Fourteen: Be Friends

3 0 0
                                    

Langkah kami berakhir di lantai satu. Tepatnya, kami berada di kantin lantai satu. Yerin membawaku dan menculik Eunha dari makan siangnya hanya untuk membawa kami ke kantin  lantai lain di sekolah ini. Sebenarnya aku tidak tahu apa yang dipikirkannya. Yerin hanya bilang jika dia penasaran dengan makanan di kantin lantai satu. Kantin Kelas Biasa. Meskipun aku juga penasaran.

Awalnya, kupikir makanan di sekolah ini tidak ada bedanya. Namun setelah kulihat nampan salah satu siswa di yang melewatiku, aku benar-benar menyadari betapa rasisnya sekolah ini.

Sebelum kami kemari, Yerin sempat menyarankan untuk melepas pin bros yang menempel di blazer kami, yang menggolongkan jika kami adalah anak dari kelas Elite dan Unggulan. Setelah itu, dia memberiku dan Eunha sebuah kacamata.

Aku tidak tahu dari mana Yerin menemukan ide semacam ini. Kupikir dia terlalu banyak menonton film laga tentang penyamaran dan penipuan.

"Oke, semuanya, kalian siap? Mari kita mengantri!" Yerin berseru, lalu bersiap untuk berjalan ke arah barisan. Dan aku segera menghentikan langkahnya dengan ucapan ancaman.

"Kalo kita ketahuan, gue jamin gue bakal bawa lo ke toilet dan buat lo jadi tumbal pemanggil hantu toilet,"  kataku.

Yerin menelan ludahnya, "Iya-iya, Mbih. Kejem banget lo ama sahabat sendiri."

Yerin bersiap untuk melangkah lagi. Namun lagi-lagi, dia terhenti. Kali ini bukan karenaku. Tapi karena Eunha yang tiba-tiba menanyakan hal yang mungkin sedari tadi membuatnya bingung.

"Tunggu Yerin, kenapa kita sampai menyamar hanya untuk makan di kantin sekolah sendiri?" tanya Eunha.

Aku yang awalnya tak tertarik pada apapun, sekarang seakan tersihir oleh pertanyaan Eunha yang memang benar juga, kenapa kita harus menyamar untuk makan di kantin sekolah sendiri? Lagi pula aku di sekolah di sini dengan membayar. Jadi, tidak ada ketentuan khusus bukan?

Yerin aneh.

Yerin yang tampak lapar itu langsung menghela berat. Kutebak dia pasti sangat kelaparan. Maaf, Yerin. Tapi sayangnya rasa penasaranku ada pada pertanyaan Eunha dan tergantung jawabanmu.

"Eunha, lo kemarin-kemarin liat nggak kelakuan anak Kelas Biasa ke kedua kelas spesial lainnya? Mereka sinis banget! Ini semua gara-gara kelakuan si Jennie dan kawan-kawannya yang kemarin-kemarin hobi banget gangguin anak kelas biasa. Dan karena itu, gue jadi takut kalo gue nggak bisa makan dengan nyaman dan malah dapat banyak sindiran di sini karena gue anak Elite. Bukannya emang lebih baik kita nyamar, 'kan?" jelas Yerin, sedikit berbisik. Kutebak, dia pasti mengaggap jika dia sedang beraksi di kandang lawan.

Eunha mengut-mangut saja, mungkin sebenarnya dia tidak tahu tentang kelakuan Jennie dan teman-temannya. Bahkan mungkin saja dia tidak mengenal siapa itu Jennie. Terlepas dari reaksi Eunha, menurutku, Yerin itu benar. Tidak baik memamerkan diri di wilayah Kelas Biasa yang sudah berkali-kali mendapat banyak ketidakadilan dari pihak sekolah. Bisa-bisa kami yang dibully di sini.

"Ya, udah, ah! Jangan tanya-tanya lagi! Nggak tahu apa gue lagi kelaperan! Yuk!" Yerin dengan wajah menahan lapar dan kesalnya itu langsung menarik tangan Eunha dan mengajaknya berbaris bersama.

Sedangkan aku, hanya berdiri di tempat. Sedang tidak berniat menyusul mereka. Sebenarnya aku ingin pergi dari sini. Aku ingin kembali ke kelas dan tidur. Masa bodoh dengan makan siang karena mood-ku sedang buruk. Dan diam-diam, aku pun perlahan membalikkan badanku. Sesekali melirik Yerin dan Eunha yang sedang fokus memilah-milah makanan di sana. Takut-takut jika ketahuan, dan tiba-tiba aku langsung dicegat dan dipaksa makan bersama.

Hingga aku mendapat momen yang tepat, saat Yerin dan Eunha sedang mengambil makanan sembari mengobrol dengan ahjumma kantin, aku pun segera mempercepat langkahku menuju pintu. Namun tiba-tiba, aku berhenti. Kulihat Naeun yang ada di ambang pintu kantin.

Truth & Lies: War in Life (Ongoing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang