Chapter 1

198 11 0
                                    

Bulan Juli. Copenhagen mencapai titik terpanas di sepanjang tahun, cahaya matahari menyambangi tak kurang dari 17 jam sehari, waktu yang panjang sebelum matahari kembali tenggelam, berganti jam kerja dengan bulan. Penduduk lokal menyambut hari-hari panjang dengan sukacita, banyak konser-konser outdoor digelar sebagai hiburan. Juli hingga Agustus adalah bulan sibuk bagi Copenhagen, tak hanya masyarakat lokal, pelancong dari berbagai belahan dunia juga tak ingin melewatkan keindahan musim panas di Copenhagen. Beribu orang dari wilayah, dan daratan yang berbeda berlomba-lomba menghabiskan masa libur musim panas di Copenhagen.

Sebenarnya Copenhagen selalu sibuk, sepanjang tahun adalah waktu menyenangkan di Copenhagen. Musim panas panjang dengan udara segar dan menyejukkan, diiringi banyak konser outdoor. Musim gugur yang menyala, daun-daun gugur tak kalah menarik, indahnya Nyhavn Port saat musim gugur bukan hal yang bisa diabaikan. Musim dingin udara mencapai titik beku, tapi suasana Natal di Copenhagen tetap jauh lebih hangat dari dinginnya udara musim beku. Natal di Copenhagen tidak pernah kurang meriah. Jangan lupakan musim semi, Tivoli Gardens sudah menunggu. Tidak ada waktu yang tak menyenangkan di Copenhagen.

***

Matahari hampir terbenam. Mata madu itu tak lepas dari viewfinder kamera Leica S di tanganya. Kakinya bergerak ke kanan-kiri, terkadang maju-mundur, tidak jelas. Objek yang tengah dibidiknya hanya diam, tapi yang membidik sebegitu rusuh. Sesekali bibirnya menggerutu karena hasil bidikan kameranya tidak memuaskan ekspetasinya. Tangan desainer baju pernikahan kadang memang tidak berjodoh dengan alat pelukis cahaya itu. Tapi manusia itu tidak bisa terima jika memang dirinya kurang mahir dalam hal bidik-membidik. Kamera hasil memalak itu tetap tidak terlalu berguna jika yang menggunakan seperti ini kan?.

"Haruskah aku mundur sedikit lagi?" Bibir merahnya mengeluarkan pertanyaan yang berusaha dia jawab sendiri.

"Tapi tadi aku sudah dari sini, tetap saja gambarnya jelek!"

"Mundur dua langkah mungkin hasilnya akan seperti yang kulihat di Pinterest."

Kaki ramping itu mantap bergerak. Mundur ke belakang tanpa ragu, melupakan jika matanya tidak mempunyai spion mundur seperti mobil di rumahnya.

"Wah! Benar seperti ini, sedikit lagi!"

Cekrek-Duk!

"Akh! Shit!" Mulut terkutuk.

Pemilik kaki ramping membeku mendengar umpatan di belakang punggungnya, matanya bergerak gugup menyadari kesalahan yang baru saja diperbuat olehnya.

"M-aaf." Bibir itu mencicit ciut.

"Tak masalah, lain kali tolong lebih hati-hati oke."

Yang ditabrak tersenyum tipis, tapi lelaki itu tak melihatnya. Kepalanya menunduk, berbalik takut-takut. Tangannya mencengkram erat kamera di tangannya.

"Hei, tak perlu takut. Tak ada yang terluka di sini."

Kepala kecil itu mendongak ragu-ragu, mata madunya menemukan wajah pria yang menjadi korban kecerobohannya. Pria itu benar-benar tidak marah ternyata, wajahnya terlihat bersahabat disertai sebuah senyum tipis yang menyenangkan.

"Perkenalkan, aku Mark. Sepertinya kita dari negara yang sama?" Kepala bersurai gelap itu mengangguk cepat menyetujui ucapan pria yang mengaku bernama Mark.

Tangan Mark terulur, sebuah ajakan perkenalan padanya. Matanya berpendar ragu, tangannya masih enggan lepas dari kameranya sejak tadi. Mark terkekeh melihat tingkah lelaki di depannya.

"Kamera mahal itu tak akan jatuh hanya karena kau membalas uluran tanganku." Suaranya sarat dengan canda, membuat pipi yang digoda merona malu. Buru-buru tangan itu terlepas dari kamera, menyambut uluran dari Mark.

Rests On Nyhavn [MarkHyuck] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang