Tadi malam aku menyelinap masuk ke sebuah rumah yang sangat tak asing bagiku. Ya, selama 10 tahun aku pernah menetap di rumah ini. Rumah yang sekarang sudah menjadi milik orang lain.
Sejujurnya, aku pernah ditawari memiliki rumah ini secara resmi, bukan hanya sekedar tinggal, disarankan untuk segera mengurus surat-surat atas kepemilikannya. Sayang, aku yang naif dan memiliki ego setinggi deretan puncak himalaya ini terlalu malu untuk bilang 'iya, aku akan segera mngurusnya'.
Sekarang, rumah ini sudah diberikan kepada orang lain oleh pemilik aslinya. Rumah ini sudah menemui pemiliknya yang sah.
Sesaat aku menengadah, mengisi energi dari bulan, bersiap menyelinap masuk. Tapi, bulan yang menyabit itu tampak tersenyum getir, cahayanya diselimuti sebam.
Aku menyelinap masuk lewat pintu rahasia, pintu ini dibuat oleh pemilik asli rumah khusus untukku, pintu dengan design sedemikian rupa dengan teknologi canggih dan mutakhir. Pintu ini, hanya aku dan dia yang bisa melihatnya, hanya aku dan dia yang bisa membukanya.
Pintu ini membawaku ke sebuah ruangan dengan lampu-lampu kecil berwarna pastel yang merambat di dinding. Karpet Viscose berwarna coklat muda masih tergelar diposisi yag sama seperti saat terakhir kali aku tinggalkan. Kursi tempatku duduk saat tengah kuyup di samping perapian pun masih sama posisinya.
Sama halnya dengan pintu rahasia, ruangan ini pun ruangan rahasia yang dibuat dengan design dan teknologi yang sama. Sungguh, tak akan ada yang menyangka rumah kecil ini menyimpan rahasia besar -Pintu dan ruangan rahasia.
"Bagaimana pekerjaanmu?" Laki-laki yang sedari tadi berdiri di samping jendela, memegangi spray usai merawat bunga daphne yang dia beri padaku dulu. Bunga itu pun masih sama, cantik dan wangi segarnya cukup memenuhi seluruh ruangan ini.
Dia menepati janjinya. Ruangan ini akan selalu ada untukku pulang. Ruangan ini masih sama seperti bertahun-tahun lalu saat kita memutuskan untuk mengambil jalan yang berbeda. Ruangan ini masih sehangat dulu.
"Jika baik-baik saja, aku tidak akan menyelinap ke dalam rumah yang bukan lagi milikku ini"
Dia terdiam.
"Tidak, dari awal rumah ini memang tak pernah menjadi milikku. Aku hanya singgah dan terlena, bodoh sekali menyangka bahwa kau tak akan pernah memberikan rumah ini pada orang lain" tambahku
"Kamu yang menolaknya" Dia tersenyum tipis.
"Kamu tidak pernah memaksa, padahal kamu tau aku senangnya dipaksa... Hahahha" Aku tertawa, mencoba mencairkan suasana.
"Rumah ini memang sudah menemukan pemiliknya, tapi ruangan ini selalu menjadi milikmu" Katanya tegas.
Kita duduk saling membelakangi, dia duduk menghadap jendela, aku duduk menghadap perapian. Seperti biasa, aku lebih banyak bercerita dibanding dia, bercerita tentang hujan mana yang membuatku kuyup kali ini, bercerita tentang perjalanan menunggang kuda, menuruni lembah berkabut, atau bercerita tentang hal-hal yang tidak penting seperti kentang goreng yang aku makan pagi ini terlalu kering. Sedang dia khidmat mendengarkan. Aku pun akan lebih banyak tertawa, hawatir dia menangkap nada getir dalam suaraku.
June, 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
PERGI
Short StorySayangnya, Aku hanya bertamu dan kau Tuan rumahnya. Inilah keputusan semestamu dan semestaku. Aku menyayangimu, selalu. Hanya tak tau cara untuk memiliki. Dan, aku adalah Pohon Peluruh di tepi jalan berabatu. Kan kuluruhkan daun-daun untuk bisa tet...