Chapter 1

2K 243 14
                                    

Wanita penyuka salju itu bernama Snowy. Punya wajah yang cantik, tapi lebih suka tampil apa adanya. Saat orang-orang mulai beralih ke lensa kontak, dia masih memakai kacamata minus dengan frame tipis. Rambutnya selalu dibiarkan terikat. Ke mana-mana membawa buku tebal, dan hanya punya dua orang teman.

Langkahnya sangat cepat, karena sudah terlambat di jam pertama kuliah hari ini. Akibatnya, tanpa disengaja menabrak seseorang dari arah berlawanan.

"Hei, mata Lo itu udah empat kok masih buta aja sih?" ledek seorang wanita.

Snowy mengangkat mata, "Maaf." Bukan pada wanita tadi, tapi pria yang dia tabrak. River, sang oncak Kampus.

"Jalan hati-hati, gimana kalau yang ditabrak mobil atau motor?" Entah ini sebuah nasihat atau peringatan yang River berikan.

"Iya." Snowy menunduk.

River berjalan kembali, bersama wanita yang tadi mengejek Snowy. Entah ada hubungan apa mereka sebenarnya, satu kampus percaya kalau keduanya hanya berteman. Tapi bisa sedekat itu. Selalu saja berdua.

"Astaga!" Snowy menepuk jidatnya saat sadar telah melewatkan jam kuliah pertamanya. Tersisa lima menit lagi, bisa-bisa dia ditendang oleh Dosen kalau masuk sekarang.

"Terus ngapain bawa buku kalau akhirnya nggak kuliah?" Keluhnya sembari berbalik lagi. Hari ini kebetulan hanya ada satu mata kuliah.

Tepat di saat bersamaan, ponsel Snowy berbunyi. Panggilan dari Vivi, sahabatnya. "Ya Vi, kenapa?" sapanya sambil berjalan menuju mobil.

"Snow, lagi sibuk nggak? Ketemu yuk, kita lagi di cafe biasa nih."

"Boleh. Gue otewe ya."

"Okay, kita tunggu."

"Hmm."

Mobil dan sopir sudah menunggu di tempat parkir. Lantaran dikira Snowy masih kuliah, Pak Tino pun memanfaatkan waktu untuk tidur di dalam mobil.

Tok. Tok. Tok.

"Pak," panggil Snowy.

Pak Tino tidak mendengar, malah sepertinya sangat pulas. Snowy mengetuk kembali, tetap saja sopir pribadinya itu tidak mendengar.

"Duh, Pak Tino kebiasaan deh kalau tidur pasti sambil dengerin musik." Snowy menghela napas. Terlihat earphone terpasang di telinga sang sopir.

"Kenapa?"

Snowy terkejut saat tiba-tiba River muncul. Bibir pria itu mengapit rokok, bersandar di badan mobil dengan tangan terlipat.

"Ini, sopir gue ketiduran di dalem. Dipanggil nggak denger," tunjuk Snowy.

River membuang rokoknya ke atas lantai semen dan menginjaknya. Lalu mendekati pintu sopir. "Coba ditelepon aja," suruhnya.

"Oh, iya! Kenapa nggak kepikiran sama sekali." Snowy mengeluarkan ponselnya.

Dan benar saja, Pak Tino langsung terbangun saat dia telepon, sebab nada panggilan otomatis terdengar dari earphone-nya itu. "Pak, saya di luar nih. Bukain pintu mobil dong," suruh Snowy.

Pak Tino langsung menoleh, dan terkejut. "I-iya, Non." Barulah membuka pintu. "Maaf Non, saya pikir masih lama."

"Iya Pak, nggak papa."

Pak Tino membukakan pintu di belakang untuk Snowy.

"Makasih ya, Ri. Kalau nggak ada lo, mungkin gue bakalan terus di sini sampai Pak Tino bangun."

"Lo tau nama gue?" tanya River.

"Siapa yang nggak kenal lo." Snowy tersenyum. "Duluan ya," pamitnya.

Pacar Rasa MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang