10.

12.2K 1.1K 85
                                    

Happy reading...



Seseorang yang terlihat damai dengan kedua mata yang tertutup rapat itu kini perlahan membuka mata nya dan menyesuaikan dengan cahaya yang masuk melalui celah kecil di jendela. Ruangan yang gelap menjadi pemandangan pertamanya saat berhasil membuka kedua matanya, wajah nya pucat dengan pipi yang menjadi sedikit lebih tirus itu tak mengurangi kecantikan yang dimilikinya.

Dada nya terasa sesak rasanya sulit sekali hanya untuk sekedar menghirup udara. Perasaan nya tidak enak dan lagi semua tubuhnya terasa sakit, ia mencoba mencari seseorang untuk meminta pertolongan namun nihil tidak ada seorang pun disana.

Ia tidak amnesia, ia mengingat semuanya. Terakhir kali ia merasa seperti ditembak yang membuatnya mati rasa, ia mendengar teriakan anaknya--putra bungsunya yang terus memanggil nama nya namun dimana anak nya sekarang?

Perasaan ini, sungguh Riana sangat benci akan perasaan ini. Otak, jantung bahkan hatinya tidak bisa diajak kerjasama, saat-saat seperti ini ia malah berpikir yang tidak-tidak tentang putra bungsunya. Terlebih suasana yang dingin, gelap, dan sepi ini sangat mendukung dengan hatinya yang terus berpikiran negatif.

Apakah Alvin meninggalkannya? Sendirian? Tidak-tidak Alvin tidak akan membiarkan dirinya sendirian. Ataukah Alvin diambil mantan suaminya? Oh tuhan jangan biarkan itu terjadi hidupnya akan hancur jika benar pikiran yang menghantui otaknya benar-benar terjadi.

Alvin satu-satunya orang yang ia punya yang selalu menemaninya bahkan mampu merubah hidupnya, membayangkan sosoknya yang akan pergi darinya membuat nya menjadi sosok yang gila. Akan kah ia sanggup untuk membawa Alvin kembali padanya? Dan melawan mantan suami sekaligus anak-anak nya yang mungkin ia yang akan kehilangan nyawa.

Ia tidak bodoh ia tau Edgar--mantan suaminya lah dalang dari semua ini. Sejak awal ia sudah curiga bahkan ia sempat ingin membawa Alvin pergi namun semua itu hanya angan-angan setiap malam ia selalu melihat orang-orang yang menjaga rumahnya 24 jam setelah ia menemukan kartu tanda anggota mafia di sofa rumahnya.

Setiap saat ia menyusun rencana agar bisa pergi dari perangkap mantan suaminya, namun naas belum sempat ia melakukannya mantan suaminya berhasil mengetahui rencana kaburnya yang berakhir dengan tembakan di dadanya. Air mata Riana tumpah bersamaan dengan sesak di dadanya yang semakin menjadi.

Tangan nya berusaha menekan tombol kecil di pinggir bangkar tempat tidurnya dengan susah payah akhirnya ia bisa menekannya, setelah beberapa saat akhirnya datang seorang dokter dan perawat yang syok karna menemukan pasien yang sudah sadar dari komanya dengan dada yang naik turun kesusahan mengambil nafas.

Setelah diberikan penanganan darurat dari dokter dan perawat yang menanganinya, kini Riana menjadi sedikit lebih tenang.

"Dok, sus anak saya dimana ya?" Tanya nya hati-hati untuk memastikan.

Sementara dokter dan suster yang membantu menangani nya menatap satu sama lain dengan bingung. Anak? Yang mereka tau selama pasien koma tak ada satu pun orang yang merawatnya dan menjenguk nya. Terakhir kali ada seorang remaja yang membawanya dengan keadaan yang cukup mengenaskan hanya itu yang mereka tau.

"Ibu punya keluarga?" Tanya dokter.

"Saya sudah tidak punya keluarga, tapi saya punya anak." Jawabnya.

"Maaf bu, saya tidak tau anak yang di maksud oleh ibu yang saya tau ibu dibawa ke rumah sakit ini dengan keadaan yang lumayan kritis dengan bekas luka tembak di sekitar dada dan perut ibu." Ucap sang dokter mencoba menjelaskan. "Ibu diantar oleh seorang pemuda dan kondisi ibu sudah memakai pakaian dari rumah sakit lain bu, hanya itu yang kami tau." Ucapnya lagi.

Riana cukup kaget mendengar perkataan dokternya barusan. Jadi dia dibawa ke dua rumah sakit yang berbeda? Masih dengan keterkejutan yang diterimanya, Riana menatap dokter di hadapan nya dengan mata sayu nya.

"Seorang pemuda? Lalu dimana pemuda itu sekarang?"

"Semenjak mengantarkan ibu ke rumah sakit saya tidak pernah melihat pemuda itu lagi, tapi saya akan mencoba menghubungi nya."

Riana mengangguk hati nya bimbang akan kah iya terus berharap bahwa pemuda itu adalah putranya? Mustahil memang, apalagi mantan suami nya yang sudah mengetahui keberadaan putra bungsunya. Tapi tidak ada salah nya juga ia berharap.

"Terimakasih." Ucapnya tulus.

***

Rahang yang kuat dan tegas bersatu dengan tatapan tajam bak elang itu kini memancarkan aura yang sangat dingin dan kejam.

Edgar menatap rendah seseorang di hadapannya, ia tersenyum melihat jari-jari tangan orang di hadapan nya yang sudah terpisah. Tidak ada teriakan ataupun geraman karna Edgar sudah memotong lidah dan pita suaranya yang sudah berani membocorkan informasi tentang putra bungsunya kepada musuhnya.

Keheningan, hanya ada keheningan tidak ada suara dari orang seperti sampah di hadapannya.

"Tidak berguna!" Ucapnya sambil menancapkan pisau tepat di kedua bola mata orang di hadapannya. Yang membuat orang di hadapan nya menjadi mati tidak bernyawa.

Cih, kenapa cepat sekali mati?lemah.

Karena sudah mati Edgar menyuruh anak buah nya untuk membuang mayat seseorang di hadapan nya untuk dijadikan makanan hewan peliharaan nya. Dan menyisakan kepalanya untuk dikirim ke keluarganya, penghianat itu memang pantas mendapatkan nya.

Tak mau membuang banyak waktu Edgar memutuskan untuk kembali ke mansion, lagi pula ia tidak dalam mood membunuh malam ini. Alvin anak itu benar-benar membuat nya berubah jika dulu ia sangat jarang pulang ke mansion maka sekarang ia akan sering berada di mansion untuk menemani putra bungsunya. Begitupun dengan ketiga putra nya yang lain.

Edgar memilih pulang ke mansion menggunakan helikopter miliknya. Tidak lama hanya butuh beberapa menit untuk sampai di karangan mansion nya yang di sambut oleh anak buahnya dengan hormat. Edgar tidak memperdulikan nya, ia masuk ke mansion dan menemukan ketiga putra nya sedang sibuk dengan dunianya masing-masing.

"Kalian sudah menyiapkan nya boy?" Tanya tuan Sanjaya.

"Sudah." Balas Varen singkat, yang di balas oleh senyuman devil dari Jean dan Devan.

"Baiklah, mari kita lakukan." Ucapnya dengan seringaian.

Kini mereka sekarang sedang berada di kamar si bungsu yang masih tertidur dan belum membuka matanya. Edgar tersenyum tipis sebelum menyuntikan sesuatu  yang membuatnya tubuh Alvin menjadi sedikit kaku dan kejang-kejang.

Obat yang Edgar suntikan adalah semacam obat yang dapat melumpuhkan kaki dan melemahkan otot untuk sementara. Memang butuh pengorbanan dengan apa yang di lakukannya namun ia tidak perduli karna yang terpenting putra bungsunya akan selalu bersama nya.



TBC

_______

Up cepet nih rame ga ya!?
Tetap vote+komen, Follow autor juga kalo suka.

See u🖤

𝐀𝐋𝐕𝐈𝐍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang