"Ini kenapa ya? Kok Egi bisa sampai tergores seperti ini tangannya?" Tanya Bu Nia selaku penjaga UKS, sambil mengecek obat-obatan yang ada di kotak P3K. Egi dan Diara saling bertatapan karena mereka bingung harus menjawab apa."Tadi Saya mau buka bungkusan dengan silet, tapi Saya terlalu bersemangat sampai tangan Saya yang terkena silet, Bu" Jawab Egi. Bu Nia memutar bola matanya malas, karena keteledoran dan alasan yang diberikan Egi. Namun, Bu Nia terlihat percaya tanpa rasa curiga lain terhadap Egi.
"Kan peraturan sekolah sudah jelas, dilarang membawa senjata tajam untuk alasan apapun dan sekecil apapun senjata itu. Karena hal ini, selain luka yang Kamu dapat, masalah dengan guru BK juga Kamu dapat setelah ini" Jelas Bu Nia sambil membersihkan luka yang ada di tangan Egi. Setelah luka di tangan Egi mendapat pertolongan, Bu Nia pun pergi meninggalkan Egi dan juga Diara untuk kembali berjaga di meja depan UKS.
Diara masih terdiam karena syok akan kejadian yang baru saja terjadi. Tetapi Ia tidak mungkin kembali ke kelas dan meninggalkan Egi seorang diri. Diara menjadi merasa bersalah atas kejadian tadi dan menyebabkan Egi menjadi terluka. Diara berpikir, Egi melakukan itu karena dirinya. "Gi, maafin Aku ya. Aku salah, harusnya Aku jujur kalau nomor itu emang udah hubungin Aku seminggu ini. Tapi demi Tuhan Aku gak jawab sama sekali. Bahkan sampai sekarang Aku gak tahu itu siapa."
Egi terdiam sebentar, kemudian Ia mengangguk. Ada sedikit perasaan lega yang menghampiri hati Diara. "Aku maafin Sayang, tapi Kamu janji Kamu harus terus sama Aku ya. Aku sayang banget sama Kamu. Aku gak bisa kalau gak ada Kamu."
Diara mengangguk pelan dan tersenyum berusaha meyakinkan Egi bahwa dirinya akan terus menemani Egi. Diara sudah terlalu sayang dengan Egi pada saat itu. Ia percaya bahwa Egi juga sangat menyayanginya.
****
"Hah! Demi apa, Ra?! Ternyata Egi serem ya" Ucap Ami sambil beranjak dari kasur Diara.
"Iya, Ra. Tapi Egi lakuin itu karena Dia terlalu sayang mungkin? Tapi kenapa Dia berlebihan sampai lukain diri sendiri ya?" Tambah Lia.
"Ra, coba Lo ulik deh. Egi itu punya gangguan mental atau semacamnya gak?" Tanya Ami. Diara langsung menoleh ke arah Ami dan terdiam sebentar. Tetapi Diara masih berusaha berpikiran positif karena Ia menganggap Egi melakukan itu hanya karena pemikiran impulsifnya.
Ami dan Lia duduk rapat di hadapan Diara, mereka menunggu jawaban dari Diara. "Gue sempat ada curiga ke arah sana sih. Karena Dia korban brokenhome tapi Gue gak mau melihat dia dari sisi itu. Gue juga bukan dari keluarga baik-baik."
"Eh tapi enggak deh menurut Gue. Egi cuma terlalu takut aja kehilangan Diara. Bisa jadi kan?" Tanya Lia.
"Iya deh, Gue juga gak tahu kebenarannya. Tapi Lo harus lebih hati-hati aja, Ra" Timpal Ami.
Diara mengangguk dan tersenyum kepada Ami. Dan merekapun sepakat untuk mengganti topik pembicaraan. "Guys! Gue kemarin coba untuk cari papa Gue lagi. Terus Gue ketemu sama adiknya papa, namanya Om Irwan. Dia janji kalau ketemu papa bakalan kabarin Gue."
"It's a good news dong Ra!"
"Gue turut seneng banget dengernya, setelah sekian lama Lo cari Om Irwan akhirnya ketemu juga"
"Iya, tapi sampai sekarang nyokap Gue semakin gak jelas. Dia sering banget pulang malam akhir-akhir ini. Dia juga lebih sering minum di hadapan Gue..."
Diara menyeka air matanya yang tiba-tiba terjatuh saat menceritakan kondisi keluarganya saat ini. Lia dan Ami seketika berusaha untuk mengelus bahu Diara agar sedikit lebih tenang.
"Gue bingung banget, Gue tahu mama seperti itu karena papa pergi. Dulu nyokap Gue gak seperti itu Mi, Li. Gue sedih banget lihat kondisi Dia sekarang. Meskipun Gue berharap banget mau ketemu sama papa, tapi bukan berarti Gue bisa terima Dia lagi dengan baik. Setelah Dia pergi gitu aja selama ini."
"Udah Ra, udah. Kita sayang banget sama Lo" Ucap Ami sambil memeluk tubuh Diara dan disusul oleh Lia.
Setelah itu, mereka pun memutuskan untuk tidur karena sudah larut malam dan besok mereka masih harus bersekolah.
*****
Keesokan paginya, Diara berangkat ke sekolah bersama dengan Egi. Sedangkan Ami dan Lia sudah berangkat terlebih dahulu dengan mobil milik Ami. Sebenarnya Diara ingin sekali pergi ke sekolah bersama dengan kedua sahabatnya, tetapi Egi pasti akan mencurigainya. Mengingat Egi adalah orang yang sangat posesif.
"Kamu kenapa diem aja, Ra?" Tanya Egi sedikit menoleh ke arah Diara yang duduk di jok belakang motornya.
Diara menggeleng dan tersenyum, "enggak kenapa-kenapa kok. Aku cuma lagi fokus nikmatin perjalanan aja."
"Kenapa? Kamu mau berangkat bareng teman-teman Kamu ya?."
"Emm, kalau besok Aku berangkat bareng mereka gak apa-apa kan, Gi? Mereka nginap di rumah Aku kok. Jadi mereka saksi kalau Aku gak akan nemuin siapa-siapa."
Egi hanya terdiam tidak memberikan jawaban malah justru menambah kecepatan motornya. Diara menghembuskan nafasnya, Ia sudah pasrah jika sehabis itu Egi akan memberinya ceramah.
Dari awal mereka berpacaran, Egi memang menerapkan sejumlah peraturan untuk Diara. Termasuk mengantar dan menjemput Diara. Sehingga kalau Diara ada janji dengan kedua sahabatnya, Ami selalu menjemputnya ke rumah Diara. Walaupun sebenarnya lebih cepat dan efisien apabila mereka langsung berangkat bersama setelah pulang sekolah.
Pernah Diara melanggarnya sekali, kemudian Egi enggan berbicara dengannya hampir seminggu lamanya.
Diara tidak tahu bahwa itu adalah salah, yang Ia tahu saat itu hanyalah Egi menyayanginya namun terkadang dengan cara yang tidak terduga.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Savior
Novela JuvenilMengisahkan percintaan yang tidak biasa, layaknya dua insan yang bertemu di masa SMA. Pengemasan cerita yang menarik dan berbeda akan membawa Anda terbawa cerita dan suasana. Cerita ini adalah tentang bagaimana Diara, seorang perempuan yang terjebak...