Dare

288 48 6
                                    

Libur sekolah telah berakhir― saatnya para murid khusus ini kembali ke Neo, sekolah khusus  di selatan.

Pesta penyambutan diadakan oleh kepala sekolah Neo― makan malam bersama, berdansa. Hari ini mereka masih di longgarkan dari tugas.

Brak!

"Dare! Berikan nomor ponselmu kepada Lucas Wong." Haechan bahkan sudah terbahak membayangkannya.

Well, mereka kini berada di meja di tengah keramaian sedang bermain truth or dare.

Jungwoo berdecih, "Ya, sejak kapan aku menggunakan barang manusia, huh? Kalian terlalu terpengaruh dengan manusia!" ia mengaduk gelas yang berisikan minuman itu, "Kenapa juga kita memainkan permainan manusi―"

Brak!

Jaemin menaruh ponsel di hadapan Jungwoo dengan keras, "Sekarang kau punya ponsel. Jangan mengelak."

Haechan lagi-lagi tertawa, "Ya! Bahkan pak Lee kemarin memberikan tugas dari ponsel!"

Jungwoo memutar bolamatanya malas, "Arra. Aku lihat dari ponsel Mark kemarin― dan dari mana ponsel ini, huh?!"

"Well, tak usah pikirkan itu. Sana, jangan mengelak lagi." Jaemin mendorong ponselnya kearah Jungwoo, "Datangi Lucas dan bilang 'Hubungi aku. Jika kau tertarik.' dengan gaya yang congkak."

Jungwoo mendengus, "Aish, jinjja. Catat saja lah nomornya. Kau pikir aku akan langsung hafal?"

Haechan mendelik, "Dasar vampire jadi-jadian." lalu ia merobek kertas menu dan menuliskannya dengan pena― yang beruntung selalu ia bawa kemana-mana. "Nah. Sana." ujarnya dan menunjuk kearah Lucas dengan dagunya.

Jaemin terkekeh melihat Jungwoo mengambil secarik kertas itu dengan emosi dan berlalu kearah Lucas yang sedang berbincang dengan temannya yang lain.

Brak!

Jungwoo menaruh secarik kertas itu dengan tak santai, "Hubungi aku, jika kau tertarik." lalu ia segera berlalu kembali ke meja Jaemin dan Haechan.

Lucas menatap Jungwoo yang sudah berlalu itu, "Mwoya.." Hendery dan Dejun terbahak setelah sadar dari keterkejutannya. "Ada apa dengan rivalmu itu, huh?"

Lucas menatap kertas berisikan nomor ponsel itu, "Molla." ia menyeringai jahil. Hendery menatapnya curiga, "Well, aku tak yakin ini akan berakhir baik."

Jungwoo duduk di kursinya dan menatap Haechan dan Jaemin yang sudah terbahak, "Puas kalian?!"

"Aish, Jinjja, akhirnya mereka berkomunikasi tanpa teriakan." Haechan mengusap air matanya. Jaemin menyerit, "Lucas bahkan tak perlu berteriak kalau beradu argumen dengan Jungwoo."

Jungwoo mendelik, "Yaa! Jangan remehkan suaraku!"

"Cepat! Giliran Jaemin, Truth or Dare?" Jungwoo mengalihkan pembicaraan. Jaemin meninum minumannya dengan santai, "Truth."

Haechan kembali tersenyum aneh, "Bagaimana caramu bersatu dengan Renjun dan Jeno?"

"Mwoya.. Kau benar-benar ingin tau?" Jungwoo menyerit, "Memangnya apa?" Haechan sudah menahan tawanya.

Jaemin bersandar di bangkunya, "We had se―" Jeno yang baru datang menutup mulut Jaemin, "Kau harus melatih mulutmu agar tidak terlalu dan selalu berkata jujur sesantai itu." sarkas Renjun.

Jeno mengapit pipi Jaemin dengan kedua telapak tangannya dengan gemas. "Kebiasaan."

Haechan menghela napasnya, "Harusnya mateku berada disini." Jungwoo mendelik, "Yaa! Jangan menyindirku."

"Mangkanya carilah pasangan." ujar Jaemin setelah berhasil melepaskan tangan Jeno dari pipinya.

Jungwoo mendelik dan beranjak dari sana, "Molla, molla."

"Yaa! Kau ingin kemana?" teriak Haechan yang tak di tanggapi oleh Jungwoo.

"Kau tau katanya Jungwoo itu anak tiri. Marganya berbeda dengan marga Ibu dan Ayahnya."

"Jinjja? Aku baru tau. Ku pikir dia tak punya celah ternyata dia anak tiri."

"Ibunya bermarga Dong dan Ayahnya bermarga Nakamoto. Sedangkan dia bermarga Kim. Bukan kah itu sangat aneh?"

Jungwoo memundurkan langkahnya dari pintu kamar mandi. Lalu terkekeh kecil,

Brak!

Jungwoo mendorong pintu kamar mandi itu dengan keras― tentu, membuatnya pecah, "Yaa! aku berbeda marga dengan orangtuaku itu tak ada urusannya dengan kalian."

Jungwoo berdecih kecil lalu menatap tajam mereka, "Tak punya celah? Kau pikir menjadi anak tiri adalah sebuah celah? Tolong edukasi pikiranmu kembali. Apa kalian iri karena aku hidup dengan bahagia dengan orangtua yang mempunyai marga berbeda denganku daripada kalian yang mempunyai marga yang sama?"

Kedua orang itu menatap Jungwoo terkejut sebelum saling menyikut dan pergi dari kamar mandi.

Jungwoo menghela napas panjang sebelum mencuci tangannya di washtafel.

"Sebenarnya Nakamoto Jungwoo tak buruk juga atau Dong Ting You."

Jungwoo menolehkan kepalanya, ah, Lucas, "Shut up." katanya tajam sebelum keluar dari kamar mandi dan melewati pria itu.

Lucas menatap Jungwoo yang berjalan menjauh lalu menggedikan bahunya, "Mwoya.. Aku 'kan hanya mencoba menghiburnya saja."

Jungwoo kembali dengan wajah murung membuat Jaemin dan Haechan menyeritkan dahinya, "Kau kenapa?"

"Molla."

Teng

Teng

Teng

"Anak-anak! Bagaimana pesta hari ini?"

"Senaaang!"

"Sayang sekali kami harus mengakhiri pesta ini. Jadi tolong tinggalkan aula sekarang." kepala sekolah tersenyum manis, "Kalau tidak kalian akan tau akibatnya."

Para murid langsung terbirit keluar dari aula itu dan kembali ke asrama mereka.

Jungwoo merebahkan tubuhnya. Ia menghela napas kasar dan menggelengkan kepalanya, "Bedebah."

"Wae? Ada yang mengganggumu?" Chenle― teman sekamar Jungwoo bertanya.

"Harusnya tidak. Tapi aku jadi terbayang perkataan mereka."

Chenle yang sedang mengerjakan tugas menolehkan kepalanya, "Apa yang mereka katakan?"

"Masih masalah marga.."

Chenle berdecih, "Aih. Mwoya! Kenapa kau terbayang perkataan mereka? Yang tau kebenarannya hanya kau dan orangtua mu. Tak perlu mendengarkan perkataan orang luar seperti mereka!"

Jungwoo tersenyum kecil, "Gomawo." Chenle menganggukan kepalanya, "Sudah, tidur sana. Besok bilang kepada Haechan saja biar di penggal kepala anak itu."

Jungwoo terkekeh, "Hajima.. Aku tak ingin ada kekerasan."

─────────────

ᵀᵃᶜᵉⁿᵈᵃTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang