tiga puluh enam

31.9K 4.1K 103
                                    

"Nih."

Bara menerima sodoran helm dari Rea setelah menaruh helm full face miliknya di atas tangki motornya. Ia berdiri, turun dari motornya dan mengaitkan tali helm yang tadi dipakai Rea di besi bagian ujung belakang jok motornya.

"Liat tuh rambut lo, berantakan," Bara menatap Rea yang sedari tadi hanya berdiri menunggu sambil memperhatikannya turun dengan seksama, tangannya terulur merapihkan anakan rambut Rea yang berantakan karena mengenakan helm.

Rea membuang pandangannya, tidak mau menatap ke arah Bara yang jaraknya terlalu dekat menurutnya. Saking dekatnya, aroma parfum cowok itu tercium jelas di hidungnya, membuatnya sempat berhenti bernafas untuk beberapa detik. 

Bara yang sadar bahwa gadis di depannya itu salah tingkah menahan senyumnya, menurunkan kedua tangannya dan beralih menggandeng tangan kiri Rea yang kosong sebelum menariknya untuk berjalan bersama ke kelas.

Keduanya berjalan beriringan menuju ke kelasnya, sesaat setelah sampai di anak tangga terakhir Rea buru-buru melepaskan gandengan tangannya dan berjalan cepat memasuki kelas. Bara yang ditinggal mengerutkan keningnya bingung dan kesal, sebelum akhirnya menyusul.

Rea duduk di kursinya begitu sampai di kelas sambil menaruh jaket Bara yang sedari tadi ia bawa di tangan kanan ke atas meja, memasang wajah sebiasa mungkin agar tidak terlihat mencurigakan utamanya saat Bara melangkah masuk ke kelas. 

Savita yang datang lebih pagi menatap bingung teman sebangkunya itu, sempat beralih ke arah Bara yang masuk dengan tatapan kesal mengarah ke Rea sebentar sebelum kembali menatap ke arah samping.

"Lo kenapa deh?" tanya Savita dengan kening berkerut bingung. Rea yang merasa diajak bicara menatap ke arah Savita balik sambil melepas tas dari punggungnya.

"Kenapa apanya?" tanya Rea balik dengan kedua alis terangkat.

"Kenapa Bara lo tinggal?"

Rea mengerutkan keningnya bingung mendengar pertanyaan Savita yang langsung tepat sasaran. Apakah Savita ini sebenarnya peramal?

"Lo... kok tahu?" tanya Rea bingung sambil meneliti wajah Savita dengan tatapan curiga. Savita yang ditatap curiga seperti itu menaikkan sebelah alisnya heran, dalam pikirannya ia mengira-ngira apakah Rea sudah cukup gila hingga melontarkan pertanyaan dan tatapan seolah-olah ia baru saja melakukan pembunuhan.

"Keliatan, goblok," jawab Savita sewot sebelum menghadap ke depan lagi kemudian memainkan handphone-nya.

"Hah?" Rea menoleh ke arah Savita dengan wajah terkejut. "Masa?" tanya Rea memastikan, pasalnya menurutnya sendiri, ia sudah sebisa mungkin berlagak seolah-olah tidak ada apa-apa diantara ia dan Bara. Ini sebenarnya Savita yang kepekaan atau dirinya yang tidak jago pura-pura? 

Savita yang mendengar pertanyaan Rea menatap gadis itu aneh sebentar sebelum beralih melirik jaket yang ditaruh gadis itu beberapa menit yang lalu. 

"Itu jaketnya Bara, kan?" tanya Savita sambil menunjuk jaket itu dengan telunjuknya. Tatapan mata Rea mengikuti ke arah yang ditunjuk Savita, yang pada akhirnya membuatnya sadar bahwa sedari tadi ia menenteng jaket hitam milik Bara yang tadi ia gunakan untuk menutupi paha saat dibonceng.

Buru-buru Rea meraih jaket itu dan memasukkannya ke dalam laci sebelum ada orang lain yang melihat. Beruntung kelasnya belum banyak yang datang, hanya mereka bertiga dan dua anak lain yang sibuk dengan kegiatannya masing-masing.

••••

"Lo beneran gak mau cerita gitu ke kita?" 

Rea yang tengah meminum es jeruknya menoleh ke arah Savita yang sedari tadi menatapnya penuh ancaman.  Alis gadis itu mengerut bingung, bertanya-tanya hal apakah yang belum ia ceritakan kepada gadis berkacamata dan juga si pemeran utama itu.

Am I Antagonist? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang