Naila memang anak yang terkenal pendiam di sekolah, berbanding terbalik jika di rumah, maka ia dikenal sebagai anak yang periang. Naila bukan anak yang berprestasi sepanjang pendidikannya, namun ia juga bukan anak yang tergolong nakal atau bodoh, biasa saja. Bisa bersekolah di sekolah bergengsi merupakan hal yang harus disyukuri karena ia lahir dari keluarga yang sederhana. Ditempatkan di kelas unggulan juga bukan keinginannya, menurutnya itu hanya keberuntungan yang kebetulan menaungi dirinya. Orang tuanya tidak pernah menuntut perihal nilai yang harus ia dapatkan, yang penting bagi kedua orang tuanya adalah kelak Naila bisa menjadi manusia yang bermanfaat untuk manusia lainnya. Selama menjalani dunia putih abu-abu, Naila tak pernah memilih dengan siapa berteman, ia netral saja meski temannya ada yang membentuk beberapa geng. Namun, kali ini ia agak terusik dengan salah satu temannya yang belakangan suka menyindirnya 'munafik', Siska si bintang kelas yang terang-terangan menyepelekan penampilan Naila yang lebih religius.
Naila bukan tak menyadari hal itu dari awal, ia paham dengan tatapan Siska tiap kali mereka berpapasan. Namun, sebagai anak sulung perempuan orang tuanya selalu mewanti-wanti agar ia tetap berpegang teguh dan menaati akidahnya. Bagi Naila, menuruti segala nasihat orang tua bukan hanya bukti baktinya kepada mereka, namun juga baktinya sebagai hamba.
Puncaknya adalah saat perayaan ulang tahun Siska beberapa hari lalu, ia memaklumi jika perayaan itu tergolong mewah dan bebas karena diadakan di sebuah club, tapi efeknya kepada dirinya yang kemarin datang sendiri dengan penampilan lain dari yang lain adalah ia yang menjadi bahan gunjingan teman sekelasnya. Padahal bukan hanya ia seorang yang datang sendiri, namun Siska and the geng menjadikan itu sebagai bahan olok-olok untuk Naila. Selagi bukan fisik yang dilukai, Naila bisa menerimanya meski tak memungkiri kata-kata Siska kadang melukai hatinya, namun ia tak meninggalkan dendam di hati bahkan Naila berdoa semoga Siska diberikan hidayah. Hampir seminggu Naila tak melihat kehadiran Siska, tumben, padahal sebentar lagi akan berlangsung ujian nasional, ketiga teman gengnya pun tak tahu pasti kabarnya mereka hanya tahu bahwa Siska sedang sakit. H-3 ujian, Siska belum juga muncul, yang membuat Naila heran adalah seisi kelas seolah biasa saja atas ketidakhadiran si bintang kelas itu. Naila bangun dengan napas terengah-engah, baju piamanya basah oleh keringat, tepat pukul tiga pagi begitu matanya mengarah ke jam dinding. Mimpi itu berefek pada semangat Naila, ia masih memikirkan apa arti mimpi tersebut sepanjang perjalanan ke sekolah, meski Bunda sudah mengatakan bahwa itu hanyalah bunga tidur. Setibanya di kelas, ia tambah bingung lagi karena sudah ada wali kelas berdiri di sana, dan beberapa murid yang sudah hadir tampak tertunduk lesu. Naila mengambil posisi di bangkunya, setelah hening beberapa menit barulah ia tersentak begitu mendengar, "Siska meninggal setelah dipaksa aborsi oleh pacarnya."
*****
Tentang Penulis
Neni Hariyati, lahir pada 2 Juni, bungsu dari enam bersaudara dan berdomisili di Simpang Empat daerah terpencil dari pulau Sumatera Utara. Penikmat bakso dan hujan yang saat ini baru berani mengikuti dunia literasi setelah kian lamanya bergelut dengan diary. Akun media sosial saya bisa ditemui di instagram @neni.hariyati dan fb Neni Hariyati.
KAMU SEDANG MEMBACA
CERMIN (Cerita Mini)
Short StorySetiap kisah dalam hidup tak selamanya rumit. Sekalipun rumit, kata selalu punya cara untuk mengungkapkan semuanya walau secara singkat.