PEMBERITAHUAN!
CERITA INI SAYA RE-MAKE DENGAN JUDUL YANG SAMA NAMUN ALUR DAN TOKOH YANG BERBEDA PADA 23 APRIL 2024. CERITA ASLINYA DAPAT KALIAN BACA DI PLATFORM "KUBACA" DENGAN JUDUL YANG SAMA.
SEKIAN, TERIMA KASIH..•••
Adreya diam. Gadis itu duduk di atas kasur dengan muka bantalnya. Sudah lima menit ia berdiam diri, mengedarkan pandangan, dan mencerna apa yang sudah terjadi semalam.Tidak. Ia bukan terbangun di tempat asing, apalagi dalam keadaan tak berbusana, melainkan kamarnya sendiri, lengkap dengan pakaian tidurnya.
Gadis itu dengan lesu turun perlahan lalu berjalan gontai untuk bercermin. Tangannya terangkat menyibak kerah baju yang menampakkan bahu mulusnya. Kemudian ia mengecek seluruh lehernya, pahanya, bahkan perut. Ia berbalik, melepaskan kaos longgar kesayangannya yang langsung mengekspos seluruh tubuh bagian atas gadis itu.
Tanda kecil merah keunguan itu ada dimana-mana. Itu kissmark!
"Gilak! Lo gilak, Drey!" Pekiknya pada diri sendiri.
Setelahnya ia mencak-mencak tak karuan, mengacak-acak rambut panjangnya lalu berjongkok sembari merengek. Sangat amat menyesali perbuatannya sendiri.
Dengan wajahnya yang masih basah karena tangis, gadis itu menatap pantulan dirinya pada cermin.
"Gue harus gimana? Gimana gue bisa natap muka tu orang nantinya?!"
Dadanya naik turun, cukup lama ia berjongkok dan akhirnya bangkit sembari memasang kembali bajunya.
Adreya melemparkan tubuhnya ke atas kasur lalu meraba-raba, mencari ponsel.
"Udah jam segini lagi!" sebalnya kala melihat jam menunjukkan pukul enam pagi.
"Gue baru tidur jam empat tadi," sedihnya.
"Aargh ... GUE GAK MAU SEKOLAH!!"
●●●
Semua orang sibuk membicarakan keseruan pesta malam tahun baru yang sengaja digelar digedung sekolah semalam. Bersamaan dengan hari jadi sekolah yang ke-58 tahun.
Namun Adreya tidak. Setelah acara bersih-bersih, ia tidak berhenti bertingkah aneh. Membuat satu-satunya teman gadis itu heran sekaligus kesal.
"Lo kenapa sih? Kaya orang bego tau nggak, celingak celinguk dari tadi. Abis nyolong apaan, hah?" Teresa menyuarakan isi hatinya.
Ia mengernyitkan dahi melihat Adreya yang menutupi seluruh wajah gadis itu dengan hoodie baby pink kesayangannya dan menyisakan hidung serta mulut gadis itu yang sibuk mengunyah makanan.
"Semiskin-miskinnya gue, gue gak akan pernah nyolong ya, enak aja." Sahutnya sembari menyerutup kuah bakso.
"Ya terus ini ngapain sih? Gak gerah lo? Gue yang liatnya aja engep. Lepas, gak!" Teresa menarik hoodie yang gadis itu kenakan. Namun ditahan oleh si-empunya.
"Iih rese banget! Biarin aja kenapa sih! Gue tu lagi sembunyi! Lepasin Teres! Pewarna makanan, lu. Lepasin!"
"Lepas coba! Gue sebel liatnya."
"Enggak! Gak usah di liat kalo gitu. Teres ih jangan tarik!"
Kedua gadis itu sempat saling tarik menarik untuk sesaat sebelum Teresa yang waras mengalah. Ia malu menjadi pusat perhatian satu kantin. Tapi jujur, Teresa lebih malu lagi duduk bersama gadis ajaib macam Adreya.
"Nyebelin banget, mau makan aja susah," gerutu Adreya sembari merapikan kembali tatanan hoodie-nya.
"Jawab gue, lo sembunyi dari siapa?" Teresa memicingkan matanya.
Adrey melirik gadis itu melalui ekor matanya yang tertutup hoodie. Tak langsung menjawab pertanyaan sahabatnya itu karena tau dirinya tak memiliki bakat dalam berbohong.
"Oh jadi lo main rahasia-rahasiaan sama gue sekarang? Fine! Gitu cara main lo? Oke," gayanya manggut-manggut. Gadis itu menjauhkan mangkok mie ayamnya dan makan membelakangi Adreya.
Adreya gelisah. Ia takut untuk bicara yang sejujurnya. Apa yang menimpanya semalam dan mengapa gerak-geriknya seperti ini. Ia yakin 271T persen Teresa akan mengatainya bodoh, bego, dkk. Tidak etis mendengar itu dikeramaian seperti ini.
"Gue cerita. Tapi nanti pulang sekolah, di apartmen gue. Lo jangan ngambek, ya?" bujuknya sembari menarik ujung seragam Teresa.
"Awas lo ngibul," ancamnya.
"Ya tergantung."
"Apa?!"
Adreya membekap mulut Teresa, lalu gadis itu bersembunyi di kolong meja yang mereka tempati.
"Sshh... jangan liat gue, sana! Jangan liat gue!" bisiknya frustasi.
Teresa masih dengan wajah bingungnya segera mengedarkan pandangan. Penasaran, hal apa yang membuat sahabat idiotnya ini bertingkah aneh.
Lalu pandangannya jatuh pada pintu masuk kantin. Tidak, lebih tepatnya pada kepala sekolah baru mereka. Guru muda, tampan, mapan, dan idaman semua tengah melangkah masuk dengan menawan.
"Seger banget," ucapnya tanpa sadar terpesona.
"Tunggu." Teresa lantas menatap curiga Adreya yang masih sibuk bersembunyi di bawah sana –sembunyi yang sia-sia–.
"Jangan bilang lo ada buat masalah sama pak Juan? Adreya?"
Mata Adreya mendelik, Teresa bisa melihatnya meskipun tertutup hoodie.
"Dan jangan bilang pak Juan sekarang nyamperin meja kita karena mau marahin elo? Adreya? Drey! Drey! Pak Juan ke sini!" Teresa menepuk-nepuk pundak Adreya dengan tergesa.
"Mampus! Mampus, mampus!" Adreya menutup telinganya, yang entah apa fungsinya. Karena tindakannya itu tidak mencegah langkah Pak Juan sama sekali.
"Pak," Teresa menyapa dengan senyum kikuk.
Juan balas tersenyum singkat. Laki-laki itu nampak melirik ke bawah, Adreya setia di sana. Dengan keringat dan jantung yang sudah turun ke lantai.
"Ibu kamu bilang, kamu harus pulang siang nanti. Beliau menitipkan kamu pada saya." Ucap pria itu lempeng.
Teresa menendang sepatu Adreya menggunakan ujung sepatunya. Gadis itu tersenyum kaku pada Juan dan memaki Adreya yang masih enggan merubah posisinya. Padahal banyak pasang mata menatap ke arah mereka saat ini.
Adreya asal mengacungkan jari jempolnya saja, membuat Teresa mendelik.
"A-anu maap pak, Adreya lagi sakit perut." Kata Teresa.
Namun Juan tak menggubrisnya. Pria itu menghela nafas lalu pergi dari sana. Seolah ada sesuatu hal berat yang terjadi antara keduanya yang tidak Teresa ketahui.
Kesal, Teresa menjambak hoodie Adreya dan memaksa gadis itu untuk duduk kembali.
"Pak Juan udah pergi. Jelasin ke gue ada apa? Buruan!"
Adrey membuka kesal hoodie yang menutupi kepalanya, gadis itu langsung menjatuhkan kepalanya ke atas meja. Cukup kencang hingga membuat bunyi yang jelas.
"Drey," tegur Teresa. Ia benar-benar kesal setengah mati.
"Besok, besok gue ceritain semuanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Mistake [END]
Teen Fiction"Dari satu sampai sepuluh, seberapa besar keinginan kamu untuk saya bertanggung-jawab?" "Nol?"