Udara malam musim semi di luar sana tetap saja terasa dingin. Seperti menguliti. Mingi harap ia bisa langsung merasakan kasur nyaman, bantal empuk, dan selimut hangat begitu sampai tanpa harus mendapati Leedo yang terjaga terlebih dahulu. Ia lelah, sedang tidak bergairah, untuk berargumen di kondisi yang payah.
Jadi ia membuka pintu kamarnya perlahan.
"Menghabiskan waktu bersama anak-anak seharian masih tidak cukup untuk membuatmu kelelahan, Tuan Song?"
"Astaga Kim Gunhak, kau ini apa-apaan? Mengagetkanku saja! Apa yang kau lakukan hingga jam tiga pagi begini masih terjaga?" Mingi memegangi dada. Memastikan bahwa salah satu alat vital yang ia sebut jantung itu masih berada pada tempatnya. Dan ia bersyukur karena semuanya aman.
"Menunggu kepulangan seseorang yang tiba-tiba menghilang." Dinginnya intonasi Leedo tidak kalah menguliti dengan udara yang Mingi caci di malam ini.
"Er... kalau begitu ini saatnya bagimu untuk kembali tidur?" Sementara Mingi dengan rileks tetap berusaha untuk tampil tenang dan tidak tampak bersalah.
"Aku menahan diri dari menggagahimu malam ini karena ingin membiarkanmu beristirahat. Tapi kau malah keluyuran tanpa seizinku. Kau mau belajar menjadi seorang istri yang tidak berbakti?"
"Aku mencuci pakaianmu, merawat anak-anakmu, membereskan seisi rumah, dan kau masih mau mengataiku seperti itu?"
"Aku sangat menghargai itu. Kau memang benar-benar berjasa. Tapi bukan berarti hal itu bisa membuatmu melakukan segala yang kau mau jika itu tidak baik bagimu."
"Kau pikir aku sudah melakukan hal yang buruk?"
"Memang dari mana saja kau?"
Itulah pertanyaan yang ingin Leedo ajukan sejak tadi. Sejak mendapati ketiadaan wujud sang istri di sampingnya ketika terbangun tadi. Dan itulah pertanyaan yang tidak ingin Mingi hadapi. Ia sudah terbiasa pada suaminya ini berbohong berkali-kali, akhir-akhir ini. Tapi lama-kelamaan terus-menerus melakukan ini membuatnya tidak enak hati.
"Ada hal penting yang harus kubahas dengan Hongjoong."
Ada rasa sakit tersendiri bagi Leedo ketika mendengar nama itu disebut. Itu adalah sapaan akrab milik mantan terindah Mingi. Yang laki-laki. Kalau yang perempuan ceritanya lain lagi. Tapi intinya, jika insecurity terbesar Mingi adalah jerawat dan tubuh gemuknya, maka milik Leedo adalah Hongjoong. Ia tidak sedang berada dalam kondisi hati yang baik ketika Mingi pergi. Dan ketika Mingi menyebut nama itu, hal itu tidak membantu sama sekali.
"Kau menerima begitu saja ajakan orang itu untuk bertemu denganmu di tengah malam di luar sana?"
"Santai saja. Aku tidak berbuat macam-macam kok."
Bola mata Leedo bergulir, mengarah pada sebuah tas hitam yang Mingi tenteng di tangan kanannya. "Lalu laptop itu?"
"Masih ingat project bisnis yang pernah kudiskusikan dengannya? Itulah alasan kenapa aku bersedia menerima ajakannya. Dan aku membutuhkan device ini tentu saja."
"Begitu ya? Hmmm... tapi aku tetap tidak menyukai caranya. Akan kuperingatkan dia untuk tidak kembali melakukannya."
Meraih ponsel di atas meja, Leedo hendak menghubungi Hongjoong dan berniat untuk membentakinya sekarang juga. Tidak habis pikir dengan masa lalu dari istrinya itu yang tiba-tiba saja datang untuk mengusik ketentraman rumah tangganya.
"Tidak!"
Ia menatap heran Mingi yang baru saja berseru dengan lantang melarang.
"Jangan, lain kali aku akan menolaknya. Tapi tolong jangan menyalahkannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
MENDA-CITY 🖥 YunGi [⏹]
Fiksi PenggemarKehampaan. Kepalsuan. Kecanduan Top!Yunho bottom!Mingi MPREG #4 ukemingi #6 bottommingi #7 submingi ©2020, ichinisan1-3