I: senyum tipis, mata minimalis, dan kulit hitam manis

19 2 0
                                    

pertama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

pertama.
[di kelas yang gaduh pada siang hari,
8 tahun yang lalu]

Cahaya matahari kala itu menusuk melewati celah celah gorden kelas yang sedikit terbuka. Aku masih ingat bagaimana suasana kelas 4C kala itu, telingaku dipekakan oleh suara riuh dan gaduh teman teman masa sekolah dasarku yang tak jelas sedang apa.

Aku hanya duduk di tempatku sambil membenamkan kepalaku didalam lipatan tangan diatas meja kayu berlapis cat yang mengkilat itu.

Panas banget hari ini, mau meleleh rasanya

Batiku tak berhenti mengeluh sambil sedikit demi sedikit mulai mengantuk.

Guru kami kala itu tak juga masuk padahal sudah nyaris setengah jam sejak bel tanda masuk berbunyi tadi.

"WOI BU DONA DATANG CEPET MASUK"
Teriak salah satu anak lelaki di kelasku yang membuat gaduh seisi kelas, ada yang dengan cepat membereskan bekalnya yang belum habis, ada yang menyimpan kembali kartu uno kedalam laci mejannya, dan sebagainya.

"selamat siang anak-anak, maaf atas keterlambatannya ya, hari ini kalian semua kedatangan teman baru, Dean ayo sini nak perkenalkan dirinya"

Aku pun memfokuskan pandanganku pada anak lelaki yang berjalan memasuki kelas dengan menyandang tas biru dongker dengan gatungan kunci acrylic bergambar karakter Naruto itu.

"ayo nak perkenalkan nama panjang sama nama panggilannya ya" ujar Bu Dona sembari memegang kedua bahu anak itu.
"assalamualaikum semuanya, namaku Muhammad Deano Rizaqy Bagaskara, panggil aja Dean, salam kenal semuanya" ujarnya sambil tersenyum tipis.

Senyuman tipis, mata minimalis, dan kulit hitam manis.

Aku masih ingat bagaimana aku tertegun mengabaikan kegaduhan kelas yang heboh mendapatkan teman baru dihari itu. Aku tak bisa berpaling dari dirinya, seperti pemburu yang sedang mengunci target untuk ditembak. Sama sekali tak bisa lepas.

"cieeee Bella ga berhenti natapp nihh daritadii" goda Aca, chairmate-ku kala itu.
"dihh apaan sihh biasa ajaa tau" balasku kesal sekaligus malu.
"kenapaa Bel? Naksirr Dean yaaa?" goda Bu Dona mengikuti Aca tadi.
"ihh ga ada buk, saya biasa aja tau buk Aca aja nih yang lebay"

"cieeee Bellaaaaa" satu kelas malah menyorakiku yang mukanya sudah memerah padam saat itu.

Aku tak bisa apa-apa selain cemberut dan pura-pura ngambek untuk menyembunyikan diriku yang sebenarnya malu.

"yasudah Dean duduk disebelah si—"
"di sebelah Raka boleh ga buk?"
"kalian sudah saling kenal, nak?"
"Raka saudara saya buk, jadi sudah kenal"
"yasudah boleh, duduk disebelah Raka saja"

Begitulah percakapan singkat antara Dean dan Bu Dona yang masih tertinggal dalam ingatanku. Tak kusangka Dean dan Raka adalah saudara sepupu. Aku tak bisa membayangkan hari-hariku akan diledek oleh Raka yang super iseng itu karena kejadian tadi.

Aku menghembuskan nafas kesal.

Hahahaha lucu jika diingat-ingat bagaimana aku pertama kali bertemu seseorang yang tak kusangka akan membangun ruang sendiri di dalam hati dan ingatanku setelah sekian tahun kulewati.

Badannya kecil, kurus dan pendek, kepalanya plontos hanya menyisakan rambut-rambut tipis saja, aku masih ingat bagaimana cara ia memakai baju khusus hari selasa kami yang terlalu besar untuk ukuran badannya, aku masih ingat bagaimana suara tawanya, suara kecil yang ia buat saat kaget, bagaimana ia membuat keributan di kelas bersama anak-anak lainnya.

Aku masih ingat, bagaimana jantungku akan terus berdegub kencang saat dia ada didekatku.

Dan aku masih merasakan rasa yang sama dengan saat pertama kali aku menyadari aku telah jatuh padanya.

—TBC

XENA; Hati Untuk MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang