"Kemarin yang bicara sama Kamu di koridor siapa Ra?" Tanya Egi sambil meremas lengan Diara. Pada kejadian itu, mereka sedang berada di lorong ruangan kosong dan gudang yang ada di sekolah. Tidak ada Ami dan Lia yang menemani Diara saat itu. Ami dan Diara bahkan tak tahu apa kepentingan Egi meminjam Diara dari mereka. Yang Ami dan Kia tahu hanya untuk kepentingan hubungan mereka saja dan bersifat privasi."Gi, itu Tama. Tama anak kelas sebelahku."
"Ya terus apa keperluannya?!"
"Bentar aku jelasin dulu, Kamu ngapain pake marah segala gitu sih, ini cuma masalah sepele"
"Sepele?! Sepele Kamu bilang?"
"Ya iya, Kamu bahkan belum..."
"Goblok! Lo cewek tolol! Itu gak sepele Ra, awalnya ngobrol sama Tama, nanti akhirannya apa? Jalan bareng? Terus jadian, abis itu kamu ninggalin Aku?" Bentak Egi dengan penuh amarah, bahkan Diara harus terdiam dan tidak bisa menjelaskan kebenranan apapun lagi.
"Gi, kenapa kamu kepikiran sampai sana? Aku bahkan gak mikirin itu sama sekali"
"Inget Ra, cewek rusak kaya Lo itu gapantes sama lelaki manapun kecuali Gue. Keluarga Lo hancur dan gak jelas, atau Lo mau kaya nyokap Lo yang gajelas itu?"
PLAKKK!!!!
Tangan kanan Diara menampar keras pipi sisi kanan Egi, tepat setelah Egi membahas buruk tentang keluarga Diara. Menurut Diara, Egi sudah bertingkah keterlaluan.
Dan tanpa disangka, Egi tidak tinggal diam. Egi langsung menjambak rambut panjang Diara hingga Diara merintih kesakitan.
"Aw, Gi sakit!"
"Lo siapa berani tampar Gue?"
Egi bahkan tidak menghiraukan rintihan sakit Diara. Ia merasa marah, ditambah lagi tamparan dari Diara. Diara pun menangis dan mencoba berusaha melepaskan cengkeraman tangan Egi dari rambutnya.
"Maafin Aku, Aku salah. Dan omongan Kamu bener Gi. Cuma Kamu yang pantes sama Aku. Harusnya Aku gak lancang ngobrol sama cowok lain"
Egi pun langsung melepaskan cengkeraman tangannya dari rambut Diara dengan kasar, hingga Diara terjatuh ke lantai.
"Bangun!"
Diara pun bangun dengan isakan tangis yang berusaha Ia tahan. "Rapihin rambut! Cuci muka! Jangan sampai ada yang tahu tentang kejadian ini, apalagi sahabat-sahabat Kamu. Ribet."
Setelah itu, Egi langsung pergi meninggalkan Diara sendirian di lorong itu. Kemudian sehabis Egi pergi, Diara langsung segera berjalan ke toilet untuk merapikan diri dan juga meluapkan tangisannya di sana. Ia benar-benar tidak menyangka bahwa Egi tega memperlakukan dirinya seperti itu.
Namun Diara masih sangat menyayangi Egi, Ia tetap berpikir bahwa Egi pantas melakukan seperti itu karena ulahnya yang lancang mengobrol dengan pria lain di sekolahnya.
Tanpa Diara sadari, Egi telah merubah pikiran Diara. Hal yang seharusnya wajar menjadi tidak wajar, begitu juga sebaliknya, hal yang tidak wajar jadi seakan-akan wajar.
*****
Sepulang sekolah, Diara mendapati mobil sedan merah terparkir di halaman rumahnya. Ia menduga bahwa itu adalah mobil lelaki yang pernah Ia temui sedang berjalan bersama dengan ibunya. Diara mencoba masuk ke dalam rumah, tapi nihil. Ia tidak menemukan sosok pria yang Ia curigai sebagai kekasih ibunya. Yang Ia temui hanya ibunya yang sedang merokok dan menikmati musik klasik di ruang makannya.
"Mama? Di depan kok ada..."
Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Lena menyuruh putrinya untuk duduk di kursi meja makan, di sampingnya.
Diara menurut, Ia menarik kursi tersebut dan duduk. Lena menyudahi kegiatan merokoknya, dan mematikan asap rokok di asbak.
"Itu mobil Anto, Kamu boleh pakai mulai besok"
"Anto?"
"Pacar mama"
Dan benar saja dugaan Diara, bahwa laki-laki pemilik mobil tersebut adalah kekasih ibunya. Diara sempat kecewa bahwa kini ibunya memulai hubungan dengan pria baru yang bahkan belum pernah dikenalkan kepadanya.
"Kamu butuh uang?"
Diara menggeleng,
"Masih dengan pacarmu? Si Egi itu?"
"Masih ma"
Lena mengambil nafas panjang, Ia tampak seperti ingin menyampaikan sesuatu yang serius pada Diara. Tetapi ada hal yang sebenarnya cukup memberatkan bagi Lena.
"Dengar mama, maaf mama harus mengatakan ini. Bahkan mama gak tahu ini pantas untuk Kamu dengar atau tidak....Anto tidak akan pernah jadi papa barumu. Mama jamin hal itu"
Setelah mendengar pernyataan itu, senyum Diara merekah sambil menatap Lena. "Benar itu Ma? Lalu untuk apa Mama berpacaran dengan Om Anto?"
"Gini Ra, Anto memang gak akan jadi papa Kamu, tapi mama akan berbagi sama Kamu. Awalnya mama pikir Dia menyayangi mama, tapi ternyata Dia menginginkan Kamu"
Kedua bola mata Diara membulat, Ia tidak percaya dengan kalimat lanjutan yang disampaikan Lena kepadanya. Diara beranjak dari tempat duduknya, Ia menggelengkan kepala, berusaha menyadarkan dirinya yang Ia anggap hanya mimpi itu.
Lena memegang tangan putrinya, "dengar mama dulu Ra, mama tahu ini mungkin sulit untuk Kamu terima. Tapi inilah hidup."
"Terus mama berharap apa dari Aku? Mama berharap Aku akan luluh dengan laki-laki tua itu? Aku masih normal, Aku gak akan pernah mendekati pacar mama itu!"
Lena pun ikut beranjak dari tempat duduknya, kemudian memegangi bahu putrinya dengan kedua tangan. "Ra, Kita sudah tidak punya apa-apa! Anto adalah jalan terbaik untuk Kita, Kamu juga sudah dewasa, mama pikir ini tidak apa-apa. Masa depan mu sudah tidak ada artinya lagi untuk orang-orang seperti kita! Setelah lulus SMA, Kamu tidak akan lanjut kemanapun. Jalan satu-satunya adalah Anto! Entah mama atau Kamu yang akan bersama Dia nantinya!."
Diara berpikir hari itu dunia benar-benar gila baginya. Setelah menyadari kekasih yang berlebihan, kini Ia harus menerima pernyataan buruk lain dari hidupnya.
"Ma, apa mama sadar? Om Anto itu bisa berbahaya buat Aku"
"Bahaya apa? Justru kalau Kamu bisa dapat keturunan dari Dia, Kita aman Ra. Kita aman!"
"Enggak, ma. Aku gak bisa"
"Turuti apa kata mama! Mama sudah susah mengurus Kamu selama ini! Papa-mu pergi ninggalin mama dan urus Kamu sendirian! Kamu pikir itu mudah?! Itu masa-masa sangat mengerikan buat mama! Bahkan mama sudah merelakan kekasih mama buat Kamu, berbagi dengan Kamu. Tapi Kamu menolak begitu saja?!"
Air mata Diara sudah tidak terbendung, Ia tidak punya pilihan lain. Tetapi Ia juga sangat berat untuk menyetujui permintaan Lena. Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang timbul di kepalanya saat ini. Tetapi ada satu pertanyaan yang paling muncul, yaitu mengapa hal tersebut harus terjadi kepadanya?
"Mau kan Ra? Mau ya?"
Akhirnya Diara pun mengangguk dengan perlahan, meskipun sangat berat tetapi Ia tidak memiliki pilihan lain.
"Mama janji, pacar Kamu Egi tidak akan tahu bahwa Kamu menjalin hubunhan dengan Anto. Dan satu lagi, Kamu tidak akan pernah menyesali ini, Anto akan memanjakan Kamu lebih dari apa yang Kamu kira."
Lena pun tersenyum dan beberapa lama kemudia Ia berjalan dengan rokok baru yang sedang Ia hidupkan dengan korek api di tangannya menuju lantai atas.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Savior
Teen FictionMengisahkan percintaan yang tidak biasa, layaknya dua insan yang bertemu di masa SMA. Pengemasan cerita yang menarik dan berbeda akan membawa Anda terbawa cerita dan suasana. Cerita ini adalah tentang bagaimana Diara, seorang perempuan yang terjebak...