Motor Scoopy merah milik Faurish tak berbalik arah pulang menuju rumah yang ia kontrak bersama tiga temannya. Laki-laki itu tak mematikan mesin motornya. Ia menunggu Aksha membuka gerbang kos.
"Lo enggak balik?" tanya Aksha dengan wajah mengantuknya.
"Gue mau bantuin lo pindahin barang-barang dari kamar lantai 4," jawab Faurish.
"Udahlah, lo balik aja. Tinggal baju doang, kok. Gue bisa sendiri," tolak Aksha.
"Enggak apa-apa. Emangnya lo bisa angkat lemari sendirian?" cibir Faurish.
"Gue bisa minta tolong Davni sama Elyani nanti." Aksha tak ingin merepotkan Faurish lagi. Ia mengibas-ngibaskan tangan kanannya. "Sana, pulang lo."
"Kenapa harus minta tolong sama orang lain kalau gue masih ada buat lo?" Faurish belum ingin pulang, lagipula ia tidak ada kegiatan apa-apa sore nanti. Tak perlu terburu-buru. "Buruan buka kunci pagarnya."
Faurish meletakkan motor matic-nya di lahan parkir di lantai 1. Ia lalu menyusul gadis yang berjalan lunglai menaiki anak-anak tangga menuju lantai teratas dan kamar paling ujung.
Sampai di depan pintu kamar, mereka membuka sepatu.
"Sha, lo cuci muka dulu, deh." Faurish sudah melihat Aksha menguap lebih dari tiga kali semenjak keluar kelas.
Gadis dengan kunciran rambut yang sudah longgar itu mengangguk perlahan. Ia kemudian menyibak bath curtain plastik yang merupakan pintu kamar mandi di dalam setiap kamar. Keluar dari kamar mandi, Aksha mendapati Faurish menenggak sebotol minum soda yang tadi mereka beli di kampus.
"Lo keluar aja dulu, gue mau ngeluarin baju-baju gue—beserta dalamannya—dari lemari. Nanti kalau udah selesai, gue panggil lo. Kita angkat lemari ini sama-sama." Aksha menunjuk ke arah lemari pakaiannya.
"Oke." Faurish menurut. Ia menunggu di balkon sembari memperhatikan pemandangan dari lantai 4.
Selang sepuluh menit, Aksha selesai membuat dua buntilan besar dengan selimutnya yang berisi semua isi lemari pakaiannya. Sebelum membawa buntilan-buntilan itu turun, mereka akan mengangkat lemari dua pintu setinggi leher Aksha ini menuju kamar baru gadis itu di lantai 2.
Seusai berberes dan memastikan tak ada lagi satu pun barang milik Aksha yang tertinggal, Faurish membantu gadis ini menyapu lantai kamar yang ditinggalkannya. Sesudah laki-laki berpipi chubby ini mematikan lampu, Aksha mengunci pintu. Keduanya kemudian turun meninggalkan lantai 4.
"Kamar baru lo masih ada yang perlu diberesin?" tanya Faurish saat menuju lantai 2.
"Sebelum kuliah tadi, yang lain udah gue beresin. Lo pulang aja. Gue tinggal masukin baju ke lemari sama beresin tempat tidur." Aksha mengetuk pintu rumah Pak Ikhsan untuk mengembalikan kunci kamar 48.
Aksha ikut berjalan keluar membukakan gerbang untuk Faurish dan motornya. "Makasih ya, Fau. Gue udah ngerepotin lo banget belakangan ini."
Faurish mengulum senyum. "Itu gunanya temen, 'kan?" Ia mengusap pelan puncak kepala Aksha. "Gue balik dulu, ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
KAMAR 21
Mistero / ThrillerAksha memutuskan untuk pindah kos setelah lebih dari lima kali tetangga-tetangga kosnya menjadi korban kemalingan semenjak tiga bulan ia menyewa kamar di tempat itu. Dibantu oleh sahabatnya, Faurish, Aksha akhirnya pindah ke kos-kosan milik Pak Ikhs...