lima

86K 11.6K 163
                                    

Rea masuk ke dalam gerbang rumahnya saat Savita telah menghilang bersama motornya. Tadi sebelum Savita mengantarnya pulang, mereka berdua mengantarkan Vanya terlebih dahulu.

Gadis sederhana itu tinggal di pemukiman biasa. Rumahnya kecil dan sederhana tapi nyaman bahkan hanya untuk dipandangi. Berbeda dengan rumah Rea yang besar dan mewah, tapi sangat asing untuknya bahkan ketika baru ia lihat saja.

Rea menghela nafasnya sambil menatap dari luar bangunan rumah bercat abu-abu milik Rea, sebelum melangkah masuk ke dalam rumahnya. 

Begitu masuk, yang pertama kali ia lihat adalah ruangan besar dengan bagian ruang tamu di sisi kanan yang lebih sempit. Sebelah kiri pintu terdapat sekat tembok bermotif lingkaran berbagai ukuran yang bolong.  Dapat dilihat jika di balik sekat tersebut adalah ruang bersantai dengan sofa panjang datar berbentuk L juga televisi besar untuk menonton.

"Wow, mewah banget," gumam Rea sambil menelan ludahnya sendiri ketika memperhatikan setiap sisi ruangan yang bahkan masih pertama ia lihat.

Dengan kepala yang menengok ke kanan dan kiri, Rea terus berjalan semakin masuk ke dalam rumah.

"Non, lagi apa?" 

"BUSET, KAGET GUE!"

"Ee, ayam ayam!"

Rea memekik saat seorang wanita paruh baya tiba-tiba muncul dan berbicara di depannya. Ia terlalu fokus mengamat furnitur mewah yang mengisi seluruh sisi rumah ini, sampai tidak sadar dengan keberadaan orang lain. Sedangkan wanita itu berjengit mundur ke belakang dengan kedua tangan terangkat di atas sambil latah mendengar pekikan Rea.

"E-eh, ma-maaf," Rea dengan gelagapan mendekat ke arah wanita paruh baya itu dan memegang lengan kirinya.

"Enggak papa kok, Non. Bi Imah cuma kaget aja," jawab wanita yang ternyata bernama Imah, salah satu asisten rumah tangga yang dekat dengan Rea, pernah sekali namanya disebut dalam novel ketika Bi Imah menjadi wali Rea saat acara perayaan ulang tahun SMA Binar Mulia.

"Maaf ya, Bi. Ar- Re-Rea bener-bener kaget tadi."

"Nggak papa, Non," Bi Imah tersenyum sambil mengelus lengan Rea.

"Non tadi pulang sama siapa?"

"Oh itu, sama Savita, Bi. Kenapa?" tanya Rea di akhir karena melihat ekspresi bingung di wajah Bi Imah.

"Savita siapa, Non?"

"Oh itu, temen sebangku aku."

Bi Imah yang mendengar awalnya mengerutkan keningnya sekilas, sebelum menatap khawatir Rea. Yang ditatap khawatir mengerut bingung.

"Kenapa, Bi?"

"Sebelumnya maaf ya, Non. Tapi, Non Rea lagi berantem sama Mas Nathan sama Mbak Vera ya?" tanya Bi Imah hati-hati, takut membuat perasaan Rea yang bisa saja sedang tidak baik karena pertengkarannya dengan kedua orang berharganya semakin memburuk.

Rea yang mendengar pertanyaan Bi Imah merapatkan bibirnya sekilas sebelum kembali tersenyum. Ia takut jika memasang wajah tidak suka ketika pembahasannya dengan lawan bicara adalah Nathan dan Vera, lawan bicaranya membenarkan pemikirannya tentang mereka bertengkar.

Bukan bertengkar, tapi ia tidak suka dengan para manusia tidak tahu diri yang memanfaatkan orang lain yang menganggap mereka berharga. Lebih baik ia segera menjauh dari orang-orang seperti itu agar hidup Rea lebih baik.

"Enggak kok, Bi. Aku cuma pengen mulai deket aja sama temen sekelas. Bibi tau kan kalo aku sama Vera dan Nathan gak sekelas?" Rea menjawab pertanyaan Bi Imah yang sedikit sensitif untuknya dengan tenang. Berusaha tidak menunjukkan bahwa emosinya sedikit terusik hanya karena membahas dua sampah itu.

Am I Antagonist? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang