Tupa Cafe

6 0 0
                                    

Belajarlah untuk peduli dengan sesama orang disekitarmu, karena tidak semua orang mendapat perhatian yang sedang ia butuhkan

—Danu Sofiar, Barista ganteng nan perhatian

———

"Rai, aku duluan ya! Ada rapat UKM bentar lagi, byee!" Ucap Desi melambaikan tangan dan meninggalkan laboratorium mekanika tanah. 

Aku tersenyum tipis dan membalas lambaian tangan Desi kemudian membereskan beberapa alat tulisku dan bergegas pergi. 

"Rai, mau ke Tupa?" Tanya Fadil yang sedang merapikan rambutnya sambil berkaca pada mobil yang entah milik siapa. 

"Iya nih Dil." Sahutku berjalan menghampiri Fadil.

"Mau bareng ga? Aku sama anak-anak juga mau kesana." Tawarnya ramah.

"Ga ngerepotin?" Tanyaku pelan. Sebenarnya kalau nebeng gini aku kan jadi hemat ongkos, tapi aku takut  merepotkan Fadil karena aku tak begitu dekat dengannya. 

"Engga kok, kaya sama siapa aja Rai." Ucap Fadil tersenyum

Benar. Aku masih merasa tidak enak dengan beberapa teman di kampus kecuali Desi. Masih merasa canggung meskipun sudah menginjak semester 3. 

Fadil kemudian berjalan menuju parkiran dan aku mengekor dibelakangnya. Dari kejauhan aku melihat ada Rafi, Adit dan...Ezha!. Mengapa aku melihatnya lagi, tidak cukupkan semesta membuatku canggung setengah mati selama dua jam di laboratorium tadi.

Aku menurunkan bahu pelan. Sembari menetralkan ekspresi dan gestur agar tak terlihat canggung ketika sudah sampai parkiran. 

"Gas yok!" Ucap Adit ketika aku dan Fadil sudah sampai parkiran. 

Fadil memberiku helm dan memundurkan motornya bersiap untuk keluar parkiran. Begitu pula Rafi dan Ezha pun melakukan hal yang sama. 

Tak sampai 10 menit. Kami pun sampai dan segera masuk Tupa Cafe. Yap, mereka memang sudah biasa nongkrong disini, bahkan Tupa Cafe juga sering dipakai untuk rapat dan mengerjakan tugas oleh mahasiswa jurusanku—Teknik Sipil. Mungkin karena selain harganya yang terjangkau, disini memang luas dan cocok untuk menggelar peta-peta atau kertas rancangan anak sipil yang berukuran besar. 

Fadil, Rafi, Adit dan Ezha menuju kursi pengunjung dan aku pamit untuk ke pantry. Yap, aku bekerja disini sebagai helper barista. Mengapa helper? karena aku belum memiliki basic sebagai seorang barista, sehingga aku harus banyak belajar.

Aku sudah siap dengan seragam kerjaku dan membantu Danu. Danu adalah orang yang membawaku bekerja disini. Ia adalah mahasiswa jurusan ilmu komunikasi. Kami bertemu setahun yang lalu di masa orientasi kampus. Danu bilang kalau pemilik Cafe ini adalah teman kakaknya, sehingga ia dengan mudah bisa bekerja disini dan membawaku.

"Gimana hari ini?" Tanya Danu ramah ketika aku memasuki pantry.

"Lebih baik." Ucapku tersenyum dan mengacungkan jempol padanya. 

Danu adalah sosok yang sangat peka dan perhatian. Sifatku sering kali dapat ditebak olehnya, ketika aku sedang sedih, senang, dan bahkan minggu lalu ketika aku mendapat beberapa masalah, ia dapat menebaknya hanya dari raut wajahku. Apakah aku se ekspresif itu sehingga ia dapat menebak? Entahlah, tapi aku sangat bersyukur dapat berteman dengannya.

"Rai, nanti jam 7 pas pergantian ada rapat kecil sama Mas Toni ya!"

"Oke"

Aku sedikit mengeritingkan dahi mendengar nama Mas Toni. Tapi, ah sudahlah aku harus fokus bekerja.

———

I hope you like this story
Don't forget to vote and comment✨

Sincerely,
Kataaocta

Tupa, Toni, TemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang