Prolog

6 3 6
                                    

Namaku Annisa Fathillah Alkafani biasa dipanggil Nisa. Hari demi hari terlewati hingga tahun mempertemukan. Tepat sudah satu tahun diri ini bertahan dalam penjara suci penuh rintangan. Semua tidaklah mudah diriku memendam sakit yang memilukan hingga hari ini kakak ku yang berkunjung ke pesantren, sebenarnya dia sering berkunjung untuk menjengukku meski dua kali seminggu. 

Dia merupakan motivasiku setelah ibu yang banting tulang membiayai pendidikanku meski di umurnya yang seharusnya masih mengarungi dunia pelajar . Kafi azka abdillah namanya.

"Dik, bilang ke kakak yang jujur, kamu sakitkan?"

Ucap kakakku dengan pandangan lurus kepadaku tepat seperti menghunus pada mata ini.  Diriku bergetar gugup langsung menghampiri.

"E..ngg..ak ka..kak" kataku gugup sekali. Seketika kakakku makin mendalam melihatku.

"Jujur dik, kakak setiap kesini kamu terlihat pucat" tekannya. 

"Engg..ak kak" ucapku masih tetap

"Jika kamu tidak jujur kakak ga akan kesini sambang kamu" ucapnya tegas. 

Diri ini bimbang antara jujur atau tidak. Jika kakak tidak kesini, siapa lagi. Iya ibu kadang-kadang kesini ikut kakakku tapi tidak sesering kakak yang rajin kesini. Ayah? Ayah kesini sebulan sekali, itu untung kesini kadang ayah tidak kesini sama sekali dalam sebulan itu yang membuatku sedih.

"Iy..a kaaak aku sakit." Kataku menunduk takut.

"Sekarang ikut kakak ga ada bantahan" menarikku ke dalem. 

Ternyata kakak meminta izin memintaku untuk dibawah pulang karena sakit padahal aku tidak papa.

"Kak aku ga papa, kenapa harus pulang?"

"Ga sekarang ambil tas kamu ayo pulang, kakak akan membawamu ke rumah sakit untuk mengetahui keadaan kamu." Ucapnya tegas. Aku gugup kembali, bagaimana kalau kakak tau sakit ku. 

"Iya aku mau pulang tapi aku ga mau ke rumah sakit" menatap memohon.

"Sekarang nurut dek"

Ya disinilah aku setelah diperiksa kakak dibawa keruangan dokter, aku duduk sendiri diruang tunggu sambil menunduk takut.

"Ayo pulang"

Setelah sampai dirumah kakak membawaku masuk ke kamar.

"Dek kenapa kamu ga jujur sama kakak kalau kamu sakit bahkan kamu mengalami sekaligus ini. Lambung akut? Ginjal? Leukemia? Itu sangatlah menakutkan, astaga dek kakak merasa sangat gagal menjaga kamu!" Mengusap rambutnya frustasi "mulai kapan?" Lanjutnya dengan masih menunduk frustasi. Aku menangis melihat kakak menyalahkan dirinya. Aku segera beranjak menuju kakak dan memeluknya.

"Ga kakak tidak gagal menjagaku, aku malah beruntung memiliki kakak seperti kakak yang selalu ada buat aku. Iya memang aku sakit bahkan sakit ini yang membawaku ke pesantren karena aku takut, sakit ini yang menghambatku untuk membahagiakan kakak, ibu terutama ayah" jelas ku sesenggukan. Kakak mengurai pelukanku lalu menatapku dalam.

"Dek kakak mau kamu berhenti ya, kakak mau kamu tidak merasakan sakit itu sendiri kakak mau kamu ada dirumah biar kakak bisa selalu memantaumu"

"Ta..pi..  .a. ." Belum selesai aku mengutarakan ya kakak sudah memotongnya dengan meletakkan telunjuknya di bibirku.

"Ga ada tapi tapian, nanti kalau kamu sembuh kakak usahakan kamu sekolah lagi kakak janji itu" lalu memelukku erat.

Disinilah mulainya permasalahan ku dan kebencian ayah makin memuncak.

***

Seharusnya anak perempuan merupakan anak kesayangan seorang ayah dan tempat curhat dan tempat bermanja sebagai anak perempuan. Tapi aku tidak pernah merasakannya bahkan untuk melakukannya aku sangatlah takut pada ayah. Ya sejak kecil diriku memang sudah terasingkan seperti tidak memiliki ayah, hari nisa kecil selalu ceria meski terselip kesedihan dan keirian terhadap temannya yang selalu dimanja ayahnya. 

Hingga diriku diberhentikan dari pesantren oleh kakak ayah ngamuk besar bahkan dia makin membenciku.

Apa kesalahan ku? Hingga ayah bersikap begitu padaku?

Apakah masih tidak cukup dengan itu semua, hingga dia pun tak bisa diriku miliki?

#

Sambang: menjenguk anak pesantren

Dalem: kediaman pemilik pesantren


TBC.
290622

Diary AnnisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang