datang menghampiriku. Aku benar-benar ingin sendiri saat ini.
"Suka belum tentu cinta"
kata terakhir dari selebtwit yang kubaca barusan melengkapi momen malam ini.
Kalau mengingat apa yang kami bicarakan tahun lalu, aku jadi kesal sendiri. Apa yang kami berdua bicarakan waktu itu, rupanya sudah lebih dari candaan. Itu lebih seperti, omong kosong yang sangat menyebalkan.
Karena besok hari pernikahannya, rasanyaaku gak ingin balik ke Jakarta sampai 200 tahun lagi. huft.
Ahh... pipiku basah. Hujan tiba-tiba memang biasa terjadi di tempat wisata alam seperti ini sih.
Aku... kenapa bisa jadi menyedihkan begini ya? rasanya apa yang kujalani sekarang gak ada gunanya. Buat apalagi aku hidup dengan ambisi kalau semuanya gak ada yang bisa ku gapai...
"Oi! kamu bisa mati loh kalau gak masuk ke mobil"
"Aku gak gampang mati! hahaha aku ini immortal kayaknya"
"Terserah deh. Ya, kalau kamu gak mati, bisa-bisa kami yang mati bosan karena nungguin kamu, dasar brengsek! ayo masuk ke mo..." kata-katanya terhenti setelah menatap wajahku "loh.. kenapa?"
"Ah.. aku minta perpanjangan waktu. 15 menit boleh kan, bu kepala cabang?"
"Yah.. kalau gitu, jangan bunuh diri ya"
Kejamnya! apa semua wanita cantik seumurannya yang belum menikah mulutnya sekasar itu??
"Tolong jangan lakuin hal bodoh. Aku dan mereka yang ada disana butuh kamu. Aku butuh kamu. Jadi, kalau kamu mati. Aku akan membunuhmu" lalu wanita itu berjalan tanpa menoleh. Tangannya mengepal tanpa aku tahu apa artinya.
Lagian, SIAPA SIH YANG NIAT MATI DI SINI?! dasar wanita gila!
Setelah kupastikan mereka semua masuk ke mobil, aku kembali menatap langit. Aku memasang timer untuk mengingatkanku kalau sudah 15 menit.
Aku menatap langit, seakan menantang kakak kelas yang badannya jauh lebih tinggi dan besar. Sialnya, pukulan pertama masuk telak ke dalam wajahku. Begitu dalamnya, sampai aku gak bisa bernafas dengan benar.
Setelahnya, kubiarkan tangisku pecah.
YOU ARE READING
30 Kisah Para Babi
Aléatoire30 Kisah Para Babi adalah kumpulan cerita pendek yang berisikan para babi yang terjatuh pada lubangnya masing-masing. Bukan cerita anak-anak. dibuat atas dasar tantangan #30harikonsistenmenulis