First Meet-Sebuah Salep

14 0 0
                                    

Ada banyak orang baik di dunia ini. Berhenti beranggapan bahwa kamu sepi dan sendiri

—Raini Angkasa, si pendiam yang suka overthinking

———

Aku menengadah ketika rintik hujan menyapa lembut pipi kiriku. Mendung menguasai langit dengan gagahnya.

Hujan ternyata…..

Gumamku pelan sambil memejamkan mata menikmati tiap tetes air yang jatuh dari langit itu. Kalau kata orang zaman sekarang "self healing". Sebuah istilah untuk menggambarkan diri yang sedang ingin berada di masa tenang tanpa gangguan dari kesibukan yang sebelumnya dilakukan. Cukup menarik. 

Dyaarrrr… 

Aku terkejut dan membuka mata mendengar gelegar gagah sang petir dari arah selatan. Aku tersenyum miris. Dari keadaan ini aku sadar, bahwa tak selamanya keindahan dan ketenangan yang kita dapatkan akan selalu begitu adanya, pasti akan ada saat dimana sesuatu yang buruk dan tidak kita inginkan datang tiba-tiba tanpa permisi. 

Aku bergegas pergi dari kursi taman karena hujan yang turun semakin menjadi-jadi. Sedikit berlari dengan tas kecilku untuk menutup bagian kepala.

Hap, langkah terakhir sebelum mendarat di halte bus. Sayangnya, kakiku tergelincir akibat ubin halte yang licin karena air hujan. Aku terjatuh dengan kedua lutut terlipat ke belakang. Sungguh perih.

Aku mencoba untuk bangun dan berdiri berpegangan dengan kursi panjang di sebelah kiriku. Kemudian aku duduk dan mengibas-ngibaskan rok hitam selutut yang aku kenakan dari debu basah yang menempel karena terjatuh tadi. 

Sial sekali hari ini, gumamku pelan. 

Hujan semakin deras, percikan air akibat talang air yang tak sejajar dengan selokan semakin jatuh tak beraturan. Aku sedikit bergeser menghindari percikan air agar sepatu kesayanganku tidak basah.

Cittt…

Decitan rem bus yang baru saja berhenti di halte terdengar jelas. Ini bukan bus yang harus kunaiki agar sampai di tujuan, sehingga aku abai dan meratapi lututku yang ternyata sedikit memar.

"Kamu kenapa?"

"......"

Aku mendengarnya. Tapi bukankah tadi aku sendiri di halte ini, lalu suara siapa itu? dengan siapa ia berbicara? Sedangkan beberapa orang yang baru saja turun dari bus tadi sudah meninggalkan halte, ya walau aku hanya melihat sedikit dari ekor mataku.

Aku mengangkat sedikit kepalaku. Ada seorang pria tak dikenal berdiri di hadapanku dengan tangan yang tersimpan di saku celananya. Aku mengernyit, dia berbicara dengan siapa? Aku menoleh ke kanan dan ke kiri mencari tahu apakah ada orang lain disini, dan tidak ada. 

"Hei, kamu kenapa?" Dia kembali bertanya

"Kau berbicara denganku?" Ucapku pelan dan takut. Aku takut dia menculikku dan menjual organ tubuhku. Aah, lupakan! Aku sangat overthinking. 

"Tentu, dengan siapa lagi memang. Hanya ada kita disini," sahutnya kemudian berjalan mendekat dan duduk di sebelah kananku dengan jarak yang cukup dekat. 

Aku mengangguk pelan. Bingung harus menanggapi apa.

"Ini, pakailah di lutut mu. Setidaknya mengurangi rasa nyerinya sedikit," ucap pria yang sedari tadi tak ku ketahui namanya, ia menyodorkan salep kulit padaku. 

Aku bingung. Namun kemudian ku terima salep itu darinya karena merasa tak enak jika diabaikan begitu saja. 

"Terima kasih," ucapku dengan senyum kecil

"Sama-sama…..Raini," sahutnya sedikit mengeja name tag yang ada di jaket yang aku kenakan. 

Sedikit terkejut atas sikap baiknya. Aku sadar,  begitu banyak orang baik di dunia ini. Hanya saja mata kita ditutupi oleh khayalan fana yang kita buat sendiri.

———

I hope you like this story!
Don't forget to vote and comment✨

Sincerely,
Kataaocta

Tupa, Toni, TemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang