"Emang, sih. Tadinya gue nyuruh dia nangis aja. Tapi, kalau udah dua jam gini kok gedek gue liatnya."
"Dasar julid. Tapi, gue setuju kali ini."
Gadis kembar yang saling mengomentari tadi terduduk pasrah. Menatap jengah teman perempuan yang sedang menangis tersendu-sendu. Entah berapa liter matanya mengeluarkan air. Dua pak tisu besar sudah dia habiskan. Namun, tidak terlihat hilal dia akan berhenti menangis.
"Naf, udah, ya?" bujuk Selin, kembar yang mengikat rambutnya ke kanan.
"Iya, kalau lo nangis terus, kita juga gak tahu harus apa." Sela, kembar yang mengikat rambutnya ke kiri menambahkan. "Coba, deh. Kamu berhenti nangis dulu. Jelasin ke kita-kita."
Dengan penampilan berantakan, mata sembab, hidung merah, make up luntur, rambut kusut, gadis itu menengadah. Menatap sendu kedua temannya. "Nyokap, hiks. Jahat!"
"Jahat kenapa? Kucingmu dijual?" tebak Selin.
Nafa menggeleng sembari mengusap ingusnya.
Sela ikut berpikir. "Kamu dibandingin sama tetangga?"
Nafa menggeleng dalam diam."Baju cosplay-mu dibakar?""Koleksi komikmu dipinjam gak balik-balik?"
Nafa kekeh menggeleng.
"Terus apaan, kampret?!" umpat Selin sudah tak sabar lagi. Hendak memukul kepala Nafa, tapi untungnya dihentikan oleh Sela.
"Nyokap ... larang gue buat nikah."
Kembaran tadi berkedip. Memang, sih, umur mereka sudah bisa dikatakan cukup untuk menikah. Namun, kata itu tidak cocok keluar dari mulut Nafa. Gadis yang selalu menghindari dunia nyata dan menganggap dunia anime lebih menarik. Bahkan, laki-laki 3D sudah bukan seleranya.
Ibu Nafa juga sudah sering mengeluh pada kembar mengenai hal ini. Sebagai ibu, beliau ingin Nafa memiliki hidup yang normal seperti gadis pada umumnya.
Namun, kenapa malah jadi begini?
"Lo bawa calon nggak sesuai kriteria nyokapmu kali," sewot Selin tak acuh.
Nafa menggebrak meja. "Heh! Dia udah yang paling perfect dari semua cowo yang pernah gue temui, ya!" Kesedihan gadis itu berubah menjadi amarah. Apalagi matanya masih memerah sebab air matanya. "Supel, kocak, kadang bijak, bisa makan apa aja, positive vibes, pokoknya semuanyalah!"
"Terus, masalahnya di mana?" tanya Sela masih mencoba sabar.
"Nggak tahu, hue!" Nafa kembali mengeluarkan air mata. "Padahal gue udah siapin mental, uang, cincin, terus baju nikahannya. Tapi pas gue bilang ke nyokap, dia nolak keras."
Selin memutar bola matanya. Belum lima menit meminta Nafa untuk tidak menangis, dia malah kembali menangis. Terlalu lelah, Selin memutuskan untuk diam dan menyerahkannya pada Sela. Kesabaran kembarannya itu lebih lapang dibandingkan dirinya.
"Bentar, deh. Gue mau liat poto calon suami lo, deh," pinta Sela.
Nafa mengeluarkan ponselnya. Bergulir cepat membuka sandi dan menekan aplikasi galeri. Mencari foto yang paling ganteng menurutnya, lalu menunjukkannya pada kedua temannya tadi. Foto yang sama ketika sang ibu menolaknya hingga memarahinya habis-habisan.
Foto lelaki menggunakan topi jerami yang tersenyum manis.
"Nyokap bilang gue nggak bisa nikah sama Naruto! Padahal itu kan Luffy! Eeh, gue malah diamuk, huhu."
Sela dan Selin tersenyum masam. Menyadari betapa bodohnya mereka mempercayai teman wibunya itu.
"Naf, lo tahu salah satu syarat orang mau nikah?" tanya Sela yang nampaknya masih bisa menahan amarah.
"Baligh?"
"Berakal."
Selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
CERMIN (Cerita Mini)
Historia CortaSetiap kisah dalam hidup tak selamanya rumit. Sekalipun rumit, kata selalu punya cara untuk mengungkapkan semuanya walau secara singkat.