Syahra terbangun oleh suara alarm yang berdering, ia pun memaksakan dirinya untuk melawan gravitasi kasur yang begitu nikmat rasanya. Berjalan terhuyung-huyung menuju alarmnya yang masih terus berteriak diatas meja.
Setelah misi mematikan alarm selesai, ia lalu berjalan membuka jendela dan menyetel instrumen jazz. Melakukan sedikit peregangan dan tersenyum melihat pagi yang begitu cerah.
"Wah, another great day i see..."
Bangun pagi tentu saja bukanlah aktivitas yang menyenangkan, maka dari itu Syahra mencoba mencari cara untuk membuat paginya terasa menyenangkan dan inilah rutinitas yang ia lakukan, yaitu mandi dan breakfast ditemani alunan musik jazz yang membuat hatinya menjadi lebih baik dan bersemangat.
Saat tengah menikmati makanannya, tiba-tiba handphone Syahra bergetar, tanpa melihat siapa yang menelfon Syahra langsung mengangkatnya.
"Halo?"
"Kau sudah bangun rupanya."
Reyvan?
"Tentu saja, ada apa? Sangat jarang mendapatkan telfon darimu sepagi ini."
"Aku tahu. Maka dari itu sepertinya kau akan sering mendengar suaraku."
Okay. Apa yang sebenarnya sedang ia bicarakan? Ah, jangan-jangan...
"Apa kakek yang menyuruhmu menelfonku?"
Syahra lalu mendengar Reyvan tertawa kecil, "Tidakkah kau terlalu peka disaat seperti ini?"
"Aku tidak peka. Hanya saja mana mungkin seorang Adida Reyvan Hasan menelfon seseorang yang tidak punya urusan dengannya pada pagi hari seperti sekarang."
"Kau benar. Maaf mengganggumu, ia sepertinya tidak akan menyerah sebelum melihat aku berbicara langsung denganmu."
Syahra tersenyum, "Tidak apa-apa, lagipula berbicara denganmu bukanlah hal yang buruk."
"Haha, apa kau baru saja menggodaku?"
Seketika Syahra menyadari kalimat yang baru saja ia lontarkan, dan dalam hati ia mengumpat mati-matian, "Tentu saja tidak! maksud aku, aku senang berbicara denganmu sebagai teman. Ya seperti itu..." Lalu ia mendengar Reyvan kembali tertawa, "Hei, jangan tertawa, kau ini benar-benar..."
"Hahaha, baiklah aku berhenti. aku harus berangkat ke kantor sekarang."
"Oh ya baiklah, hati-hati di jalan."
"Iya, kau juga. Bye." click.
Syahra termenung sejenak, ia diam bagai batu lalu menghela nafas seakan-akan ia tidak bernafas sedari tadi, "Astaga, mulutmu ini Syahra! Bisa-bisanya kau berkata seperti itu... ah, sungguh memalukan..." Dengan kesal ia menggelengkan kepalanya, lalu segera melahap habis makanannya dan pergi untuk siap-siap.
Saat tiba di butik, Syahra seperti biasa melakukan brief sebentar dengan timnya untuk melihat aktivitas apa saja dan klien siapa saja yang akan mereka layani hari ini. Lalu setelah itu Syahra dan Christine bertugas untuk mengecek gaun pesanan klien yang sedang dikerjakan.
"Okay , ini sudah boleh untuk di foto detail-detailnya dan dikirimkan ke klien ya." Kata Syahra sembari tetap memperhatikan gaun dengan seksama untuk melihat apakah ada hal yang perlu diperbaiki.
"Baiklah, kalau begitu gaun ini masuk list." Christine dengan sigap memasukkan foto keseluruhan gaun tersebut ke dalam satu folder khusus untuk dikerjakan foto detailnya, "Lalu bagaimana dengan gaun yang ini?"
Syahra terdiam sejenak, kembali fokus melihat segala detail dari gaun tersebut, memegang kainnya dan memastikan semua embellishment terpasang dengan rapi.
YOU ARE READING
The Unpredictable (HIATUS)
RomancePerasaan manusia adalah sesuatu yang sangat sulit di tebak, kadang bisa muncul dengan tiba-tiba lalu menghilang begitu saja. Kadang dapat meninggalkan suatu bekas, memori, suatu yang spesial di dalamnya, tapi bisa juga meninggalkan luka pedih yang m...