Surat Kepada Hujan
Hujan,
Manusia menjauhiku. Aku tidak tau harus berlari kemana lagi untuk menemukan seorang yang tepat agar mau mendengar semua keluhku. Jadi, boleh yaa aku bercerita sedikit kepadamu?
Apakah air yang kau turunkan ke tanah adalah bentuk kesakitan juga, hujan? Jika benar, mari kutemani.
Aku tidak tau, apakah menjadi sakit adalah sebuah kesalahan? Mungkin iya, bisa jadi tidak.
Hujan,
Saat-saat ini, aku butuh rangkulan. Tapi, sepertinya lingkunganku tidak cocok dengan diriku. Aku tau tidak ada yang bisa menerimaku, selain semesta seperti rintikmu. Yang teduh, serta menenangkan.
Hujan,
Bisakah kau beri tau aku caranya tabah meski harus berteman dengan petir? Dimana kau menyembunyikan ketakutanmu? Tolong ajari aku. Agar esok, aku tidak perlu selemah ini jika harus berkawan dengan obat-obatan.
Atau, bisakah kau tunjukkan bagaimana keindahan pelangi hadir secepat itu setelah badaimu? Aku juga ingin seperti itu. Lekas tersenyum tepat di air mata terakhir yang jatuh.
Hujan,
Ijinkan aku mengikutimu berlayar ke sisi semesta yang lain. Aku ingin belajar banyak. Tentang bagaimana merelakan luka bisa menjadi keberkahan bagi manusia lain.
Ijinkan kesedihanku bersenyawa dalam aliranmu. Aku ingin bisa terus bahagia, meski tanpa harus meninggalkan hampa.
Hujan,
Aku sendirian.
Dan takut…
Hari ini temani aku, boleh?
Jangan tinggal sampai aku benar terlelap yaa.
– Aku; ujung derai air mata.
Malang, 15 Juni 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
lapAKsara
شِعرHai, selamat menenggelamkan diri pada sekumpulan sajak sederhana yang dibalut pilu serta rindu. Semoga pada bait rasa yang kau langitkan, tak ditemukan lagi sisa harap yang terbengkulai tak bertuan. Jangan lupa votenyaa, trmksh sudah mampir meski h...