Jangan merasa dirimu kecil. Kamu unik dan pantas bahagia di semesta ini.
—Toni Anggara, Coffee Addict
———
Waktu menunjukkan pukul 7 malam. Pergantian shift dimulai, beberapa dari barista dan kasir sebelumnya sudah menyelesaikan tugasnya dan shift selanjutnya sudah siap menggantikan. Aku, Danu, dan beberapa karyawan shift siang pun bersiap untuk rapat di private room Tupa Cafe.
Jujur, setelah setahun bekerja baru kali ini aku akan bertemu sang pemilik Cafe—Mas Toni yang tadi disebut oleh Danu. Bisanya jika ada rapat dan masalah lain akan di handle oleh Mba Britta, sepupu Mas Toni. Aku cukup terkejut ketika Danu berkata akan ada rapat dengan Mas Toni, apakah ada masalah yang cukup penting sehingga ia harus turun tangan. Semoga tidak membicarakan pemutusan kontrak kerja ya Tuhan.
"Selamat malam semuanya!" Suara bariton dari arah pintu memecah keheningan.
Aku menoleh untuk melihat siapa yang datang. Seorang pria dengan pakaian casual berwarna dominan abu dan jam tangan rolex mahal di pergelangan tangan kirinya.
Aku membulatkan mataku terkejut, ketika pria yang kutebak Mas Toni itu berbalik. Ternyata Mas Toni adalah pria yang memberiku salep kulit di halte beberapa hari yang lalu.
Ah, mau ditaruh dimana wajahku, aku sungguh malu.
Gumamku dalam hati dan terus menunduk karena malu. Danu yang heran melihatku menunduk, mencubit lengan kananku dan memberi isyarat agar aku fokus ke depan. Aku pun mendesah lemah menuruti Danu.
Ah sudahlah, semoga Mas Toni tidak mengenaliku
Aku fokus dengan beberapa paparan dari Mas Toni mengenai Tupa Cafe. Dari rencana pembukaan cabang baru, penambahan menu, dan Mba Britta yang tak lagi dapat menghandle Cafe karena melanjutkan studi S2 nya di US, sehingga Mas Toni sendiri yang akan menghandlenya.
"Oke. Saya rasa sudah cukup untuk hari ini. Kalian boleh pulang dan selamat beristirahat!" Ucap Mas Toni mengakhiri rapat malam ini.
Semua karyawan segera keluar ruangan. Waktu menunjukkan pukul 9, rapat yang cukup lama dan pembahasan yang cukup kompleks membuatku sedikit pusing. Aku segera mengambil barangku di loker pantry dan bergegas pergi.
"Rai, aku duluan ya!" Ucap Shinta—barista dengan dandanan paling nyentrik dan fashionable—yang seringkali dibuat bahan candaan Danu dan barista cowo lainnya.
Aku menunggu bus terakhir di Halte A2 yang berada tak jauh dari Tupa Cafe.
Sekitar 10 menit lagi mungkin bus akan tiba, gumamku sambil melirik jam di pergelangan kiriku.
Langit lumayan cerah dengan bintang bertaburan dan bulan sabit. Aku memasang earphone ku dan mendengarkan lagu-lagu Fiersa Besari. Sungguh merelaksasi diriku yang menghadapi hari cukup melelahkan ini. Aku menutup mata dan bersenandung kecil menikmati alunan musik dan lirik yang mendalam.
Citt…
Bus 14B tiba, aku segera masuk dan ya, sudah kuduga bus akan sepi. Banyak kursi kosong, hanya beberapa penumpang yang mungkin baru pulang bekerja juga. Aku segera duduk di kursi yang menghadap ke barisan pengemudi.
Bus ini akan tiba di halte A3—tak jauh dari kosku—sekitar 15 menit. Masih dengan earphone ditelingaku, kini aku membuka aplikasi whatsapp untuk melihat apakah ada sesuatu penting—padahal aku tidak begitu penting. Tak ada chat dari Desi, hanya ada chat dari grup praktikum yang mengingatkan untuk konsultasi ke asisten besok.
Aku sedikit mengalihkan perhatianku dari handphone dan menolah ke kanan. Aku cukup terkejut dan membulatkan mata melihat Mas Toni duduk di bus—maksudku Mas Toni kan orang kaya, mengapa naik bus? Bukankah lebih nyaman jika mengendarai kendaraan pribadi?
"Aku lebih suka naik bus." Ucap Mas Toni tanpa mengalihkan pandangan lurusnya, entah apa yang istimewa dari sebuah kursi kosong dihadapannya itu .
Aku terkejut ia berucap demikian. Aku hanya berbicara dalam hati, mengapa ia bisa mendengarnya? Atau ia mempunyai indra ke-6? Ah, pikiranku jadi kemana-mana kan.
Aku menoleh ke arah lain dan menarik napas pelan. Mungkin saja aku berhalusinasi tadi.
"Kamu terlihat tidak begitu peduli dengan sekitarmu." Ucapnya lagi.
———
I hope you like this story
Don't forget to vote and comment✨Sincerely,
Kataaocta
KAMU SEDANG MEMBACA
Tupa, Toni, Temu
Teen FictionKisah Raini yang menyukai teman seangkatannya dan Tupa Cafe dengan segala kejutan didalamnya.