6. Mustahil

145 19 10
                                    

Sudah satu menit Novel tak melepaskan Calla bahkan untuk menghirup oksigen dengan bebas saja itu hal yang sulit. Tubuhnya seakan terjerat pada tubuh Calla. Ia tidak mau ini cepat berakhir. Baginya.

Callanya.

Candunya.

Semua adalah miliknya.

Sekarang ia tidak ingin menahan lagi. Cukup empat bulan ini ia tersiksa karena menahan semua keinginannya.

Calla yang mendapatkan hal itu dari atasannya sangat membuatnya tak percaya. Bahkan disaat Calla sudah merapatkan bibirnya namun dengan mudah Novel menggigit bibir bagian bawahnya sehingga Calla meringis sakit dan saat itu mulutnya terbuka. Hal itu adalah kesempatan dimana Novel melumatnya lebih dalam lagi di dalam sana.

Tiba-tiba Calla menangis. Ia menjatuhkan air matanya. Calla sudah tidak tahan. Kepalanya sangat pusing. Bagaimana tidak jika tubuhnya hanya setinggi dada atasannya itu dan dia lelah dipaksa berjinjit seperti ini.

Bayangkan saja kalau mau.

Novel yang merasakan tubuh Calla melemas, ia langsung membuka kedua matanya dan melihat Calla terpejam. Ia pun melepaskan lumatannya.

"Calla, bangun! Maafkan saya, Calla!"

Dengan cepat ia membawa Calla ke ruangannya. Saat melewati resepsionis para suster melihat kejadian itu dan sangat terkaget betapa terkejutnya mereka melihat dokter Novel menggendong Calla di depan. Tak sedikit dari mereka langsung membicarakannya dan ketika melewati suster Ochi. Ochi terkaget hingga ternganga karena pasalnya dokter Novel tidak pernah mau disentuh oleh siapapun. Tetapi lain halnya dengan ini ia bahkan yang menyentuh.

"Dok, apa perlu bantuan, saya akan membantu."

"Ya, saya juga akan membantu."

"Apa saya bisa membantu juga?"

"Dok, mari ke kamar rawat."

Itu semua penawaran dari tiga suster laki-laki dan satu suster perempuan. Sedangkan Novel hanya menggelengkan kepalanya dan menatap semua suster yang menghadangnya dengan tatapan dingin dan tajam.

"Urus saja pekerjaan kalian. Sekarang!"

Seketika semua langsung pergi tak tentu arah saat diteriaki oleh Novel. Novel pun melanjutkan langkahnya dan memasuki ruangannya.

Di dalam ruangan. Novel memiliki kamar yang cukup besar dengan kasur besar dan kamar mandi tentunya.

Ia menaruh Calla perlahan di atas kasurnya. Lalu ia memberikan napas buatan berkali-kali setelah itu mengecek suhu tubuh dan lainnya dan hasilnya normal.

"Syukurlah calon isteriku baik-baik saja." gumamnya lalu pergi kearah dapur.

Tak lama Calla yang ditinggalkan di kamar yang cukup luas itu membuka matanya perlahan dan ia mengedarkan pandangannya.

Dimanakah ini?

Mengapa taman rumah sakit berubah menjadi kamar ini?

Oh Tuhan, aku dimana?

Pertanyaan dikepalanya terus mengiang. Hingga Novel datang dengan secangkir berisi teh manis hangat.

"Untukmu." 'calon isteriku.' sambungnya membatin.

Novel tersenyum kecil hingga membuat Calla tak sadar jika atasannya ini sedang tersenyum sekarang.

"Dokter ngapain disini?" tanya Calla dengan wajah polos.

"Seharusnya saya yang tanya. Ngapain kamu di ruangan saya?"

"Apa?, saya di ruangan dokter?"

Calla tampak berpikir lalu tiba-tiba saja ia teringat kejadian yang tak lama baru terjadi. Iya benar-benar teringat bagaimana di saat ia sedang melihat pemandangan pantai di dekat taman rumah sakit. Lalu ia merasakan pergelangan kakinya yang ditarik oleh sesuatu tangan yang ia yakini itu adalah tangan kanan dan tangan itu terlihat pucat setelah itu datanglah...

ANYEONG DOKTER! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang