Tunangan... Aku? Dengan Reyvan?
Aku begitu terkejut hingga tidak tahu apa yang harus aku rasakan...
Tetapi sekarang, bukan itu masalahnya,
Bagaimana dengan Reyvan? Apakah ia baik-baik saja?
Kira-kira seperti itulah pemikiran Syahra ketika berjalan berdampingan dengan Reyvan, dalam diam yang begitu berat. Reyvan pun yang juga sedari tadi hanya diam menghentikan langkahnya.
"Rey?"
"Ya?"
"Apa kau baik-baik saja?" Tanya Syahra, Reyvan lalu mengadah dan terdiam sejenak lalu menjawab, "Ya, tentu saja." Hal ini membuat Syahra merenung, tentu saja setelah berita yang disampaikan siapapun akan tidak baik-baik saja. Ia pun juga tidak tahu harus berkata apa , mereka berdua hanya bisa terdiam untuk sejenak ditemani oleh hembusan angin malam.
"Bagaimana pendapatmu?"
"Aku... tidak tahu. Bagaimana denganmu?"
"Menurutku... itu hal yang patut untuk di coba" Mata Syahra seketika melotot menatap Reyvan. Bapak ini.., "Hey! Ini bukan hal main-main tahu. Kau kira ini wahana, di coba-coba." Ingin sekali rasanya bagi Syahra untuk menjitak jidat mulus Reyvan itu. Tetapi tindakan yang Reyvan lakukan selanjutnya membuat Syahra tak jadi melaksanakan aksinya, "Aku tidak sedang bercanda." Tatapan itu... Tatapan serius nan dalam, tatapan yang begitu sulit diartikan. Syahra dengan cepat mengalihkan perhatiannya, sebelum otaknya benar-benar kehilangan fokus.
"Reyvan, apa maksudmu tidak bercanda? Jelas saja kau mengada-ngada, tunangan bukanlah sesuatu yang bisa kau coba seenaknya. Aku pikir kita berdua sudah cukup dewasa untuk mengetahui hal itu." Bantah Syahra tegas, di satu sisi hal ini adalah impiannya, tetapi di sisi lain ia juga mengetahui bahwa tidak ada gunanya menjalani mimpi yang hanya akan semakin meremukkan diri sendiri.
Reyvan sedikit terkejut mendengar celetuk Syahra, ia lalu menghela nafas sembari tersenyum kecil. "Kau benar, maaf." Ia tidak mengerti dengan apa yang baru saja terlintas di pikirannya, perasaan menyakitkan yang menghantuinya selama ini lagi-lagi berhasil menghancurkan pemikirannya.
"Lalu? Apa yang harus kita lakukan? Kau tahu bagaimana kakekku kan?"
"Ya, tentu saja. Kau kira sudah berapa kali aku harus menjadi pacar bohonganmu, agar menjadi alasan bagimu untuk menolak setiap orang yang kakekmu jodohkan." Begitulah Rudi, kakek Reyvan. Ia sepertinya benci melihat cucunya lajang dan menikmati hidup sendirian.
Perkataan Syahra membuat suatu ide yang menurut Reyvan sangat masuk akal melewati otakknya, "Kita lanjutkan saja peran itu." Mendengar itu Syahra menatap Reyvan dengan sinis.
"Baiklah, tapi sebelum itu sebaiknya aku harus mengantarmu ke rumah sakit jiwa. Sepertinya ada masalah dengan otakmu." Jawab Syahra dengan sarkas, "Rey, aku tidak masalah untuk berbohong ke teman-temanmu. Tapi ke kakek dan orang tua kita? Kau gila? Tentu saja rahasia kita akan langsung terbongkar saat itu juga."
"Apakah kau punya cara lain yang lebih efektif?" Pertanyaan Reyvan membuat Syahra terdiam berpikir, lalu menghela nafas sembari menggeleng. "Kalau begitu, deal?"
"Baiklah, tapi sampai kapan kita melakukan hal ini?"
"6 bulan. Itu yang akan kita katakan kepada mereka, dan setelah itu bila kita tidak juga mengalami kemajuan maka kakek kita harus berhenti berusaha menjodohkan kita." Syahra mendengar perkataan Reyvan merasakan sesuatu yang berat dan perih, tentu saja tidak akan ada kemajuan. Syahra pun hanya mengangguk menanggapi perkataan Reyvan, "Kau yang berbicara, okay?"

YOU ARE READING
The Unpredictable (HIATUS)
RomancePerasaan manusia adalah sesuatu yang sangat sulit di tebak, kadang bisa muncul dengan tiba-tiba lalu menghilang begitu saja. Kadang dapat meninggalkan suatu bekas, memori, suatu yang spesial di dalamnya, tapi bisa juga meninggalkan luka pedih yang m...