9.

11.7K 1.1K 52
                                    

Happy reading...

Bugh

Satu pukulan dilayangkan oleh Alvin kepada orang di hadapannya.

Jean yang sedang fokus dan belum siap menerima serangan mendadak dari adik kecilnya itu menggeram marah. Piring berlian yang masih berisi setengah makanan itu kini terkapar di lantai.

"Mampus lo!" Batin Alvin tertawa.

Sungguh Alvin sendiri merasa bangga dengan apa yang di lakukan nya barusan. Hebat menurutnya.

Setelah berhasil menghajar wajah tampan kakak nya. Alvin kabur lewat pintu depan kamar yang beruntung nya tidak ada satu orang pun disana. Sementara Jean kini menatap datar adiknya yang sedang berusaha lari darinya.

"Nakal sekali."

"Baiklah kau ingin bermain main bukan." Ucap Jean sambil mengeluarkan smirk nya.

Jean menyuruh anak buah nya untuk membuka semua akses pintu menuju keluar, dan Jean juga menyuruh mereka semua untuk membiarkan anak itu berlari sepuasnya. Kita lihat bisa sampai mana anak itu sekarang.

Tak lupa Jean menghubungi papah dan saudara-saudara nya yang lain.

Sementara

Alvin pemuda itu kini sedang berlari mengabaikan rasa sakit di pergelangan kaki nya yang semakin menjadi saat ia paksa untuk berlari. Jantungnya berdetak begitu kencang ketika melihat orang-orang berseragam hitam dan membawa senjata, sebisa mungkin ia bersembunyi dibalik tembok ia harus bisa keluar dari tempat terkutuk ini.

Dan akhirnya,

Usaha Alvin tidak sia-sia, ia sekarang sudah berhasil melewati gerbang terkutuk itu. Alvin melihat sekitar ada rasa ragu di hati nya saat ia tau bahwa tempat terkutuk itu berada di tengah hutan. Sial memang, namun ia berusaha meyakinkan hatinya. Dan memutuskan untuk terus berlari dan menemukan jalan keluar.

"Aaaah." Teriaknya saat tak sengaja kaki nya menginjak ranting berduri.

"Sial sakit banget bangsat!" Gerutunya.

Telapak kaki yang lecet dan mengeluarkan banyak darah belum lagi pergelangan kakinya yang bengkak karna terus berlari membuat nya harus menghentikan larinya sebentar.

Alvin menarik tapas nya pelan sungguh, ia tak akan menyangka hidup nya akan seperti ini. Dulu ia sering menanyakan papah nya dan berharap papah nya akan datang menemuinya bahkan ia juga bermimpi ingin memiliki seorang saudara yang akan menemaninya.

Hah.. Alvin tertawa miris sejujurnya ia senang papah nya ingin menemui nya bahkan memeluknya. Tetapi ia juga kecewa dengan papah nya karna ingin memisahkan nya dengan bundanya. Dan lagi Alvin tau papah nya bukan orang baik-baik, dengan membuang bundanya saja mampu menumbuhkan rasa benci di hatinya.

"Bunda.." lirih nya.

Air mata nya tumpah mengingat kenangan bersama bundanya, hatinya menghangat saat membayangkan senyuman bundanya yang sering ia lihat. Alvin bangun dan kembali melangkah kan kaki nya.

Sudah beberapa jam Alvin berlari menelusuri hutan, rasanya percuma dari tadi ia seperti mengelilingi hutan yang sama tidak ada arah jalan keluar. Hari semakin larut dan gelap kini Alvin hanya bisa mengandalkan pencahayaan dari sinar bulan.

Udara terasa sangat dingin sementara Alvin hanya mengenakan kaos tipis dan celana selutut. Alvin mencoba menepis pikiran buruk nya tentang hantu-hantu seperti miss k yang mungkin akan muncul di malam hari dan akan menculiknya, secarakan dia ganteng.

Aiss memikirkan nya saja mampu membuat diri nya merinding, karna Alvin salah satu orang yang takut akan mahluk halus tersebut.

Alvin merasa dirinya rapuh, tenaganya terkuras habis hanya untuk berlari tanpa arah dan berharap akan ada jalan keluar. Alvin melihat-lihat sekitar satu kata gelap dan Alvin benci kegelapan.

Tunggu.

Alvin merasa seperti tengah di awasi dan benar saja.

Grrrgh! Grrrgh!

"Arghh."

Suara serigala itu benar benar membuat Alvin tidak bisa bernapas lagi. Tatapan ganas yang melihat kearahnya seperti seorang mangsa membuat Alvin meneguk ludah kasar, dihadapan nya ada tiga ekor serigala sekarang.

Bagaimana mungkin? Dari tadi ia hanya menemukan hewan-hewan kecil yang mungkin tidak terlalu berbahaya. Tapi sekarang shit..

"Apa gue akan mati?" Tanya nya pada diri sendiri.

Sial sungguh siah nyalinya benar-benar sudah menghilang entah kemana. Keringatnya makin bercucuran, matanya mengeluarkan buliran air mata. "Gue bakal mati.. good bye dunia." Ucapnya sedih.

Alvin memejamkan matanya ia sudah pasrah sekarang mau lari pun mustahil tenaganya sudah hampir habis kaki nya sakit ditambah ia bingung harus kemana. Menunggu kematian mungkin lebih baik, ia percaya tuhan pasti punya rencana yang terbaik.



"Tidak ada yang mengijinkan mu mati."

Ucapan itu, membuat Alvin membuka matanya. Alvin menatap tidak percaya kini didepan nya terdapat papah dan tiga orang di belakangnya, belum lagi ada ratusan orang berbaju hitam mengelilingi mereka.

Serigala itu bahkan terlihat sangat patuh kepada kakak pertamanya Jean,
Sungguh Mustahil. Alvin menatap keempat pria di hadapan nya, sementara mereka kini tersenyum remeh kearah nya.

"Puas bermainnya son." Ucap Edgar mengintimidasi.

"Kenapa sudah menyerah, bahkan mereka masih ingin bermain-main denganmu." Kini Jean yang bersuara.

Seseorang yang baru di lihat Alvin maju melangkah ke dekat nya membisikan sesuatu ke telinganya.

"You lose."

Setelah nya tubuh Alvin ambruk di dada bidang Devan, membuat Devan tersenyum kecil. Lalu mereka membawa Alvin ke kembali ke mansion, sudah cukup mereka bermain-main hari ini.

***

Edgar memandang wajah putra bungsu nya yang tertidur, setelah membawa putra bungsu nya yang pingsan tadi Edgar menelfon dokter keluarga Sanjaya untuk memeriksa keadaan putra bungsunya.

Dan sekarang Alvin sedang tertidur nyenyak setelah di beri obat dan di infus tentunya karna kekurangan banyak cairan.

Edgar tersenyum ia tak habis pikir sekarang kenapa putra bungsu nya ini sangat nakal padahal dulu kakak-kakak nya tidak pernah ada yang berani melawan ataupun membantah nya. Apalagi sampai berniat untuk kabur yang pastinya akan mustahil.

Anak bungsu nya terlalu liar tinggal dengan seorang jalang tidak menjamin sikapnya. Tapi itu dulu mulai sekarang Alvin akan bersikap sesuai dengan aturannya, semua tentang Alvin sudah di urus olehnya.

"Papah pastikan ini yang terakhir kali kamu melangkah tanpa seijin papah."
Setelah mengucapkan kata kata egois itu, Edgar mengecup kening Alvin lalu turun ke kedua pipi nya bergantian. Sambil membisikan..

"Hari esok akan berbeda boy, bersiaplah."

Setelah mengatakan itu Edgar keluar, kaki panjang nya membawa ke sebuah ruangan yang dimana sudah ada ketiga putranya yang lain menunggu. Ruangan itu hening beberapa saat sampai kepala keluarga membuka mulut, yang sukses membuat mereka semua menyungging senyum bak psychopath.

TBC
______

Gabosen-bosen ngingetin ke kalian untuk vote dan komen cerita aku.
Hari ini sampai sini dulu tetap dukung cerita Alvin kedepannya.

See u 🖤

𝐀𝐋𝐕𝐈𝐍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang