Delapan

16 3 0
                                    

🕊; — "Hanya sesuatu yang sederhana, namun memiliki makna yang sangat dalam."

-🌱

|||
.
.
.

[🦊🦊🦊]

Dan di sinilah mereka berakhir. Satu ruangan berukuran sedang, yang dipenuhi dengan beberapa alat lukis maupun gambar milik dari seorang Huang Renjun.

Laki-laki itu mengajaknya menggambar bersama setelah berbicara panjang sembari memakan beberapa potong ayam goreng.

Agatha perlahan menggerakkan pensil yang Renjun berikan padanya di atas kertas putih kosong. Perlahan namun pasti. Gambaran gadis itu mulai menunjukkan sketsa yang jelas atas objek yang ia gambar.

Tentu saja sembari sesekali menatap pada orang yang berada di depannya.

Huang Renjun. Laki-laki itu masih sibuk dengan beberapa cat warna pada kuas lukis yang ada di genggamannya. Wajah serius hingga senyum yang sesekali ada pada wajah Renjun benar-benar menarik perhatian Agatha. Oh ayolah, rasanya ia tidak benar-benar bisa fokus jika begini.

"Sudah menyelesaikannya?"

"Belum," ucap Agatha sembari tersenyum hangat ketika Renjun menatapnya lembut. Sorot mata laki-laki itu berhasil membuatnya kecanduan.

"Mungkin sebentar lagi selesai," sambungnya lagi. Agatha tidak berbohong. Gambaran miliknya benar-benar akan selesai dalam waktu sebentar lagi, hanya perlu tambahan pada beberapa arsiran di sedikit bagian.

"SELESAI!" Agatha tersentak ketika Renjun berteriak dengan wajah amat gembira. Laki-laki dengan kaos putih polos tersebut tampak memerkan deretan gigi putihnya saat tersenyum. Dia persis seperti anak berumur enam tahun yang baru saja dibelikan mainan.

"Benarkah? Aku ingin melihatnya," pinta Agatha sembari mencondongkan badan sedikit ke depan. Gadis itu berharap agar Renjun akan berbaik hati untuk membiarkannya melihat apa yang baru saja dia gambar.

Dan benar saja, laki-laki itu sedikit terkekeh sebelum membalikkan kanvas lukis tersebut. Terdapat warna orange dengan kuning yang berbaur menjadi satu disana. Namun siluet dari dua orang di tengah gambaranlah yang berhasil menarik perhatian Agatha sekarang.

"Mereka berkencan?" melihat Renjun mengangguk sembari tersenyum ketika menatap pada kanvas tersebut sukses membuat Agatha sedikit menebak-nebak akan apa yang tengah laki-laki itu pikirkan sekarang.

"Kuharap," Jawab Renjun.

Belum sempat Agatha menanyakan banyak hal kembali, Renjun telah lebih dulu mengalihkan perhatiannya ketika laki-laki itu menunjuk pada kertas milik Agatha.

Ia mengerti. Renjun ingin mengetahui akan apa yang tengah digambarnya sedari tadi.

"Kenapa?" Agatha menatap heran sekaligus bergidik ngeri ketika Renjun tersenyum sembari menaik turunkan alisnya.

"Kamu menggambar wajahku bukan?" tepat sasaran. Agatha sudah menebak bahwa inilah yang Renjun pikirkan sedari tadi ketika sesekali ia kepergok tersenyum selagi tengah menggambar.

Tapi tebakan itu tentu saja meleset. Gadis itu menggeleng sembari tersenyum jahil.

Melihat tingkah Agatha yang sengaja menjahilinya membuat ekspresi wajah Renjun berubah. Renjun menampilkan wajah malu miliknya karena telah salah dalam menebak, tentu saja tetap diiringi dengan rasa penasaran yang membuat Agatha ingin sekali tergelak sekarang.

Ia tidak berbohong, sungguh. Agatha bahkan tidak menggambar wajah siapapun, tetapi gambarannya kali ini memiliki makna dan harapan yang sangat dalam.

ELETTRA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang