Jeonghan membuka jendela kereta, dari celah kecil ia bisa melihat kesibukan penduduk. Anak-anak kecil berlarian di sepanjang jalan dengan suara tawa gembira, kadang-kadang membuat orang dewasa kesal karena anak-anak berlarian tanpa memperhatikan jalan. Orang dewasa sibuk dengan kegiatan mereka, para pedagang sibuk melayani pembeli dan menawarkan barang dagangan mereka. Sepanjang jalan itu ramai, jantung perekonomian kota ada di sini.Ketika orang di jalan menoleh ke kereta yang melintas dan secara kebetulan bertemu dengan sepasang mata yang mengintip dari celah jendela kereta, Jeonghan cepat-cepat akan menutup jendela, ia menjadi panik ketika bertatapan dengan orang asing di jalan. Jeonghan hidup sebagai tuan muda yang berharga, sejak kecil ia hanya belajar dan belajar, terkurung di dalam rumah mewahnya seperti seorang tahanan, setiap hari selama bertahun-tahun hanya bertemu orang yang sama, pelayan, orang tua, saudari. Ketika akhirnya ia bisa melihat dunia luar, Jeonghan merasa gembira dan bersemangat, tapi di sisi lain ia merasa panik dan merasa tak aman seolah-olah bahaya bisa datang kapan saja. Ia terlalu lemah, terlalu penakut.
Ia bersyukur Jisoo ikut pergi bersamanya, Jeonghan tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya jika pria itu tidak ada di sampingnya.
Menoleh ke samping, ia melihat Soonyoung sedang menggigit roti kukus dengan lahap sampai kedua pipi bocah itu menggembung.
"Tuan muda, kau mau?" Soonyoung mengulurkan tangannya, menawarkan roti kukus yang telah dia gigit separuh, ada bekas gigitan dan air liurnya di sana. Dia tersenyum ramah dengan mata sipitnya yang menggemaskan.
"Aku tidak lapar." jawab Jeonghan.
Soonyoung mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti, lalu kembali memakan roti itu dengan lahap. Jisoo membeli banyak makanan untuk Jeonghan agar lelaki itu tidak merasa bosan di perjalanan, tapi orang yang menghabiskan makanan itu pada akhirnya adalah Soonyoung yang terus merasa lapar, ususnya seperti karung yang tidak penuh-penuh walaupun sudah diisi banyak.
Sebelum hari gelap, mereka berhenti di sebuah penginapan di kota. Ketika matahari terbenam jalan-jalan justru semakin ramai oleh para pedagang, berbagai jenis makanan ada di sana, perhiasan dan berbagai macam hal tersedia. Lampion warna-warni menerangi sepanjang jalan, aroma lezat makanan tercium di jalan yang ramai bercampur dengan aroma parfum para wanita penghibur. Ini belum malam, namun rumah bordil sudah ramai oleh para pengunjung setianya. Wanita cantik dengan pemerah bibir tersenyum menggoda pada setiap tamu yang datang, aroma parfum dan alkohol adalah ciri khas tempat seperti itu.
Rumah bordil tidak hanya menyediakan wanita cantik, namun mereka juga menyediakan ger muda yang cantik dan menarik, biasanya para ger itu diambil dari keluarga miskin yang terjerat utang pada rentenir, mereka dijual untuk melunasi utang keluarga mereka. Tempat dimana kebebasan seseorang direnggut, seorang menusia menjadi tidak berharga jika dia tidak punya uang dan status.
"Wah... Aromanya enak...." Memeluk bundelan pakaian, Soonyoung berdiri di jalan menghirup aroma lezat dari berbagai penjual makanan. Perutnya kembali bergemuruh lapar.
Kereta mereka berhenti di depan sebuah penginapan. Jisoo membukakan pintu, mengulurkan tangannya membantu Jeonghan turun dari kereta. Tangan lelaki itu menggenggam erat telapak tangan Jisoo yang kasar, berbeda dengan tangan Jeonghan yang halus dan lembut, tangan Jisoo kasar dan kapalan karena latihan pedang bertahun-tahun.
Seorang bocah laki-laki pegawai penginapan mengambil alih kereta itu, menaruhnya ke samping bangunan penginapan untuk memberi makan kuda yang kelelahan seharian berjalan. Orang-orang yang melakukan perjalanan jauh akan menginap di penginapan, jadi mereka juga menyiapkan rumput untuk pakan kuda-kuda, biaya tambahan akan dikenakan untuk perawatan dan pakan kuda.
Penginapan itu ramai oleh tamu dari berbagai tempat, mereka yang datang dari luar kota atau yang akan melakukan perjalanan jauh ke luar kota. Beberapa orang dari negeri China juga ada di sini, kebanyakan dari mereka adalah pedagang yang baru sampai setelah melakukan perjalanan jauh dengan perahu dagang besar. Jeonghan menatap keramaian di sekitar, orang-orang asing membuatnya merasa tak nyaman, ia berjalan memasuki bangunan penginapan tanpa menyadari kalau masih menggenggam tangan Jisoo. Soonyoung berjalan di belakang mereka seperti ekor, memeluk bundelannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Exile [JIHAN FANFICTION]
FanficSejak kecil Jeonghan sudah sakit-sakitan, saat usianya 13 tahun dia mengalami sakit parah. Tabib yang memeriksanya menemukan keanehan di tubuh anak laki-laki itu, setelah memeriksa berulang-ulang memastikan bahwa dirinya tidak salah, sang tabib akhi...