The Last Chapter

491 43 44
                                    

Hari-hari Mingi terasa seperti sebuah perjalanan yang sangat panjang.

Bahkan terlalu panjang, jika ia harus menegaskan.

Rumah ini selalu hangat, biasanya. Baik secara literal, maupun makna konotasi. Dihiasi dengan tawa anak-anak, kasih sayang yang ditunjukkan Leedo, apapun. Tapi semenjak kejadian dimana Leedo menghukum dan menyiksa Mingi pasca ia menemukan sang istri bercumbu dengan pria brengsek yang ia tidak ingin menyebut namanya—seakan pria itu adalah tokoh supervillain nomor satu dalam series Harry Potter—ia mengirim Jisung dan Taeyoung untuk tinggal di asrama sekolah.

Kedua putranya itu tidak keberatan. Mereka anak-anak baik yang patuh pada sang ayah—karena aura dominannya yang menguar tajam mengintimidasi semua orang—kedua bocah itu tidak selalu patuh pada Mingi karena ibu mereka itu lebih lembut dan malah cenderung lembek karena dengan alasan tidak tega untuk memarahi apalagi menghukum mereka—meski ia pernah melakukannya sekali tapi setelahnya ia lalu merasa sangat bersalah luar biasa jadi ia tidak pernah melakukannya lagi.

Mingi hanya Leedo izinkan untuk menemui anak-anaknya sebulan sekali. Dengan pengawasan darinya tentu saja. Leedo selalu memegang kendali penuh atas apa yang Mingi lakukan. Dan anak-anaknya menyadari bahwa perut ibunya membuncit semakin membesar di setiap pertemuan. Di pertemuan terakhirnya Mingi berjanji bahwa ia akan mempertemukan mereka pada adik perempuannya.

Dengan memiliki banyak teman yang menyenangkan, yang bisa diajak makan, belajar, dan bermain bersama, membuat kedua bocah itu betah untuk tinggal di asrama bahkan tanpa harus ada paksaan dan ancaman dari sang ayah. Kesenangan itu bahkan bisa membuat mereka melupakan ayah dan ibunya. Tidak terlalu sering merindukannya meski terpisah. Itu bagus. Mereka bisa memfokuskan diri hanya pada akademik tanpa harus terganggu konsentrasinya oleh rasa sedih atas kerinduan pada kedua orang tuanya.

Jadi, kenapa Leedo harus menitipkan Jisung dan Taeyoung pada asrama sekolah?

Tentu saja tidak lain dan tidak bukan adalah karena dengan begitu ia bisa menyakiti Mingi lebih leluasa tanpa harus menyakiti kedua putra tercintanya yang harus menyaksikan ibunya tersiksa.

Rumah ini sudah tidak seperti rumah.

Sudah tidak seperti tempat Mingi untuk kembali.

Ia tidak mengerti kenapa, tapi sekarang ia telah kehilangan Leedo. Sosoknya selalu berada di depan mata, tentu saja. Pria itu membawa pekerjaan ke rumahnya sehingga ia bisa terus mengawasi Mingi. berbelanja atau apapun, sekarang teknologi sudah semakin canggih sehingga ia tidak perlu repot-repot untuk keluar melangkahkan kaki.

Jadi sekali lagi, sosok Leedo selalu berada di depan Mingi. Tapi di saat bersamaan Mingi juga merasa kehilangannya. Dan sekali lagi, ia tidak mengerti kenapa. Atau mungkin sebenarnya ia tidak benar-benar tidak mengerti. Perbuatannya di masa lalu bersama Yunho adalah pemicunya. Dan membuat sosok Leedo yang mengayomi, bertanggung jawab, berwibawa dan diidolakan anak-anaknya, juga penuh kasih, pergi. Membuatnya mendatangkan sosoknya yang asli. Mingi merindukannya.

Mingi dan Leedo berkumpul dengan orang tuanya hanya satu kali dalam setahun. Dipisahkan jarak beribu mil jauhnya. Leedo meminta Mingi untuk menelepon orang tua mereka sebulan sekali, agar mereka tidak merasa khawatir pada anaknya. Terutama orang tua mereka sudah dikabari bahwa Mingi sedang mengandung anak ketiganya sekarang, seorang tuan putri yang selama ini Leedo nantikan.

Mereka juga akan menanyakan kabar Mingi selain Leedo yang selalu berbicara terlebih dahulu. Mingi ingin melapor, menjerit meminta tolong, meminta untuk diselamatkan dari tempat mengerikan ini. Tapi Leedo memintanya untuk mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja, sambil tersenyum manis pada Mingi yang memegang ponsel Leedo dengan tangan gemetar, memperhatikan Leedo yang mengawasinya dengan baik, sangat baik, terlihat dari ikat pinggang yang Leedo genggam sebagai ancaman.

MENDA-CITY 🖥 YunGi [⏹]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang