Chapter 6

8 4 3
                                    

Sambil menghapus peluh di kening, Reza yang duduk di kantin sekolah menatap kantin yang sempit, dan dipenuhi oleh siswa-siswi yang sedang menikmati jam istirahat.

"Ini kantin atau pasar? Ramai amat!"

Ramainya kantin membuat Reza gerah basah oleh keringat.

Alfin, sesosok cowok cuek yang sedang makan, geleng-geleng kepala melihat kelakuan temannya itu.

Karena tidak tahan dengan suhu yang semakin panas, Reza mengambil koran didekatnya dan menggunakannya sebagai kipas. "Sekolah gak ada niatan untuk renovasi atau nambah kantin, dari hari ke hari kayak gini terus."

"Ngoceh mulu lo. Kayak emak-emak."

"Yang gue omongin fakta, Fin"

"Faktanya elo emang kayak emak-emak."

"Kampret."

"Nama gue Alfin, bukan kampret."

Sejak sama-sama telat di hari pertama Masa Orientasi Siswa, Alfin dan Reza menjadi sahabat karib yang tidak bisa dipisahkan. Meski memiliki karakter berbeda, Alfin dan Reza selalu bersama. Di mana ada Alfin, di situ ada Reza. Keduanya seperti satu paket yang tidak bisa dipisahkan.

🔅🔅🔅

"Bu, bisa minta obat?" Alfin bertanya sopan pada perempuan di balik meja Tata Usaha. "Kepala saya pusing."

"Oh, minta saja di UKS. Tuh, di lorong kedua belok kiri."

"Terima kasih." Alfin bergegas ke arah yang ditunjuk, padahal Alfin tidak pusing hanya saja dia lagi malas belajar.

Ruang UKS kosong. Alfin masuk tanpa mengetuk pintu, dia menyapukan pandangan sekeliling, dan tanpa berkata apa-apa langsung melompat ke atas ranjang UKS.

Tak lama kemudian, seorang murid perempuan masuk, tidak yakin apa yang harus dilakukan, ia memutuskan untuk menunggu sambil bersandar pada sebuah kursi. Keisya diam saja, ya murid perempuan itu teman sekelas Alfin, namanya Keisya.

Tidak lama kemudian, terdengar suara Alfin yang bertanya, "Sakit apa?"

Keisya menjawab lirih. "Pusing."

"Pusing?"

Pipinya memerah seketika. "Ya. Anemia." Alfin melongokkan kepalanya untuk melihat Keisya "Kalau begitu lo pasti lebih butuh tempat tidur ini daripada gue." Alfin setengah memaksa Keisya untuk berbaring di sana, tidak menghiraukan tolakan bernada sungkan.

Keisya memperhatikannya diam-diam; sepasang mata gelap dengan pandangan tajam, dan ekspresi wajah cuek yang tidak tersenyum. Lalu, Alfin mengambil tempat duduk tidak jauh dari sana.

"Kamu sendiri sakit apa?"

"Penyakit malas. Lagi pula, cuma tempat ini yang bisa dijadiin sarana tidur siang yang aman dan nyaman."

Keisya tertawa kecil mendengar jawaban yang dilontarkan seenaknya itu.

"Alfiin!" Pintu UKS dibuka dengan sembrono, membuat Alfin terlonjak sedikit. Reza masuk dengan napas tersengal, langkahnya terhenti ketika melihat seorang gadis berdiri tidak jauh di tempat tidur UKS yang sempit. Sebelum Reza sempat berkata apa-apa, Alfin bangkit berdiri, lalu menghampiri Reza. Seperti biasa, mereka berdua berjalan menuju kantin sekolah.

Begitu bel tanda pelajaran usai berbunyi, dengan penuh semangat, kedua remaja itu menuju warung bakso Pak Asep yang terletak di dekat SMA Dharmawangsa. Lima belas menit kemudian, dua mangkuk bakso yang masih mengepul dan dua teh botol dingin terhidang juga di hadapan mereka. Aroma bakso yang begitu menggoda selera membuat perut Reza semakin menjerit minta diisi. Tanpa menunggu baksonya sedikit dingin, Reza memotong bola daging yang besarnya hampir menyamai tinju orang dewasa itu dan memasukkan ke dalam mulut. Dalam sekejap, panasnya kuah dan bakso langsung menyengat lidahnya dan membuatnya megap-megap kepanasan. Reza membuka mulutnya lebar-lebar dan mengibas-ngibaskan tangannya di depan mulut.

Alfin mengalihkan pandangannya dari Reza yang dengan penuh semangat membabi buta makan bakso. Matanya menyapu sekeliling tempat makan bakso, tapi tidak menemukan obyek yang menarik untuk diamati. Alfin mengalihkan pandangannya ke jalan raya. Saat itu, matanya menangkap Keisya yang sedang berdiri menunggu di jemput.

Baru saja Alfin hendak mengalihkan pandangannya ke arah lain, tiba-tiba dilihatnya seorang laki-laki yang sejak tadi berdiri di samping jalan raya mendekati Keisya. Dan, dalam gerakan cepat dan tak terduga, menyambar cincin emas yang di pakai Keisya. Selama beberapa detik, Alfin bengong melihat aksi tak terduga di depan matanya. Terlalu terkejut. Suara teriakan Keisya lah yang akhirnya mengembalikan kesadarannya.



Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita itu hanyalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan

.

.

Tinggalin Vote , Koment 💬 kalau boleh Follow📍sekalian, Terima kasih😭

AGAIN!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang