Bab Empat

121 11 3
                                    

Pandanganku telah kembali seperti semula. Obat dokter mata sebelah rumah Oneng sangat mujarab. Campuran bodrex dan insto yang diberikan sang dokter membuat mata ini menjadi berwarna biru cerah.

Gue sampe rumah pukul 12 malam. Sesampainya di rumah gue langsung ganti baju dan tak lupa mengudap salep ke panu.

"Tuhan, jadikan hariku menjadi berwarna" gue berdoa lalu bermimpi indah.

*

Malam pun berganti menjadi pagi. Gue terbangun dengan keadaan yang cukup baik. Panu gue udah nggak gatal. Hore!

Melakukan rutinitas harian, gue pun menuju ke tempat grup pendukung panu.

Dalam perjalanan menuju tempat grup pendukung panu, mobil gue tiba-tiba mengeluarkan kabut tipis berwarna hitam. Buset ini mobil beli mahal-mahal, knalpotnya macem knalpot bajaj. Gue yakin ini orang Jerman beli mesinnya di Jakarta. Terpaksa deh gue minta tolong ke abang-abang warung buat tolongin gue dorong sampe tempat grup pendukung yang kebetulah sudah di depan mata. Gak banget deh ini mobil mogok di pintu gerbang tempat tujuan gue.

Sesampainya disana terlihat kalau semua kursi telah ditempati, kecuali satu, di sebelah orang yang memiliki panu level tertinggi. Bayangkan saja, semua tubuhnya memang terlihat putih bersih, tapi itu semuanya hanya panu. Panunya rata di seluruh tubuh. Dia pun terlihat seperti bule Inggris pada umumnya.

"Teman-teman, kita memiliki kabar baik"

"Apa itu mas??" tanya kita serempak.

"Sudirman sudah sembuh dari panunya" kata si mas dengan muka berseri.

"Supriman mas?" tanya si keriting dengan lantang.

"Supriman?" tanya si mas.

"Suchiman" si mas hanya menggaruk kepala, karena ruangan dalam keadaan sepi, suara garukannya terdengar jelas.

"Sukijah mas"

"NGAPAIN SI ELO, BUSET??" tanya gue pada si keriting yang cukup menawan dengan pakaian kakek-kakeknya.

"Menurut penilitian gue namanya Suchiman" jawabnya percaya diri.
"Serah" kata gue males.

Males banget sama si keriting. Gak jelas. Ngomong apa aja mendingan lo iyain daripada malah makin panjang dam makin gak jelas.

"Loueeh Loueeh" kata keriting ketika gue menunggu mobil derek.

"Apa sih lu? Ganggu idup orang mulu" kata gue ketus. Dia ganteng tapi rada pea yaudah lah.

"Eh ini gak gangguin, gue lagi ingin mencari teman."

TEMAN.

T. E . M. A. N.

ckptw.

"Yodah lu cari teman main kan? di TK tadika mesra nemu temen banyak lu"

"Yelah si kampret, masa gue temenan sama manusia animasi, anak TK pula." Si keriting hanya mendengus kesal.

"Gue bercanda, ting" kata gue sambil memainkan rambut keritingnya. Gue pegang gue jadi inget indomie. Fix gue harus buat indomie goreng+telur ceplok waktu sampai rumah.

Si keriting menatap gue, cukul lama sampai pipi gue memerah. Gue yang malu pun menundukkan kepala gue dan bertanya padanya.

"Kenapa lo liatin gue?"

"Nggak, itu di pipi lo ada panu baru."

K.
A.
M.
P.
R.
E.
T.

"Eh louis, lo mau nonton sama gue gak?"

"OGAH"

"Ih lu ngapain sewot sih?"

Eh kampret lu peka napa anjir lu gak peka.

"GAK PAPA" kata gue singkat. Males!!!

"Ye elah gara-gara panu ya? Udah lah gak usah dipikirin ntar kasih salep juga sembuh"

YA TUHAN TOLONG BERIKAN PERASAAN PEKA TERHADAP INI MANUSIA. HAMBAMU SUDAH TAK KUASA MENAHAN SEMUA INI.

"Jadi gimana? Mau nonton di rumah gue gak"

"Y"

"Ya ampun, lu masih sewot aja. Aduh woles dong. Gue dulu panuan banyak banget juga sembuh dengan cepat. Ntar kalo lu ikut gue, gue kasih salep gue. Di impor dari Amerika. Mau gak?"

Gimana ini? Gue dilema. Haruskah gue ikut dengan Harry. Tapi gue takut dia malah gak akan sembuh kepekaannya terhadap lingkungan.

Mungkin sebaiknya Harry dikutuk saja menjadi putri malu supaya peka terhadap rangsangan. Tapi, disisi lain gue pengen banget main ke rumahnya. Lumayan dapet salep dari luar negeri, kali aja manjur buat panu gue. Aduh! Gue kok jadi galau gak jelas gini? Mana mobil dereknya belum dateng pula.

------------

Nahlooh?!!
Maaf baru update, tapi gak papa lah ya udah bagus gue lanjutin. gue gak jelas banget. makin kesini makin gak jelas. makin gak lucu. tapi baca wae ya. luv luv. Happy Internet Bestfriend Day ya btw.

The Fault in Our WekaWekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang