Nama Panggilan (2)

162 14 21
                                    

Warning: 18+ content


"Mmhh... Ssshh..."

Desahan demi desahan mengalun indah dalam ruang kerja pribadi milik sang wakagashira. Leher putih yang mulus kini dipenuhi bekas gigitan, begitu pula dengan kedua dada bidangnya.

Bahkan kedua putingnya kini menegak meminta sentuhan lebih. Tubuhnya bergetar akan nafsu, dan si sialan Jyuto tak juga kunjung memasukkan miliknya.

"Ce-cepatlah.. Berhenti bermain ba- ahh- bangsat!" Di tengah cumbuan Jyuto pada kulit pahanya, Samatoki berusaha merangkai kata. Inikah hukuman yang dimaksud mata empat itu tadi?

Kali ini resleting celana milik pria yang lebih muda ditarik, kemudian dilucuti jeans itu hingga mata kaki. Udara dingin dari air conditioner sontak menusuk tubuh telanjangnya. Samatoki menggigil, entah karena AC atau tatapan tajam dari pria yang lebih tua di atasnya.

Erangan frustrasi kembali mengalun karena Jyuto masih diam memandanginya, tak kunjung menyentuh dirinya.

Dan Samatoki seperti biasa, dengan tingkat kesabaran di bawah rata-rata, ia membuka suara, "mau sampai kapan kau menelantarkanku ha?! Mau membuatku masuk angin?"

Kali ini Jyuto memijat pangkal hidung sebelum membuka kacamatanya dan ditaruh di meja kaca depan sofa.

"Saya tak bawa pengaman." Jawabnya to the point.

Putus sudah tali kesabaran Samatoki, kini posisi berbalik. Ia memaksa tubuhnya bangun dan mendorong tubuh Jyuto, memaksanya untuk telentang. Masa bodoh dengan siapa yang seharusnya berkuasa saat ini, kelinci di hadapannya sudah membangkitkan nafsu birahi Samatoki.

"Persetan dengan kondom, lakukan saja!"

Milik Jyuto yang masih terbungkus kain ia lepas dengan tak sabaran, mengabaikan segala berontakan dari Jyuto yang mencoba untuk mengembalikan posisi seperti di awal permainan. Namun, anjing Yokohama itu jika sedang marah, tak ada yang bisa menghentikannya.

Dan Jyuto seharusnya sudah tahu itu.

Kini milik Jyuto yang sudah tegak terpampang tanpa sehelai benang pun. Samatoki memposisikan dirinya di atas milik Jyuto yang ternyata cukup besar.

Melihat posisi Samatoki saat ini, Jyuto dapat menyimpulkan apa yang akan dilakukan manusia bodoh ini. Dengan panik, ia menahan pinggul Samatoki. "Oi, kau bahkan belum dipersiapkan!" Namun–

JLEB

–tanpa aba-aba, Samatoki menurunkan tubuhnya hingga milik Jyuto tertanam sepenuhnya dalam lubang sang yakuza. Tanpa persiapan. Melihat ekspresi Samatoki yang kesakitan, Jyuto meringis dibuatnya.

"Ssshh... Sakit? Kamu tak sabaran sih, padahal saya berniat menyiapkanmu dulu." Jyuto mengusap punggung Samatoki dengan lembut, bermaksud menenangkan pemimpinnya.

"A-akkh! I-inih... Hahh.. Bukan.. A-apa-apa.." Samatoki berusaha menyangkal perkataan Jyuto. Namun air mata di sudut matanya yang mulai mengalir sepertinya mengkhianati kata-katanya. Kedua mata terpejam erat, kepala di benamkan pada ceruk leher pak polisi. Tangannya mengepal bermaksud menahan rintihan sakit di bawah sana.

Jyuto masih dengan sabar menunggu Samatoki hingga siap. Ia memang berniat menghukum Samatoki di awal permainan, namun melihatnya yang kesakitan begini rasanya tak tega juga.

Menghela nafas, salah satu tangan yang tak mengelus punggung Samatoki digunakan untuk menyisir surai silvernya yang basah oleh keringat. Tak ada kata apapun yang terucap, nafas Samatoki masih memburu di telinganya jadi Jyuto berasumsi Samatoki masih belum siap.

Ambiguous Relationship [Jyuto x Samatoki]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang