Bab Satu

1.6K 272 33
                                    

Hari yang ditunggu-tunggu setelah hampir dua bulan lama akhirnya tiba. Para siswa kelas 3 SMA yang tadinya berkumpul di tengah lapangan, sudah membubarkan diri usai mendengar sambutan kepala sekolah. Mereka berpindah mengerumuni papan pengumuman yang memanjang di dekat gerbang masuk, demi bisa melihat nama-nama yang lulus ujian Nasional.

Hari semakin siang, satu per satu menarik diri dari kerumunan usai memastikan namanya berada dalam daftar. Riuh ramai suara mereka bersahutan. Seragam putih abu-abu yang tadinya bersih, sudah berwarna-warni tak karuan. Deru motor bersahut-sahutan di depan sekolah, hingga akhirnya melaju beriring-iringan layaknya pawai. Semua hanyut dalam suka cita menyambut kelulusan setelah 3 tahun mengenyam pendidikan di tingkat sekolah menengah atas. Tak terkecuali Bima.

Meski tak ikut bergabung dalam iring-iringan motor bersama teman-teman seangkatan, raut bahagia tampak jelas di wajah pemuda yang dua bulan lalu genap berusia 18 tahun itu. Di tangannya ada selembar kertas yang diberikan langsung oleh kepala sekolah tadi pagi. Bersama beberapa siswa lain, ia berhasil lolos bebas tes di universitas negeri ternama di kota tersebut berkat nilai rapot yang stabil di atas rata-rata sejak kelas satu. Ia diterima di program study Ilmu Hukum yang jadi pilihan utamanya.

Sekolah mulai sepi, hanya menyisakan guru-guru dan beberapa siswa yang masih mengurus beberapa hal. Sementara Bima akhirnya turut meninggalkan sekolah. Menggunakan salah satu ojek di pangkalan seberang sekolah, ia pergi ke Lapas Wanita yang letaknya lumayan jauh.

Tiga puluh menit perjalanan, akhirnya Bima tiba di depan sebuah bangunan besar berlantai dua. Di sekeliling bangunan, terdapat tembok setinggi 5 meter yang di atasnya terpasang kawat berduri. Sementara di setiap sudut atas tembok terdapat pos pengamanan yang masing-masing dijaga seorang sipir wanita.

Dengan gugup, Bima mendekati loket yang terletak dekat pintu masuk. Sudah lama ia tidak ke sana, terakhir satu minggu setelah lebaran tahun lalu. Berbekal THR yang dibagikan para donatur tetap di panti, ia membeli dua lembar kerudung dan dibawa saat mengunjungi sang ibu.

Setelah melapor, Bima dipersilakan masuk oleh seorang sipir yang berjaga di pintu utama. Cukup lama ia duduk seorang diri di ruangan seluas 5x5 meter khusus pengunjung, hingga akhirnya sosok yang begitu dirindukannya muncul. Sejenak ia tertegun menatap penampilan ibunya yang tampak berbeda dari terakhir kali mereka bertemu. Tak ada kerudung yang selalu menutup rambut wanita empat puluh tahun itu. Penampilannya juga terlihat lusuh dan tak terawat.

"Bu ...." Bima pun berdiri, menyambut ibunya yang berjalan dengan tatapan kosong. Dengan sedih ia mencium punggung tangan wanita paruh baya itu, lalu diajak duduk. Diusapnya kedua mata yang basah sambil berusaha tersenyum. "Maaf, ya, aku baru bisa datang. Ibu baik-baik saja, kan?" gumamnya basa-basi dengan suara serak. Meski ia tahu pasti, tak ada yang baik dengan ibunya sejak mendekam di penjara.

“Ibu, aku lolos bebas tes dan dapat beasiswa di fakultas hukum.” Tak menyerah, dengan antusias Bima menunjukkan surat pada wanita yang mewariskan wajah oriental padanya.

Dulu saat kecil, saat kehidupan mereka berdua masih baik-baik saja, ibunya selalu memujinya dan memberikan pelukan hangat serta kecupan sayang di pucuk kepalanya setiap kali ia mendapat nilai ulangan yang bagus. Namun, kini semua benar-benar berubah, tak ada respon dari ibunya. Dengan tangan gemetar, Bima menggenggam tangan putih yang mulai tampak mengeriput itu. Ia meremas pelan, menyalurkan segala kekuatan dan kesedihan yang mendalam.

“Ibu sabar, ya? Aku akan lulus dengan cepat. Lalu jadi pengacara dan membawa Ibu keluar dari sini," gumamnya yakin. Sedetik kemudian ia menutup wajah dengan kedua tangan. Bahunya bergetar samar. Ia menangis tanpa suara di hadapan ibunya yang tetap diam tak meresponnya.

🌺🌺🌺

Satu bulan setelah lulus, Bima memutuskan pindah dari panti asuhan di bawah pengawasan dinas sosial yang telah menampungnya selama sepuluh tahun. Ia pun tinggal di kost yang dekat dengan kampus agar mudah mengurus semua administrasi yang dibutuhkan untuk daftar ulang.

The Journey (Prequel Cinta Terbaik)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang