6: Dulu

117 13 55
                                    

Sebelum membaca bab ini, Vee mau berterima kasih kepada teman-teman yang masih setia menunggu cerita ini.

Komentar-komentar kalian yang menanggapi setiap kejadian maupun dialog para tokoh sejujurnya adalah semangat bagi Vee untuk terus melanjutkan cerita ini.

Enggak tahu kalau penulis lain, tapi Vee lebih senang melihat notifikasi kalau ada yang mengomentari cerita ini dibandingkan notifikasi vote setiap kali Vee selesai update bab baru.

👻👻👻


"Enggak jadi pulang, Sha?" tanya Lingga yang mengikuti langkah Aksha ke manapun gadis itu pergi.

"Mau jajan dulu." Aksha menoleh ke sekelilingnya. Ada sekumpulan gadis yang diperkirakan Aksha mahasiswi semester 2 sedang duduk di bangku halte. Mereka menatap Aksha aneh karena ia berbicara padahal terlihat sedang berjalan sendirian. Peka dengan keadaan, Aksha langsung mengambil gawainya dan ditempelkan di telinga kirinya.

 Peka dengan keadaan, Aksha langsung mengambil gawainya dan ditempelkan di telinga kirinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lingga memandangi Aksha heran. "Kamu menelepon siapa?"

"Biar enggak disangka orang gila," tukas Aksha.

Kedua makhluk berbeda dimensi itu sampai di kantin FIS sesudah berjalan kaki selama lima menit. Aksha memesan mi instan yang dimasak tumis. Hanya itu. Minuman tidak perlu dipesan, botol air minum Aksha masih berisi lebih dari setengah. Lagipula sekarang akhir bulan, masa krisis moneternya sebagai anak kos. Pokoknya, ia harus berhemat.

Arwah yang menempeli Aksha selama setengah hari ini memilih duduk di hadapannya. "Kalau lapar, kenapa tadi menolak waktu diajak Faurish?" Sepertinya Lingga masih ingin membahas mengenai ajakan teman karib Aksha itu.

"Pasti makannya di kantin FKIP. Di sana makanannya mahal-mahal, kurang enak, pegawainya agak jutek juga," bisik Aksha. "Kalau di sini murah, banyak, ibu kantinnya juga baik."

Lingga mengangguk seolah setuju dengan alasan Aksha, ia tak menjawab lagi meskipun ia yakin kalau gadis yang sedang mengikat rambutnya menjadi ponytail itu tidak ingin menjadi obat nyamuk di antara Faurish dan Grace

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lingga mengangguk seolah setuju dengan alasan Aksha, ia tak menjawab lagi meskipun ia yakin kalau gadis yang sedang mengikat rambutnya menjadi ponytail itu tidak ingin menjadi obat nyamuk di antara Faurish dan Grace. Mata Lingga memperhatikan situasi di sekitar kantin. Ada banyak mahasiswa berseragam hitam putih seperti Aksha, pertanda mereka juga sedang menghadapi UTS.

KAMAR 21Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang